Mohon tunggu...
Nafidz Muhamad
Nafidz Muhamad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir dari rahim Sastra, dibesarkan oleh fiksi romansa, diajarkan oleh bait puisi dan kata-kata. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, tergabung dalam Komunitas sastra Van Der Wijck. Mencintai tulisan berupa Sastra dan Opini, buku kesukaan Senja Di Jakarta karya Mochtar Lubis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Istirahat Menjemputku Pulang

13 Mei 2024   10:30 Diperbarui: 13 Mei 2024   10:32 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Istirahat Menjemputku Pulang

Karya; Nafidz.M.

            Sejengkal lagi kakiku memasuki kelas yang agak bising sedikit di telingaku, sesaat sebelum aku mengucapkan selamat pagi dengan lantang, kaki kananku masuk lebih dulu bersamaan dengan ucapan selamat pagi yang membuat bising kelas berubah menjadi ucapan “selamat pagi Pak”. Ketika aku tengah merapikan buku-buku Pelajaran dan lembaran absensi, cahaya dari jendela masuk menyapa buku-buku Pelajaran itu langsung di atas tumpukannya, ruang kelas begitu bersih apa adanya, meja dengan senang hati memangku tangan murid yang terlipat rapih di atasnya, kursi juga nampak senang dapat memangku tubuh mereka yang semangat belajar, papan tulis juga tak memalingkan wajahnya melihat murid  dengan wajah bahagia. Rasanya hari ini semua berbahagia, aku juga harus turut bahagia nampaknya.

            Muridku mulai mengangkat tangan setelah aku panggil satu persatu untuk mengisi kehadiran mereka, suara mereka sangat lantang ketika menjawab kehadiran, jelas bahwa dua puluh muridku hadir semua hari ini. Aku bangun dari kursi lusuhku dan beranjak menuju papan tulis yang tak sabar menunggu kedatanganku, dan sebuah kata mendarat di papan tulis itu lalu aku mengucapkan ulang apa yang aku tulis, “Cerita Pendek” ucapku perlahan tapi mengusir kesunyian sesaat, aku berusaha menjelaskan dengan lugas setidaknya dengan kata yang akan diterima oleh siswa dan siswi SMA seperti mereka. Sebagai guru yang baru mengajar dua bulan ini dan tentu status guru yang aku miliki masih honorer, aku harus mengajar dengan profesional untuk memberikan pemahaman yang baik pada muridku.

            “Silahkan buka buku paket kalian di halaman 50”, perintahku ditengah penjelasan untuk memberikan sebuah contoh dari cerita pendek, pada halaman tersebut terdapat sebuah cerpen yang berjudul Ikan Kaleng karya Eko Triono, kemudian aku memerintahkan mereka untuk membaca sejenak secara teliti cerpen tersebut. Selama mereka membaca dengan tenang, entah kenapa pikiranku menguasai diriku sendiri dan teringat hal-hal yang sebenarnya tak ingin aku pikirkan, “honorku untuk bulan ini mulai menipis dan kontrakan tempatku pulang sudah aku tunggak dua bulan, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus meminta dikirimkan uang oleh orang tuaku di kampung? Tapi malu rasanya, sedangkan aku sudah memiliki pekerjaan yang aku impikan ini, kenapa istirahat tak menjemputku pulang?” ucapku dalam diam, disaat semua murid sedang fokus membaca.

            Ditengah pikiranku yang berkecamuk itu, aku melanjutkan tugasku sebagai guru, “apa kalian bisa menyampaiakan ciri-ciri sebuah cerpen dari apa yang kalian baca?” tanyaku, beberapa murid mengangkat tangan dengan antusias, aku menunjuk salah satu dari mereka dan menjawab, “saya menyimpulkan bahwa cerita pendek memiliki sedikit tokoh dan alur cerita yang singkat.” Jawab Hamdi, salah seorang dari yang mengangkat tangan.

“tapi bukankah cerita pendek itu seharusnya pendek, tapi kenapa tulisannya begitu panjang”, lanjut Hamdi, semua yang mendengar pernyataan itu tertawa denga apa yang diucapkannya dengan nada bicara Hamdi yang lucu. Tetapi tidak denganku, aku malahan tidak mendengarkan apa yang dia sampaikan, pikiranku ternyata menutup suara yang keluar dari mulut Hamdi, ingin aku menyuruh untuk mngulanginya berbicara, berdosanya aku mengabaikan jawaban yang aku tanyakan sendiri, salahnya aku mengabaikan pertanyaan dari muridku yang tak mengerti. Namu aku diselamatkan dari rasa bersalahku oleh suara bel sekolah, itu menandakan jam Pelajaran pertama sudah usai, aku menghela napas sedikit dan merapikan barang-barangku yang kini sudah tak ada cahaya di atasnya.

            Hari ini jadwal mengajarku hanya 2 jam, dan Tersisa 1 jam lagi siang nanti di kelas XI, sisanya aku hanya menilai beberapa tugas murid dan Kembali bertarung dengan pikiranku sendiri, “masih muda musti semangat, nanti kalau mendekati pensiun amat rumit untuk mengajar. Apalagi kita tinggal di kota dengan tekanan yang kuat,” datang ucapan dari Pak Retno, salah satu guru senior yang sebentar lagi akan dijemput pensiun, dia guru yang idealis semenjak istrinya meninggal, dia menyerahkan seluruh bayaran mengajar untuk anak-anak di Panti asuhan.

Kalimatnya kuat melerai perkelahian pikiranku, “saya lihat, Pak Yono sering sekali pulang terlambat bahkan bisa sampai malam hari masih di sini, kantor ini terlalu nyaman untuk orang muda ya?” tanya Pak Retno kepadaku, aku sebentar melihat seluruh penjuru kantor guru itu sambil menjawap pertanyaannya, “sungguh nyaman tempat ini, sofa tempat kita duduk sekarang, rasanya lebih layak untuk tempat tidur jika dibandingkan dengan kasurku di kontrakan hahahaha,” jawabku dengan candaan yang membuatnya turut tertawa kecil. Sesaat kemudian suara tawa semakin kecil dan menghilang dari pendengaran, sekolah memang terlalu nyaman untukku, aku bisa sebentar untuk tidak memikirkan bebanku yang sesekali mampir untuk menjenguknya, dalam kesunyian sesaat itu aku bertanya, “Apa Pak Retno bisa membayangkan sesuatu?” tanyaku,

“jelas masih bisa, kadang aku juga suka menghayal sendirian,” jawabnya, aku mulai memberikan dia imajinasi untuk dibayangkan, “baiklah, bayangkan Pak Retno adalah seorang muda yang tidak punya pekerjaan tetap dan bapak tinggal di ruangan petak kecil yang sumpek, lalu uang sewanya belum bapak bayar selama lima bulan, dan itu mengancam bapak untuk diusir paksa oleh pemilik petak itu, apa yang akan bapak lakukan dalam keadaan itu?” hayalan dan pertanyaan itu membuatnya terdiam, sesaat setelah itu keluar kalimat dari mulutnya, “pasti aku akan berjalan menuju sekolahan terdekat, aku akan masuk kedalamnya dan mencari seorang guru senior, kemudian aku akan mengajaknya duduk dan mengobrol, setelah itu aku akan memintanya membayangkan hal yang sama dengan apa yang sedang terjadi padaku,” kalimat itu diakhiri oleh tawa yang lumayan menutupi suara detak jam dinding.

            Suara tawaku ikut menari bersama tawanya, saat itu aku paksa tawaku untuk Kembali masuk ke mulutku namun sulit rasanya, aku berdiri dengan keadaan masih tertawa kecil kemudian aku merapikan semua barang-barangku, berjalan aku sedikit cepat keluar dari kantor itu, sesaat aku merasakan kantor itu sudah tidak nyaman bagiku. “apa-apaan ini!bagaimana bisa aku terus bersembunyi dalam bayang-bayang kemalasan, dalam bayang-bayang untuk tidak melakukan apapun! Selama ini aku hanya berdiam menonton pertarungan antara diriku sendiri dan pikiranku, dan tanpa melakukan apapun!” ocehan itu keluar dengan suara yang amat kecil dan hanya bisa didengar oleh hatiku. Aku sedikit berlari menuju parkiran motor, aku masukkan batang kuncinya, dan pedal gas aku Tarik agak kencang menuju tempat pulangku, kontrakanku, tanpa memikirkan bahwa aku masih harus mengajar siang nanti.

            Sepanjang jalan menuju kontrakan aku memikirkan banyak hal, bagaimana aku bisa membayar tunggakan selama dua bulan ini, bagaimana honorku yang jauh dari cukup, apapun tentang itu aku tak akan melibatkan orang tuaku, biarlah mereka bekerja keras untuk hidup mereka sendiri, aku akan bertahan di sini, air ini memaksa untuk keluar dari mataku seolah dia tau aku Tengah bersedih, padahal besok adalah hari guru dan itu adalah hari milikku. Sampai aku di kontrakan sama seperti biasanya, si Ibu pemilik kontrakan selalu menungguku pulang dan menanyakan uang sewa, tapi sepertinya kali ini sabar sudah pergi dari dirinya, “Yono, kali ini sudah tidak ada alasan lagi,” katanya

“saya juga bingung harus berasalan apa lagi Bu, saya mengerti dan saya memohon sekali in...” Belum juga selesai aku berbicara, sambaran kata-katanya begitu cepat menghantam

“Tolong Yono, keluarga kami juga sedang susah dan anak kami butuh makan dan sekolah serta kebutuhan sehari-hari kami, kau tau kami sekeluarga hanya bisa hidup karena mengandalkan kontrakan ini saja, belum lagi dua tetanggamu itu juga lebih banyak telat bayar. Jika Desember nanti kamu tidak membayar tunggakanmu, lebih baik kau tidur saja di sekolahanmu yang nyaman itu.” Jelasnya dengan nada suara yang kasihan, seolah dia tak melihat kasihan yang ada didiriku juga, “terima kasih Bu.” Kesempatan ini sangat emas, aku hanya harus menunggu waktu sampai honorku diberikan.

            Masuk aku kedalam tempat pulangku, merebahkan tubuh sejenak lalu memutar lagu yang enak didengar, sebentar saja aku merasakan tentram dan damai, belum juga aku melepaskan pakaianku, Sepatu, dan tas yang masih aku pegang kuat. Ternyata waktu berlalu tanpa sadarku, aku terbangun dari rebah yang renyah ini kemudian merapihkan semua yang perlu dirapihkan, Kembali memikirkan keuanganku saat ini aku bahkan tak sempat untuk makan, aku hanya berharap besok aku menghilangkan bebanku sejenak untuk merayakan hari guru, dan hari pertama aku merayakan hari guru sebagai guru itu sendiri.

            Kelas yang sedikit tersenyum saat aku menyapanya, bendera melambai pada ketinggian tiangnya, akhir-akhir ini semua bahagia menyambut hari ini, hari guru. Beberapa murid memberikanku bingkisan berupa makanan, dan cemilan mereka amat senang denganku berbeda lagi ketika aku menjadi guru yang galak, sedih rasanya tidak ada murid yang mengucapkan selamat hari guru.

***

            “Sepertinya dia amat terbebani dengan pikirannya, dia lebih lama menghabiskan waktu di sekolah sebab dia ingin menghemat Listrik bulanan, dan makan gratis tiga kali di dapur sekolah, sungguh muda yang malang saat dia sesekali bercerita padaku,”

“Tapi bang, aku juga harus memenuhi kebutuhanku,” keluh Wati sang ibu Kontrakan.

“Tidak apa-apa, aku bisa membantu kebutuhanmu, suami, dan anak-anakmu walaupun sedikit, kita hidup untuk saling membantu, biarkan Yono tinggal lebih lama.” Pinta Pak Retno kepada adiknya itu.

***

            Pak Retno menceritakan semuanya di hari ini, bahwa dua hari lalu dia bertemu dengan adiknya yang merupakan Ibu Kontrakan tempat aku pulang dan tinggal, aku juga baru mengetahui bahwa mereka berdua seorang saudara, aku sungguh mengucapkan terima kasih kepada Pak Retno, berkat dirinya istirahat menjemputku pulang di hari perayaan guru ini, walau hanya sebentar ini adalah sebuah perayaan yang baik, pesta yang baik dalam pikiranku, perayaan hari guru pertama bagiku dengan menghilangkan sejenak permasalahanku, setelah perayaan ini aku akan Kembali bergelut dengan semuanya, dengan potongan uang Listrik, cicilan motor, tunggakan kontrakanku, dan semua yang menjadi tanggung jawabku, aku hanya sedikit merayakan, sebelum aku Kembali menjadi guru yang malang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun