- Dengan gembira anak mempamerkan nilainya, lalu sang orangtua berkata, "Ahh.. nilai segitu sudah biasa. Kamu memang Bapak/Ibu sekolahkan supaya pinter. Lagian nilai kakakmu lebih bagus". Matilah satu semangat untuk berupaya menjadi lebih baik.
- Istri menyajikan makanan berbeda hari ini. Dengan wajah berseri, ia berharap suaminya memuji. Dan inilah komentar suami, "Masih kalah sama masakan di depot dekat kantorku!" atau "Gini ini kamu bilang enak? Kayaknya kamu mesti belajar lagi deh" Lebih parah, "Kalah jauh dengan masakan ibuku".
- Suami pulang kerja, berseri-seri ingin bertemu dengan istrinya, ingin menceritakan semua persoalan di kantor. Dia berteriak di depan rumah, "Aku pulaaanggg!". Dan keluarlah ondel-ondel dari dalam rumah yaitu nyonya rumah dengan daster bolong, wajah dimasker lumpur, dan bau bawang karena belum mandi. Tiap hari hampir seperti itu.
Di tempat kerja :
- Karyawan yang giat bekerja, kritis terhadap kebijakan, dan selalu ingin berkontribusi. Reaksi atasan : "Banyak komentar ya, kamu ini!". Reaksi rekan kantor : "Jangan jadi penjilat gitu. Inget ya, kamu masih yunior. Jangan harap naik pangkat lebih dulu".
- Atasan yang dekat dengan anak buah, memahami situasi mereka, mampu memimpin tanpa otoriter. Reaksi sesama atasan : "Ingin mengambil hati anak buah". Atau "Jaim tuh". Disingkirkanlah dia dari jajaran manajemen. Dianggap tidak berpihak pada perusahaan.
Di masyarakat :
- Tokoh masyarakat yang baik, senang melayani masyarakat, terbuka pada masukan bawahan dan masyarakat, gemar bersentuhan dengan masyarakat kelas bawah. Komentar paling gampang : sok melayani masyarakat, pencitraan, dsb.
- Orang yang tidak mau korupsi, berpihak pada rakyat, tampil apa adanya, seringkali disisihkan.
Memang lebih mudah untuk "mematikan" orang-orang "hidup". Tidak butuh usaha. Tidak membutuhkan pengendalian diri. Asal mikir apa, langsung aja ngomong. Juga tidak dibutuhkan karakter yang kuat. Di mana ada kesempatan dan kekuasaan tersedia, langsung aja disikat tanpa mempedulikan orang lain.
"Menghidupkan" Orang "Mati"
Saya menawarkan pilihan perilaku lainnya yaitu "menghidupkan" orang-orang "mati". Orang-orang yang tidak memiliki harapan akan masa depan lebih baik, yang tidak punya kesempatan untuk berkembang dalam karir karena kurang punya ketrampilan, yang senang belajar tapi kurang dana, anak-anak yang kurang kasih sayang, lansia yang kurang perhatian, dan sebagainya. Banyak sekali orang-orang "mati" di sekitar kita, yang bisa kita sentuh dan lakukan sesuatu untuk "membangkitkannya".
Butuh usaha ekstra untuk hal itu. Kita perlu kreatif untuk memberikan harapan pada orang-orang yang pesimis terhadap masa depannya, perlu meluangkan waktu untuk mencari dana ekstra untuk membantu orang yang kekurangan, butuh kerendahan hati untuk mengakui prestasi orang lain dan mengungkapkan langsung,"Anda hebat! Saya ikut senang lho!", butuh pengendalian diri untuk tidak melontarkan komentar negatif, perlu kesabaran ekstra untuk mengajari anak-anak kita yang kurang kemampuannya dibandingkan saudaranya, dan sebagainya. Masih banyak lagi. Saya yakin Anda memahami maksud saya khan?
Hidup ini pilihan. Perilaku terhadap semua situasi itu pilihan. Keputusan Anda terhadap hal itu akan menentukan masa depan Anda sendiri.
Selamat memilih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H