Kedua, membentuk kelompok yang berperan sebagai penanggungjawab penyelenggaraan kelas inklusif yang dibentuk dan dipilih oleh kepala sekolah untuk membuat berbagai persiapan yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan kelas inklusif.
Ketiga, menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran berupa fasilitas yang dibutuhkan, seperti kurikulum, RPP, tindakan guru terhadap siswa, dan lain sebagainya.
Jadi pada intinya, pelayanan siswa ABK tidak boleh disamaratakan seperti siswa normal pada umumnya. Kesemuanya, baik fasilitas maupun perlakuan harus disesuaikan dengan kemampuan dasar apa yang siswa ABK itu miliki, kemudian latar belakang sosial apa yang didapatkan.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H