Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bingung Memilih Jurusan Kuliah?

12 Januari 2016   12:26 Diperbarui: 13 Januari 2016   11:27 4206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://images.joglosemar.co/2013/02/ilustrasi-Pilih-jurusan-Tim-UMS.jpg

Momen menjelang pendaftaran masuk perguruan tinggi biasanya diwarnai kedatangan para orangtua dan anak ke psikolog. Mereka ingin memastikan anaknya tidak salah memilih jurusan nantinya. Atau juga konsultasi tentang jurusan apa yang sebaiknya dipilih oleh anaknya. Selain itu ada juga yang konflik antara orangtua dan anak. Keduanya bersikukuh dengan pilihan masing-masing.

Sebenarnya orangtua bisa mengetahui pilihan terbaik untuk anak-anaknya sejak mereka masih kecil. Bakat anak sudah mulai tampak ketika ia berusia kurang lebih 3 tahun. Orangtua bisa mengobservasi apa saja yang menjadi kesukaan anak.

Kalau hasil amatan orangtua cukup cermat, mereka dapat membantu anak mengembangkan potensi anak-anaknya dalam tahun-tahun pertumbuhan selanjutnya. Persoalannya adalah keinginan orangtua yang ingin direalisasikan melalui anak. Kalau potensi anak dan keinginan orangtua klop, ya tidak masalah. Tapi kalau berbeda? Muncullah konflik dan kebingungan.

Biasanya saya memberikan 3 kriteria untuk orangtua atau remaja yang ingin memilih jurusan berkuliah yaitu :

1. Kapasitas Intelektual. Hal ini bisa diketahui dari tes IQ. Aspek-aspek yang diungkap dalam tes IQ tersebut akan menunjukkan potensi yang paling menonjol pada diri anak. Bukan hanya angka IQ-nya saja. Jadi kalau anak-anak Anda mendapatkan laporan tes IQ, jangan hanya berfokus pada angka IQ, misalnya 120, dan kategorinya misalnya superior.

Tapi perhatikan juga aspek di dalam angka 120 itu. Beberapa aspek misalnya daya bayang ruang, berpikir analitis, dan logika numeriknya lebih tinggi dari aspek lainnya maka dengan kemampuan tersebut, anak itu diprediksikan mampu berkuliah di bidang bangunan yang melibatkan perhitungan, misal arsitektur, teknik sipil, dan sebagainya.

Laporan Pemeriksaan Psikologi (LPP) biasanya berupa grafik. Kami menyebutnya psikogram. Bahasa yang digunakan dalam LPP tersebut mungkin tidak mudah dipahami oleh orang awam. Oleh karena itu, bertanyalah pada psikolog yang melakukan pemeriksaan psikologi.

Jangan sungkan. Mereka senang kok menjelaskan. Kalau ada psikolog yang marah-marah, tidak mau menjelaskan dengan rinci, bilang ke saya ya... Nah, di dalam psikogram tersebut ada aspek-aspek yang lebih tinggi hasilnya dibandingkan aspek lainnya. Gabungan antar aspek tersebut dapat membantu anak mengenali potensi terbaiknya.

2. Kenali Hasrat Terdalam (Passion). Pertanyaan pemandu yang paling sederhana adalah : "Ketika melakukan kegiatan atau hal apa yang membuat kamu bisa lupa segalanya? Perhatianmu seolah-olah terserap semuanya ke dalam kegiatan tersebut? Bahkan sakit pun tidak terasakan atau hilang?". Kalau orangtua sudah memupuk bakat anak sejak kecil, pertanyaan itu mudah sekali jawabannya. Tapi kalau sejak kecil orangtua tidak menaruh perhatian, maka hingga dewasa anak tidak tahu dirinya.

Seorang klien, perempuan, sudah lulus S1, sedang melamar kerja, datang konsultasi. Keluhan utamanya : 'Saya tidak tahu apa yang bisa saya lakukan'. Mumet toh saya ini... Sudah lulus S1 lho. Ternyata sejak kecil dia tidak pernah ikut les selain pelajaran, nilainya juga tidak menonjol (sekalipun sudah dibantu dengan berbagai les), tidak pernah ikut lomba, tidak punya hobby, tidak bisa memainkan alat musik apapun, tidak bisa nyanyi, tidak bisa berbahasa asing (bahasa Inggris sesuai pelajaran sekolah), tidak tahu apa kelebihan dirinya.

Dueeenggg.... Giliran psikolognya yang tidak tahu mesti ngomong apa..hahaha... Sayang khan kalau kita sebagai orangtua tidak maksimal mengembangkan talenta anak sedari mereka kecil?

Kalau klien tidak paham apa passionnya, saya sarankan untuk mengikuti tes bakat minat. Paling tidak dari sana akan diperoleh data untuk pemahaman diri awal. Hasil tes bakat minat berupa urutan pilihan pekerjaan/karir, dimulai dari yang paling diminati hingga yang paling tidak diminati.

Juga berisikan informasi preferensi minat misalnya kesukaan bekerja sendiri atau dalam kelompok, kesukaan mengerjakan hal yang sama atau bervariasi, senang bertemu orang lain ataukah bekerja dengan program, dan sebagainya. Diharapkan dengan adanya hasil tersebut, sedikit banyak klien mulai mengenali dan mengingat kembali pengalaman masa lalunya lalu dicocokkan dengan kondisinya saat itu.

3. Karakteristik Kepribadian. Faktor ketiga ini penting karena kerap dilupakan. Tergiur dengan prospek suatu pekerjaan, peluang yang ada, dan hanya melihat angka IQ, lalu anak dipaksakan untuk mengambil jurusan tertentu. Mungkin saja pada semester awal berhasil, namun kegagalan akan mulai tampak pada semester ke tiga. Pertentangan intrapsikis mulai muncul.

Anak merasa tidak cocok dengan mata kuliah yang diambil, sekalipun secara akademik nilainya baik. Kata-kata keluhan yang sering digunakan oleh klien, "Hati saya nggak di sana, Bu", atau "Sepertinya ilmu itu bukan untuk saya", dan sebagainya.

Kepribadian seseorang memainkan peranan penting dalam tiap pekerjaan yang diambil. Seseorang yang pendiam, lebih suka berdialog dengan dirinya sendiri, pemikir, bagus dalam menganalisa situasi lalu menuangkannya dalam bentuk tertulis, tidak akan bisa maksimal bila diharuskan bekerja sebagai humas atau public relation.

Sebaliknya, orang yang periang, senang bertemu banyak orang, merasa tersiksa bila tidak ngobrol dengan orang lain, pencerita yang baik, tidak bagus dalam administrasi, gampang bosan dengan rutinitas, akan menunjukkan kinerja negatif bila dipaksakan bekerja sebagai staf akuntansi.

Pertanyaannya, apakah kepribadian bisa berubah? Jawabannya bisa. Tapi ada warna dasar kepribadian yang sulit untuk berubah. Nah warna dasar kepribadian itulah yang bisa optimal dalam pemilihan pekerjaan atau karir bila memang sesuai. Seorang klien lain, laki-laki, berusia 28 tahun, bekerja sebagai pramugara.

Dia sudah lama tidak kontak orangtuanya, terutama ayahnya, karena ribut. Ayahnya kecewa karena dia memilih menjadi pramugara. Ayahnya ingin dia menjadi farmasis. Klien ini dulu berkuliah di fakultas farmasi karena desakan ayahnya. Hanya demi supaya tidak bertengkar dan ketergantungan finansial, dia menuruti ayahnya. Dibantu oleh kapasitas intelektualnya, dia bisa lulus dari fakultas farmasi dengan nilai cukup baik. Kemudian dia bekerja di perusahaan obat sesuai gelar S1nya.

Ayahnya bangga sekali. Diceritakan pada semua orang kalau anaknya seorang farmasis dan kerja di perusahaan obat ternama. Namun setelah 3 tahun, si anak mulai merasa tidak cocok dan dia ingin meraih cita-citanya sendiri. Pemberontakan dimulai. Berakhir dengan putusnya hubungan komunikasi antara ayah dan anak.

Ketiga faktor di atas sebaiknya selaras. Tidak ada yang lebih penting. Kalau ketiganya berjalan bersama, diasumsikan individu tersebut dapat melalui kuliahnya dengan baik, dan nantinya bisa berkarir sesuai dengan jurusan yang dia pilih. Tidak menutup kemungkinan setelah lulus, ia akan memilih pekerjaan yang berbeda dari gelarnya, bisa saja terjadi. Namun sejauh yang saya amati, meskipun berbeda, bidang pekerjaan itu pun masih berkaitan atau masih membutuhkan disiplin ilmu yang pernah dia ambil semasa kuliah dulu.

Hasil Pemeriksaan Psikologi vs Pendapat Orang Lain

Ini persoalan lain. Kebingungan akan kembali hadir kalau orangtua atau anak bertanya pada orang lain yang tidak kompeten tentang jurusan yang akan diambil, padahal sudah punya LPP. Sudah pula berkonsultasi dengan ahlinya. Saya pernah punya klien mbingungisasi seperti itu. Konsultasi dengan keluhan, "Saya bingung, anak saya ini enaknya masuk kuliah apa ya, Bu. Kemarin sudah tes psikologi, sudah dijelaskan oleh psikolognya, tapi informasi dari tante-tantenya katanya jurusan itu nantinya nggak bisa dapat pekerjaan, Bu". Saya langsung tanya, "Tante-tantenya itu kuliah di jurusan yang katanya nggak ada duitnya itu?". Dia jawab, "Tidak, Bu. Mereka kerjanya beda". Itulah masalahnya!

Satu sisi saya memahami kebiasaan orang yang senang sekali urun pendapat tanpa diminta. Mereka berdalih 'daripada nanti menyesal, lebih baik dikasih tahu sekarang'. Hal itu berlaku untuk pemilihan pasangan hidup deh. Kalau pemilihan jurusan, informasinya harus dibuka selebar-lebarnya bukan menakut-nakuti. Apalagi membatasi.

Apalagi membandingkan dengan orang lain yang gagal. Malah parah itu.. "Kamu mau jadi xxx? Lihat tuh, si AAA, kurang apa coba? Lulus dari PT terbaik, cum laude, sekarang ngganggur, ditolak kerja di mana-mana. Lha jurusannya nggak laku di sini". Pembandingan yang tidak valid. Ada juga komentator yang menakuti, "Temannya tante ada yang jual rumah untuk biayai anaknya itu studi banding ke luar negeri. Kalau nggak ikut ke luar negeri, dia nggak lulus. Hati-hati lho, mahal kuliah jurusan XXX itu". *tepok jidat*

Mendengarkan masukan orang lain itu baik-baik saja. Tapi terlalu banyak mendengarkan kata-kata orang lain tanpa berpikir kritis, malah menyesatkan. Kalau menghadapi kasus semacam itu, saya carikan rekan saya yang profesinya sama dengan jurusan yang akan diambil, lalu klien akan saya kirimkan ke sana untuk magang.

Misalnya klien ragu-ragu untuk milih jurusan kedokteran, maka saya akan carikan dokter yang mau direpoti untuk ditanyai dan dikuti. Lalu klien akan saya kirimkan ke sana. Cara ini cukup efektif. Ada klien yang makin mantap dengan pilihannya, tapi ada juga yang mundur teratur dan berubah haluan. Jauh lebih baik mengetahui dunia persilatan, eh...salah... dunia kerja yang sesungguhnya dari pelaku-pelaku di dalamnya, daripada sekedar beropini tanpa data.

Masih bingung? Semoga tidak. Kalau masih, hubungi psikolog terdekat ya... hahaha...

---

Semoga bermanfaat.

Sumber gambar : Bingung milih jurusan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun