Mohon tunggu...
Nurul Almas Filzatul Afifah
Nurul Almas Filzatul Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurusan Antropologi - Universitas Airlangga angkatan 2021

Sometimes i wish i was at AOT, no school no work just tatakae tatakae

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banyuwangi Cultural Tourism: Upacara Adat Keboan Aliyan

28 November 2022   11:36 Diperbarui: 28 November 2022   11:46 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyuwangi dikenal sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi memiliki garis pantai yang membentang mulai ujung Barat hingga ujung Utara. Hutan di sisi Selatan dan Utara, serta barisan pegunungan yang megah. Terkenal akan kenampakan alamnya yang elok serta kulturnya yang unik dan sakral. Kekayaan alam dan kultural Banyuwangi dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten untuk menaikkan APBD daerah. Kemajuan pariwisata Kabupaten Banyuwangi melesat dimulai pada tahun 2010. Yaitu pada masa kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas. Pemerintah kabupaten Banyuwangi sangat gencar mempromosikan pariwisata Banyuwangi pada tahun tersebut. Dampaknya adalah mendorong lonjakan wisatawan domestik maupun mancanegara di tahun-tahun berikutnya.

Salah satu wisata kultural yang selalu masuk event tahunan Pemkab Banyuwangi adalah upacara adat Keboan Aliyan. Upacara ini diselenggarakan rutin setiap tahun, tepatnya pada bulan Suro (Muharram) di desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi. Masyarakat desa Aliyan merupakan Suku Using. Suku Using dikenal sebagai suku yang menggantungkan hidupnya pada sektor agraris. Upacara Keboan Aliyan sendiri merupakan upacara yang erat kaitannya dengan pertanian (Lestari et al., 2016). Upacara Keboan Aliyan sudah ada sejak abad ke 18. Ini merupakan warisan nenek moyang secara turun temurun yang tetap dilestarikan oleh masyarakat desa Aliyan.

Ritual ini rutin diadakan karena masyarakat mempercayai bahwa jika tidak dilakukan maka akan mendatangkan musibah atau bala ke desa mereka (Oktavia, 2019). Keboan sendiri berarti kerbau jadi-jadian. Dalam ritual Keboan tidak ada hewan kerbau yang dilibatkan dalam upacara, melainkan para manusia atau warga yang berdandan dan berperilaku layaknya kerbau. Menurut sastrawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, masyarakat Aliyan yang menjadi keboan atau 'manusia kerbau' tidak dipilih oleh tokoh adat setempat. Mereka dipilih oleh arwah leluhur. Jumlah keboan desa Aliyan tidak menentu. Terkadang di tahun ini banyak, bisa juga di tahun berikutnya sedikit. Ini tergantung berapa orang pada tahun tersebut yang terpilih dan dirasuki oleh roh leluhur.

Cerita Rakyat yang Melatarbelakangi

Menurut sejarahnya, keboan di Desa Aliyan awalnya dikarenakan adanya wabah penyakit yang menyerang lahan pertanian selama bertahun-tahun. Pendiri cikal bakal Desa Aliyan, yaitu Buyut Wongso Kenongo meminta petunjuk dari Sang Pencipta. Lalu ia mendapatkan wangsit bahwa anaknya, Joko Pekik untuk bermeditasi. Terjadi sesuatu yang aneh, Joko Pekik mendadak berguling-guling di persawahan seperti kerbau. Setelah itu wabah penyakit menghilang dari Desa Aliyan. Sebab itu ritual keboan sebagai tolak bala berlangsung turun temurun di Desa Aliyan hingga saat ini. Dimaksudkan agar lahan pertanian warga terhindar dari wabah penyakit dan hasil panen yang melimpah.

Di Desa Aliyan sendiri terdapat dua dusun yang mempertahankan tradisi Keboan, yaitu di Dusun Aliyan dan Dusun Sukodono. Kedua dusun ini berkaitan dengan kedua putra Buyut Wongso Kenongo, Buyut Pekik dan Buyut Turi. Buyut Pekik menjadi leluhur masyarakat Desa Aliyan, sementara Buyut Turi menjadi leluhur Dusun Sukodono.

Warga beda keturunan itu hingga sekarang tidak bisa akur dalam segala hal. Oleh karena itu, meskipun tradisi Keboan Desa Aliyan meskipun ritualnya sama dan digelar pada hari yang sama, namun waktu pelaksanaan dan jalur ider bumi (berkeliling desa) yang dilewati oleh Keboan berbeda. Sebab jika Keboan dari keturunan leluhur yang berbeda ini bertemu, maka akan terjadi saling serang. Setelah diberi doa di Balai Desa Aliyan, "keboan" asal Sukodono, bergerak ke Kedawung dan Sukodono, dan selanjutnya mampir ke makam Buyut Turi. Sementara "keboan" asal Aliyan bergerak ke Aliyan, Krajan, Temurejo, dan Cempokosari, dan kemudian mampir ke makam Buyut Pekik.

Prosesi Upacara Adat Keboan Aliyan

Ritual Keboan Desa Aliyan ini diawali dengan mendirikan gapura dari bambu yang dihiasi dengan hasil pertanian masyarakat setempat seperti padi, jagung, tebu, dan beraneka macam buah-buahan serta sayuran. Gapura tersebut didirikan di setiap gang yang ada di desa sebagai simbol kesuburan. Selanjutnya mereka menggelar selamatan di empat penjuru desa yang dipimpin sesepuh desa. Doa dipimpin sesepuh desa. Doa ditujukan kepada Yang Maha Kuasa dan pendiri desa, yaitu Ki Buyut Wongso Kenongo, agar seluruh warga dijauhkan dari mara bahaya (Fatmawati, 2019).

Usai selamatan, dimulailah arak-arakan keboan. Mereka akan diarak layaknya kerbau yang sedang membajak sawah oleh para petani serta seorang perempuan cantik sebagai simbol Dewi Sri yang menaburkan benih padi sepanjang jalan desa. Mereka terbagi dua kelompok, yaitu kelompok timur di wilayah Dusun Krajan, Cempokosari dan Temurejo. Sedangkan untuk kelompok barat masuk wilayah Dusun Sukodono, Kedawung dan Damrejo.

Manusia yang menjadi keboan bergerak ke sana ke mari. Ada warga yang mengikuti pergerakan keboan. Pengiring tidak bisa memaksa keboan untuk bergerak ke mana-mana, hanya sebatas mengarahkan. Bahkan waktu acara ritual tolak bala kapan dibuka terserah kemauan leluhur. Di tengah perjalanan, para keboan ini mendadak kesurupan. Mereka kerasukan roh leluhur desa. Setiap orang yang dipilih leluhur menjadi keboan tidak bisa mengelak. Sekali roh nenek moyang merasuki tubuh seorang warga desa, maka segala tindak-tanduk orang tersebut seperti kerbau.

Mereka berlarian untuk mencari kubangan lumpur Menyeruduk warga yang melihat. Kemudian satu per satu mencemplungkan diri di dua kubangan lumpur dekat balai desa. Mereka terlihat saling melempar air selokan menggunakan timba. Tidak boleh marah bila terkena siraman air. Bila terkena, dipersilakan untuk mengambil air dari selokan, kemudian air itu disiramkan ke arah kerumunan orang. Begitu juga bila warga ada yang ditarik oleh keboan ke dalam kubangan lumpur, juga tidak boleh marah. Semua warga membaur, saling siram air, dan ada yang dibanting keboan ke dalam kubangan lumpur. Lokasi dan ukuran kubangan lumpur ini ditentukan leluhur.

Warga desa Aliyan menganggap benih padi dari ritual bila ditanam di sawah, diyakini dapat membawa panen yang melimpah dan dijauhi hama (Oktavia, 2019). Benih padi itulah yang diarak keliling desa menggunakan becak hias sebagai bagian dari ritual tolak bala di Desa Aliyan, Banyuwangi.

Teori Strukturalisme Levi Strauss

Pendekatan strukturalisme Levi Strauss merupakan pendekatan yang menafsirkan alur akal budi manusia dalam melakoni kehidupan. Melalui media seperti cerita rakyat, dapat ditilik unsur-unsur budaya yang dipercayai oleh suatu masyarakat (Afiyanto & Nurullita, 2018). Hasil dari nalar inilah yang disebut sebagai fenomena budaya. Fenomena budaya yang akan kita bahas kali ini adalah ritual, yang merupakan salah satu bagian dari folklor. Dengan menggunakan teori strukturalisme Levi Strauss, kita bisa menelaah unsur-unsur apa saja dalam sebuah ritual dan apa yang melatarbelakanginya.

Unsur Religi

Dalam upacara adat Keboan Aliyan, terdapat kepercayaan bahwa jika tidak diselenggarakan maka akan mendatangkan bala atau musibah seperti penyakit, gagal panen dan kesengsaraan (Lestari et al., 2016). Pada cerita rakyat masyarakat Desa Aliyan, disebutkan bahwa Buyut Wongso Kenongo bertapa dan meminta wangsit kepada Yang Maha Kuasa. Ini menunjukkan bahwa di masa itu masyarakat sudah mempercayai adanya energi yang memiliki kendali atas fenomena-fenomena yang ada, yaitu Tuhan.

Unsur Ekonomi

Upacara adat Keboan Aliyan memberikan nilai ekonomis pada masyarakat Desa Aliyan dan pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Dengan dimasukkannya upacara adat Keboan Aliyan dalam event festival tahunan Banyuwangi, mengundang minat para wisatawan untuk menonton ritual ini secara langsung (Anoegrajekti et al., 2021). Pendapatan desa akan bertambah dengan pertukaran barang dan jasa yang ada.

Unsur Sosial

Buyut Wongso Kenongo sebagai tokoh penting dalam cerita rakyat Keboan Aliyan dianggap sebagai orang yang berilmu. Ini menunjukkan bahwa orang dengan kemampuan dan pengetahuan yang tinggi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar, menjadikan buyut Wongso Kenongo dianggap sebagai orang terhormat (Fatmawati, 2019). Ia memiliki status yang ditinggikan dalam tatanan sosial masyarakat desa Aliyan.

Unsur Budaya

Melestarikan upacara adat Keboan Aliyan yang merupakan hasil dari konsepsi pemikiran dan kegiatan masyarakat menjadikannya sesuatu yang penting. Masyarakat memuliakan hasil konsepsi tersebut dan menganggapnya bernilai. Maka dari itu mereka melestarikannya sebagai penghormatan kepada leluhur sekaligus tradisi yang mengangkat keguyuban warga (Lestari et al., 2016).

Referensi

Afiyanto, H., & Nurullita, H. (2018). Analisis Strukturalisme Lvi-Strauss dalam Cerita Rakyat Tundung Mediyun: Sebagai Alternatif Baru Sumber Sejarah. Jurnal Candrasangkala Pendidikan Sejarah, 4(2), 11. https://doi.org/10.30870/candrasangkala.v4i2.4631

Anoegrajekti, N., Macaryus, S., Asrumi, Zamroni, M., Bustami, A. L., Izzah, L., & Wirawan, R. (2021). Ritual Sebagai Ekosistem Budaya: Inovasi Pertunjukan Berbasis Ekonomi Kreatif. Panggung Jurnal Seni Budaya, 31(1), 21.

Fatmawati, R. A. J. (2019). MITOS DALAM UPACARA ADAT KEBOAN MASYARAKAT OSING DESA ALIYAN KABUPATEN BANYUWANGI. UNIVERSITAS JEMBER.

Lestari, T. D., Joni, I. D. A. S., & Purnawan, N. L. R. (2016). Makna Simbol Komunikasi Dalam Upacara Adat Keboan Di Desa Aliyan Kabupaten Banyuwangi. E-Jurnal Medium, 1(1), 1--11.

Oktavia, D. A. (2019). Bersih Desa "Keboan" Komunitas Using Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. ISTORIA: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sejarah, 15(2), 132--139. https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.25367

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun