1. Secangkir aku
Terlalu lama pergi
Menunggu dan aku tak kunjung dingin
Menghilang tak kembali
Di atas meja yang tak satupun angin
Kamu tidak mau mencobanya ketika hangat?
Aku hanya secangkir kopi
Yang ampasnya tak pernah turun ke bawah
Sehingga
Aku tak pernah pantas untuk di minum
Suguhan ini tak pernah diinginkan
Berapa kalipun airnya dididihkan
Wajahmu masih saja muram
Tentu saja dengan hatimu yang bungkam
Jakarta, 2023
2. Secangkir kamu
Berbahagialah meminumku, katamu
Ini berisi binar cahaya matamu
Dengan sedikit aroma diriku
Silahkan menyelam tanpa ragu
Secangkir dirimu saat pagi
Bibirku akan nyaman kian hari
Dengan secangkir dirimu
Rinduku terjaga dalam dekapanmu
Tidak ada kekurangan dalam secangkir dirimu
Aku ingin meminumnya lebih banyak lagi
Sampai ampas di dalamnya naik kembali
Sampai napas di dalamku terhembus pergi
2023
3. Pohon Tua
Hei dengar sini nak!
Awas ada aparat ngantuk yang doyan kopi
Kalau saja bisa memilih aku mau hidup di hutan tak bertuan
Lima tahun sekali
Batang tua ku jadi saksi
Tentang bagaimana dia dilubangi
Untuk kepentingan pribadi
Lima tahun sekali
Batang tua ku jadi saksi
Melihat tak ada yang berubah
Silih dan berganti
Batang tua ku makin berlubang
Oleh sisa kepemimpinan yang dibuang
Oleh tangan yang haus uang
Oleh poster caleg yang usang
Wahai badai yang anggung
Tolong rubuhkan sepantuk yang busuk itu
Aku muak!
Perkenankan dari batangku yang berlubang
Jakarta, 2023
4. Namaku luka
Tercipta dari goresan pisau bermata semu
Ditusuk dengan masif bagai peluru
Segala senjata menikam membabi buta
Lebih gila dari runcingnya sebuah kata
Aku luka yang tercipta dari doa para pendosa
Mencoba mengalir dan melambung kepadaNya
Diasah dengan penyesalan dan kecewa
Menjadi tajam menusuk lubuk mereka
Aku luka yang tercipa dari tangis seorang tua
Yang anaknya mengemis di pinggiran kota
Menciptakan air mata secepat peluru
Menunggu receh yang dilempar untuk sepasang sepatu
Aku luka yang sengaja diciptakan
Oleh bau amis sebuah kekuasaan
Aku akan segera hilang
Entah dipelihara atau dibuang
Bukan aku yang ingin sembuh
Tapi pada pemilik aku
2024
5. Lembaran ketakutan
Lembaran itu bercinta dengan tulisan
Dia masuk diam-diam dalam kegelapan
Padahal kertasnya putih menerawang
Merampas tinta dengan cahaya terang
Biarlah lembar yang bertumpuk itu bertengkar
Dalam benak yang terjebak begitu sukar
Buku itu tak pernah menjemput para pembaca
Dia hanya melempar keraguan kepada kita
Dia tak pernah peduli pada si baca
Biarlah kita membuka lembaran-lembaran, yang penuh dengan kenyataan
Pada akhirnya ketakutan itu mengusir kebodohan
Lalu tiap lembarnya mengucapkan "sama-sama"
Sesaat setelah kita mengucapkan "terima kasih"
Jakarta, 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI