" Lho, tidak hanya diisi tapi juga belajar puasa ya dek"
" Iya kak, hampir seisi rumah tidak puasa"
Annisa hanya termenung mendengar jawaban anak kecil itu. Anak itu kemudian lari menghampiri teman-temannya yang seolah menghindar , mereka menganggap yang tidak berpuasa tidak boleh berteman. Annisa dan kawan-kawannya mendekati mereka dan melemparkan tebak-tebakan dan humor sehingga anak-anak tertawa kembali.
      Terik siang pun tak bisa dihindari, sekumpulan mahasiswa pulang bersama, kecuali Annisa memilih jalan berbeda. Ia mengikuti anak kecil tersebut dan sampai di depan rumahnya. Terlihat seorang perempuan yang berdiri menyambutnya. Ia meminta sesuatu kepada anaknya. Annisa melihatnya dari kejauhan dan mencoba bercengkrama dengan warga sekitar. Ia mendapati bahwa keluarga yang sejak lama ia lihat, memang ada sedikit masalah.
      Terlihat perempuan itu keluar dan membawa piring yang akan dicucinya. Anaknya kemudian keluar dari dalam rumah dan bermain dengan kawan sebayanya. Tidak lama datanglah laki-laki yang merupakan pasangan perempuan tersebut datang dan membawa sekarung kecil pasir yang kemudian diberikan pada istrinya. Sejenak yang Annisa lihat, keluarga yang ada dihadapannya jauh dari kata buruk.
      Hampir setiap hari Annisa bertemu dengan anak kecil itu, berkali-kali pula temannya menjauhinya. Annisa dan kawan perempuannya berupaya mendamaikannya. Annisa iba dengan anak kecil itu. Hari dilalui tidak terasa , semua kawan-kawan Annisa merencanakan program akhir sebelum berpisah dengan warga. Mereka merencanakan melakukan perpisahan di musholla yang selama ini selalu menjadi tempat belajar mereka bersama anak-anak.
      Suatu senja , para warga berlarian menuju musholla. Annisa pikir hal yang wajar karena seperti yang ia lihat beberapa kali sebelum maghrib orang-orang berdatangan untuk sekedar takjil bersama di musholla. Namun, ia melihat sang ibu anak kecil itu berjalan sambil menangis dengan langkah berlawanan arah dengan didampingi beberapa warga. Annisa yang sedari tadi diam kemudian mengikuti arah para warga berjalan. Para warga sampai di depan rumah sang ibu, disana sudah ada kawan-kawan Annisa dan Rt setempat. Ibu itu terduduk dan menangis semakin menjadi-jadi sambil berteriak memanggil anaknya.
      Dari kejauhan warga yang datang dari arah musholla membawa anak kecil itu dengan berlumuran darah. Annisa hanya terdiam tidak tahu apa yang harus dilakukan. Beberapa warga mencoba menenangkan ibu itu. Beberapa dari mereka mendampingi, beberapa berangkat kembali ke musholla.
Setelah tarawih, para mahasiswi duduk bersama di kost.
" Sar, ada apaan sih?" Tanya Annisa.
" Bapaknya anak itu"