Mohon tunggu...
Nafisha Fitriana
Nafisha Fitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uiniversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bentuk Eksistensi Perempuan dalam Tokoh Anajni-Novel Karsa: Mewujudkan Keadilan Gender dan Meningkatkan Kualitas SDM Perempuan

4 Desember 2024   15:04 Diperbarui: 4 Desember 2024   15:10 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan Perempuan  (Sumber: magdalene.co)

Eksistensi Perempuan

Perempuan memiliki peran penting dalam menciptakan keadilan gender dan mengubah stigma yang selama ini membatasi keberadaan mereka. Dalam novel Karsa karya Elizabeth Alicia, berbagai kisah menggambarkan perjuangan perempuan yang berani melawan ketidakadilan, mendobrak norma sosial, dan memperjuangkan eksistensi diri. Perempuan tidak lagi sekadar menjadi objek, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan yang mendorong transformasi masyarakat menuju kesetaraan.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan kaum perempuan untuk mencapai keadilan gender dan meningkatkan kualitas diri mereka:

1. Intelektualitas Perempuan Sebagai Wadah Emansipasi

Salah satu jalan menuju keadilan gender adalah melalui intelektualitas. Dalam novel ini, tokoh Raden Ajeng Anjani tampil sebagai figur perempuan yang berpengetahuan luas dan berkomitmen untuk berbagi ilmu dengan sesamanya. Ia tidak hanya memperkaya dirinya melalui literasi, tetapi juga membantu orang lain, seperti Asih, untuk memahami pentingnya pendidikan. Kutipan: "Anjani mengajari Asih membaca huruf latin hanya dengan bantuan kertas lusuh dan pena saja." (Alicia, 2023:101).

Intelektualitas mampu membuka mata masyarakat bahwa perempuan bukan hanya sosok domestik, melainkan individu yang dapat memberikan kontribusi besar bagi perubahan sosial.

2. Perempuan Sebagai Agen Transformasi Sosial

Transformasi menuju keadilan gender memerlukan peran aktif perempuan. Dalam Karsa, Anjani menjadi simbol perubahan dengan mendirikan sekolah yang bertujuan memberdayakan kaum perempuan. Dedikasinya tidak terhenti meski menghadapi stigma sosial dan tanggung jawab sebagai ibu. Dukungan dari para aktivis perempuan dan laki-laki, termasuk suaminya, menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mengubah struktur sosial patriarkal. Kutipan: "Meskipun telah berkeluarga dan memiliki anak, Anjani tetap tidak meninggalkan sekolahnya yang kini telah diperluas atas izin pemerintahan sendiri." (Alicia, 2023:268).

Perjuangan ini membuktikan bahwa perempuan adalah pelaku aktif perubahan sosial yang mampu menginspirasi laki-laki untuk melihat perempuan sebagai mitra sejajar dalam membangun masyarakat.

3. Penolakan Perempuan atas Posisi "Liyan"

Perempuan sering kali ditempatkan sebagai liyan---pihak yang dianggap berbeda dan subordinat. Namun, eksistensi perempuan yang kuat mampu meruntuhkan pandangan ini. Dalam novel, Anjani menolak dianggap lemah atau tidak mampu. Ia menghadapi pandangan merendahkan dari masyarakat kolonial dengan keberanian luar biasa, menegaskan bahwa perempuan memiliki kemampuan setara dalam menghadapi tantangan. Kutipan: "Bukankah seharusnya Anda takut, Meneer? Sebab ternyata seorang wanita bumiputra pun bisa menjadi ancaman." (Alicia, 2023:332).

Penolakan terhadap posisi subordinat ini tidak hanya mengubah pandangan masyarakat tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin dan penentu masa depan.

Feminisme untuk Mengakhiri Diskriminasi

Feminisme bukanlah perlawanan terhadap laki-laki, melainkan gerakan untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan. Kisah dalam Karsa menunjukkan bahwa keadilan gender hanya dapat tercapai ketika perempuan dan laki-laki bekerja bersama untuk menghancurkan prasangka gender.

Dengan intelektualitas, keberanian, dan semangat perubahan, perempuan seperti Anjani membuktikan bahwa mereka mampu menjadi agen perubahan yang mewujudkan keadilan gender sekaligus meningkatkan Kualitas SDM perempuan. Novel ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kesetaraan bukan hanya milik perempuan, tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun