Sumber Gambar : Memilih Sikap Hidup
Â
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja salah seorang mahasiswa bereaksi keras terhadap ketentuan perkuliahan yang baru saja saya bahas. Seumur-umur menjadi dosen, baru kali ini saya mendapatkan reaksi seperti itu. Kaget? Jelas! Ingin marah balik? Tentu saja! Saya dianggap berlaku tidak adil terhadap mereka. What? Ini khan pertemuan pertama? Saya belum pernah bertemu mereka sebelumnya, bahkan saya pun belum sempat "menganiaya" para wajah jutek di depan saya ini.
Saya tatap kembali mereka. Satu per satu. Dulu waktu saya masih mahasiswa, kalau ada dosen menatap seperti itu, kita pasti takut. Lalu menunduk. Jaman sekarang beda. Mereka -hampir semuanya- menatap saya balik. Berpuluh pasang mata marah memandang saya seolah-olah saya pemangsa jahat yang turun dari langit merah membakar. Aneh sekali..
Namun setelah melihat kembali dengan hati dingin, saya melihat itu bukan tatapan marah. Ya! Itu tatapan terluka. Persis seperti dongeng singa yang tertusuk duri, memandang garang siapapun yang mendekat. Mengapa mereka bersikap seperti itu? Saya tidak pernah bertemu mereka sebelumnya.
"Kalian kenapa? Kalian bersikap seolah-olah menjaga diri agar tidak disakiti. Untung saya bukan orang yang gampang tersinggung. Ada apa? Apa yang pernah kalian alami sebelum ini?" Saya tanya mereka dengan intonasi nada lembut (padahal dinginnya hati dah mulai meleleh..hehe.. ).
Lalu mereka bercerita. Banyak sekali ceritanya.. mengalir deras seperti air bah. Tahulah saya alasan dibalik sikap 'singa tertusuk duri' tadi.
Saya katakan pada mereka, "Lain kali, janganlah bersikap seperti itu. Tidak semua orang bisa memahami. Akibatnya kamu sendiri yang rugi. Terus terang saya tidak nyaman dengan sikap kalian tadi. Padahal kita baru saja bertemu".
Beberapa orang tampak gelisah. Menggeser-geser duduknya. Ada seorang yang nyeletuk, "Tapi kami khan tidak tahu kalau Ibu tidak sama dengan dosen yang itu".
"Justru itu! Hadapilah orang baru dengan sikap baru. Bukan dengan sikap lama. Lihatlah realitanya. Kenyataannya. Baru kamu tentukan sikap, apakah sama dengan masa lalu atau sikap yang baru". Mereka terdiam.
Saya lanjutkan, "Kalau kamu punya pacar. Trus putus. Karena dia selingkuh. Trus punya pacar lagi. Gimana sikapmu terhadap pacar baru? Curiga melulu? Supaya nggak dikhianati? Pasti ribut. Bertengkar terus.. Ya khan?" Rupanya contoh pacar itu lebih mengena bagi mereka untuk memahami :
"Hadapi orang baru dengan sikap baru. Lihat realita, lalu tentukan sikap terhadapnya".
Â
****
Menurut Sigmund Freud, seorang Bapak Psikoanalisa, hampir seluruh perilaku manusia ditentukan oleh alam bawah sadarnya. Apa yang mereka alami di masa lalu, akan menentukan perilakunya di masa kini. Freud memberikan contoh ekstrim yaitu anak seorang penjahat akan menjadi penjahat juga di kemudian hari.
Pandangan Freud benar dalam satu sisi. Pandangan itu mengandaikan manusia tidak memiliki kesadaran akan perilakunya. Bahwa manusia tidak mempu mengendalikan dirinya. Ia menjadi objek dari masa lalu. Namun bila manusia yang bersangkutan memiliki kesadaran diri, mampu menarik makna dari tiap peristiwa hidupnya, dan "bangun" maka dia akan berperan sebagai subjek atas hidupnya. Pandangan positif ini dikemukakan oleh aliran psikologi humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow.
Pengalaman para mahasiswa saya di atas seringkali dialami oleh individu lainnya. Mereka tidak bisa membedakan mana masa lalu dan masa kini. Sikap mereka sama terhadap apa saja yang terjadi, padahal setiap hari selalu menawarkan hal baru. Entah itu pengalaman positif atau negatif, entah kesulitan, entah kegembiraan. Mereka ini menghadapi orang-orang baru, lingkungan kerja baru, tetangga baru, pemimpin baru dengan sikap lama. Ufff... betapa tidak menyenangkannya!
Apa sih Contohnya Menghadapi Orang Baru dengan Sikap Lama?
Sebelumnya saya ingin tanya dulu. Apakah pembaca pernah mengenal orang yang pemarah? Saking terkenalnya (pemarahnya itu..) orang jadi takut berelasi dengan dirinya. Ada ya?
Â
Oya, apakah Anda tahu juga orang yang kalau marah senangnya mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu? Heran nggak, kalau orang itu bisa ingat setiap detil kesalahan orang lain lalu mengungkapkan bak peluru?
Ada lagi.. Pernah kenal orang yang membanding-bandingkan antara satu orang dengan orang lainnya? Kakak dibandingkan dengan adiknya, istri dibandingkan dengan ibunya, suami dibandingkan dengan mantan pacarnya, pegawai baru dibandingkan dengan pegawai lama yang sudah keluar, atasan baru dibandingkan dengan atasan lama, dan sebagainya. Kenal orang seperti itu?
Hmm.. masih ada lagi. Pernah tahu nggak ada orang yang sering bilang, "Enakan jaman dulu.. Waktu si X jadi Presiden.. Semua gampang, murah, rakyat nggak susah..". Mungkin orang itu tidak sadar, sel darah merah dalam tubuhnya saja sudah berubah saat ganti Presiden.. Mana bisa berharap kondisi tetap sama?
Ya... itulah contohnya. Sebagian kecil. Saya yakin para pembaca bisa menemukan contoh lain. Bisa kebayang khan kalau hidup mereka jauh dari bahagia?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H