Mohon tunggu...
Nafisa Zahra K
Nafisa Zahra K Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Pelita Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sastrawan Rusia Leo Tolstoy dan Mahakaryanya "Perang dan Damai"

1 Desember 2024   10:37 Diperbarui: 1 Desember 2024   10:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 1904, ketika pecah Perang Rusia-Jepang, Tolstoy mengutuk perang itu dan menulis kepada pendeta Buddhis Jepang, Soyen Shaku dalam upayanya yang gagal untuk membuat pernyataan pasifis bersama. 

KESIMPULAN

Leo Tolstoy adalah seorang sastrawan yang memberikan sumbangan besar dalam dunia sastra melalui karya-karyanya yang mendalam dan penuh pemikiran filosofis. Perang dan Damai adalah contoh sempurna dari kemampuannya untuk menggabungkan narasi sejarah dengan eksplorasi mendalam tentang kehidupan manusia. Novel ini tidak hanya menggambarkan peristiwa besar dalam sejarah, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan besar tentang hidup, takdir, dan kebebasan. Sebagai karya yang monumental, Perang dan Damai tetap relevan dan memberikan wawasan tentang kondisi manusia yang tidak lekang oleh waktu.

Tolstoy adalah seorang anggota keluarga bangsawan Rusia yang sangat kaya. Ia belakangan percaya bahwa ia tidak berhak mendapatkan harta warisannya, dan terkenal di antara para petani karena kedermawanannya. Ia sering kali kembali ke tanah miliknya dengan sejumlah gelandangan yang dirasakannya membutuhkan pertolongan. Ia pun sering kali memberikan sejumlah besar uang kepada para pengemis di jalan dalam perjalanannya ke kota, sehingga membuat istrinya marah.

Ia meninggal karena radang paru-paru di stasiun Astapovo pada 1910 setelah meninggalkan rumahnya di tengah musim dingin pada usia 82 tahun. Kematiannya terjadi hanya beberapa hari setelah ia mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan keluarganya dan kekayaannya dan mengambil sikap hidup sebagai seorang pertapa keliling---suatu pilihan yang telah digumulinya selama beberapa puluh tahun. Beribu-ribu petani berdiri di kedua tepi jalan pada saat ia dikebumikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun