Mohon tunggu...
Nafiaturohmah
Nafiaturohmah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Abadi

Al-Faqiroh Ilaa Allah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membebaskan Kedua Orangtua dari Api Neraka

13 Maret 2021   10:25 Diperbarui: 13 Maret 2021   10:27 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Nafi'aturohmah*

Suatu hari Ibnu Qudamah ditanya oleh muridnya :"Wahai Imam, Apa bedanya orang sholih dan orang mushlih '?" Maka Ibnu Qudamah menjawab :"Orang sholih itu yang kebaikannya hanya akan kembali kepada dirinya sendiri. Adapun orang mushlih, maka kebaikan yang keluar dari tangannya, keluar dari kakinya, keluar dari mulutnya, keluar dari dirinya, kebaikan itu akan datang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.

Banyak sekali seorang muslim yang memiliki pribadi yang baik, melaksanakan shalat pada tepat waktu, rajin berpuasa, tidak pernah meninggalkan tahajjud, rutin menghadiri kajian, namun keluarganya jauh dari kata iman, sang ayah seorang penjudi sedangkan sang ibu sibuk berfoya--foya serta saudara--saudaranya terjerat dalam pergaulan bebas. Apakah titik masalah dari semua ini ?

Wajib kita ketahui bahwa tugas seorang muslim bukan hanya tentang menjadi pribadi yang baik yang bisa memenuhi keperluan rohaninya, namun juga bisa bermanfaat bagi orang--orang sekitarnya dan yang paling utama adalah mengajak keluarganya kepada kebaikan, menegakkan amr ma'ruf nahi mungkar diantara mereka, membangun lingkungan yang islami dan meningkatkan ketakwaan keluarga kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

 Karena hal tersebut, tidak cukup bagi seorang muslim menjadi sholih, namun juga harus bisa menjadi mushlih yang  bermanfaat bagi orang lain melalui dakwah. Seperti yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (Hadits Riwayat ath-Thabrani)

            Guna menjadi muslim yang mushlih, kita perlu berpikir lebih luas, kreatif dan produktif. Menjadi mushlih dengan menebarkan kebaikan dari setiap berbuatan, perkataan dan bahkan diam kita, menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menyebarkan islam kepada umat manusia seluruhnya. Dengan tuntutan menjadi seorang muslim yang mushlih, maka kita perlu berdakwah, menyampaikan, memperkenalkan dan mengajak umat manusia kepada ajaran islam, guna mewujudkan lingkungan yang islami dan membentuk masyarakat berkarakter Rabbani.

            Menjadi seorang yang mushlih merupakan suatu kemuliaan, namun setimpal dengan resikonya juga. Sehingga kita perlu melatih mental kita menjadi pribadi yang tangguh, pantang menyerah, dan siap menanggung resiko yang ada. Kemuliaan ini telah tertuang dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi :

"Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya." (Hadits Riwayat Muslim)

Pada zaman kita sekarang ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memudahkan kita dalam urusan dakwah dengan terbuka lebarnya sarana-sarana yang belum pernah ada dari sebelum--sebelumnya, dakwah tak lagi harus terikat jarak dan waktu dengan jumlah pendengar yang terbatas serta metode yang monoton. Dengan teknologi saat ini, dakwah bisa menjadi lebih bervarian dan fleksibel serta dapat di manfaatkan oleh umat manusia secara luas tanpa perlu terikat jarak dan waktu.        

Berdakwah sejatinya bukan sekedar cukup menjadi panitia kajian, aktif dalam organisasi keagamaan, rutin naik turun panggung dakwah serta ikut angkat bicara tentang agama, namun dakwah yang haqiqi adalah bagaimana kita mengajak orang-orang terdekat kita kepada islam tanpa perlu tuntutan dari ormas dan tanpa mengharapkan imbalan duniawi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

 

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" (Quran Surat asy-Syu'ara : 214)

Hukum berdakwah secara umum adalah fardu kifayah, namun hukum mendakwahi keluarga adalah fardhu 'ain. Maka prioritas kita dalam berdakwah bukan mereka yang hadir rutin dalam kajian kita, namun prioritas dakwah setiap muslim adalah keluarganya yang berada di rumah karena merekalah yang akan Allah Subhanahu Wa Ta'ala pertanyakan kepada kita di akhirat kelak, merekalah sejatinya tanggungan utama kita yang harus kita selamatkan dari api neraka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :    

" Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Quran Surat al-Tahrim: 6)

Termasuk dari berdakwah kepada keluarga adalah dakwah kepada orangtua. Dakwah kepada orangtua termasuk dari berbakti kepada mereka karena hal tersebut akan menyelamatkan mereka dari api neraka dan murka Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Saat mendakwahi orang tua, lebih baik kita menggunakan perkataan yang halus, mengajak mereka dengan santun dan menasehati mereka tanpa lupa akan kedudukan mereka, seperti yang di lakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam saat mendakwahi pamannya Ali bin Abi Thalib juga seperti yang di lakukan Ibrahim saat mendakwahi Ayahnya Azar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

''Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.''(Quran Surat al-A'nam : 108)

Allah juga sering menyandingkan hak Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan hak orangtua dalam firman-Nya, hal tersebut menandakan besar dan beratnya kewajiban ini di imbangi dengan besarnya pahala yang akan di dapat.

Luqmanul Hakim adalah sosok yang sangat memahami kewajiban ini. Sehingga, Luqmanul Hakim senantiasa menasehati anaknya untuk beriman kepada Allah dan menjauhi perbuatan syirik. Luqmanul Hakim juga mendidik anaknya untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia ,selalu bersabar, tidak sombong dan rendah hati. Nasehat--nasehat Luqmanul Hakim telah mencangkup banyak aspek, dari sisi aqidah, syari'at maupun akhlak, sehingga  Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengabadikan namanya di dalam Al--Quran sebagai seorang sholih yang menasehati anaknya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (Qur'an Surat luqman : 13)

Al--Qur'an juga telah menceritakan kepada kita bagaimana para rasul memprioritaskan dakwahnya kepada keluarga. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Nuh saat melihat istri dan putranya bernama Kan'aan sedang berkumpul bersama orang-orang kafir, dengan penuh harap, Nabi Nuh menyampaikan dakwahnya kepada mereka, memberikan nasehat serta senantiasa mengingatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, namun istri dan anaknya mengabaikan semua seruan-seruan tersebut sehingga termasuk dalam orang-orang kafir yang terkena azab.

Terdapat pula kisah Nabi Luth yang harus bersusah payah menyampaikan kebenaran terhadap istrinya, saat istrinya bernama Wa'ilah membantu kaumnya Sodom dalam perbuatan keji yaitu homo seksual, namun dakwah beliau tidak membuahkan hasil dan berujung dengan turunnya azab Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada Kaum Sodom dan istrinya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sang suri teladan, juga memprioritaskan kerabat saat berdakwah. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam resmi di angkat menjadi Rasul yang bertugas membawa risalah, orang pertama yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam seru adalah sang istri Khodijah, sehingga Khodijah menjadi wanita pertama yang memeluk islam, kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemeluk islam pertama dari kalangan anak--anak.

Pada saat berdakwah, tidak sepantasnya bagi kita untuk terlalu cepat menvonis orang tidak mengamalkan nasehat yang dia dapatkan, karena mungkin hidayah belum sampai kepada orang tersebut. Maka penting bagi kita memahami apa itu hidayah sehingga kita tidak termasuk dari kelompok yang berbicara tanpa ilmu.

Hidayah terbagi menjadi dua, yaitu hidayah irsyad dan hiyadah taufiq. Hidayah irsyad merupakan penjelasan dan keterangan tentang jalan yang baik dan jalan yang buruk, hidayah ini bukan berbentuk petunjuk dari Allah namun perintah Allah untuk berdakwah kepada umat manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

 

"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (Quran Surat al-Insan : 3).

Adapun hidayah taufiq merupakan hidayah yang berbentuk petunjuk dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam bentuk kelapangan hati untuk menerima kebenaran dan kemudahan dalam menjalankan ketaatan serta kewajiban. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

                                           

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk" 

(Quran Surat al-Qashash : 56).

Ayat di atas mengingatkan kita bahwa hidayah akan Allah Subhanahu Wa Ta'ala berikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Adapun tugas kita hanyalah menyampaikan, sedangkan timbal baliknya, apakah dakwah kita diterima dengan baik atau tidak, itu semua kembali ke tangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, karena hidayah berada di bawah kuasa-Nya.

*Mahasisiwi Semester 4 Prodi Komunikasi Penyiaran Islam STIBA Ar Raayah Sukabumi

 

Referensi 

Almanhaj, diakses pada rabu, 10 Maret 2021 pukul 10.30 WIB.

Alfurqon, diakses pada senin, 08 Maret 2021 pukul 21.00 WIB.

 Khoirummah, diakses pada selasa, 09 Maret 2021 pukul 21.00 WIB.

 Inilah, diakses pada rabu, 10 Maret 2021 pukul 20.00 WIB.

Islamweb, diakses pada jum'at, 12 Maret 2021 WIB.

 Muslim, diakses pada selasa, 09 Maret 2021 pukul 22.00 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun