Mendengar hal itu semangat Adi mulai luntur, Doni memberikan semangat kepada teman karibnya itu. Ia ikuti saja keinginan kawannya.
Ia melanjutkan perjalanannya bersama Doni serta beberapa orang lainnya. Selama beberapa menit ia melanjutkan sampai peluh menetes di pipinya, matanya yang menatap ke depan tiba-tiba kabur. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Doni segera bergegas membantunya dan membawanya ke tempat peristirahatan terdekat.
"Hai, kamu gak papa kan? " Tanya seorang perempuan kepada Adi yang sudah siuman.
" Gak papa mbak, tadi kayaknya nggak lihat di rombongan tadi "
"Oh, kenalkan aku Dila , aku sengaja sama kawanku Sarah menunggu kamu disini"
"Terima kasih"
"Sama-sama, kebetulan aku dan temanku paham tentang kesehatan ,khawatir aja"
Dila menyodorkan makanan kepada Adi. Ia menolak dan meminta minuman yang sempat ia bawa di tas kecilnya untuk diambilkan . ia meminum air putih yang menyegarkan sambil mengistirahatkan badannya sambil melihat layar ponselnya yang tanpa ada pemberitahuan apapun. Ia segera berdiri dan melihat Doni bersiap-siap untuk pulang dan tersenyum melihat kawannya itu.
Ia kemudian menuliskan puisi pada kertas kecilnya...
"Mungkin sebaiknya  kini, aku biarkan rasa yang pernah ada begitu saja diterpa angin"
Setelah ia membuat tulisan itu, ia buat pesawat kertas dan menerbangkannya. Dari kejauhan terlihat senyum Dila dan Sarah mengajak Doni dan kawannya itu bergegas pulang. Doni menepuk punggung kawannya dan mengatakan untuk menjaga kesehatan sebelum benar-benar melakukan perjalanan jauh. Niatan Adi sebenarnya ingin meyakinkan dirinya sendiri, apakah benar seseorang yang dikenalnya sepintas tidak hanya menjadi pesawat kertas yang diterpa angin lalu hilang.Â