Mohon tunggu...
Nafiatul munawaroh
Nafiatul munawaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - seseorang yang ingin belajar banyak hal

Allah Bersama Mahasiswa Semester 6

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menyelami Sistem Moneter Eropa dan Wacana Mata Uang Tunggal ASEAN: Perbandingan, Tantangan, dan Prospek

6 Maret 2024   21:40 Diperbarui: 6 Maret 2024   21:48 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://178.248.238.87/blog/analysts-opinions/analisis-spot-emas-xauusd-18661836-atau-2023-pada-tahun-2023/

Seiring dengan globalisasi ekonomi yang semakin berkembang, integrasi ekonomi antar negara menjadi semakin penting. Dalam upaya mencapai integrasi tersebut, pendekatan sistem moneter regional menjadi salah satu strategi yang sering diadopsi. Dua contoh yang menonjol dalam hal ini adalah Sistem Moneter Eropa (EMS) dan wacana tentang mata uang tunggal ASEAN. Disini akan mengetahui eksplorasi sejarah, tujuan, kondisi/penerapan, serta tantangan yang dihadapi oleh kedua sistem moneter tersebut.

1. Sistem Moneter Eropa: Sejarah dan Tujuan

Sistem Moneter Eropa (European Monetary System, EMS) adalah sebuah kesepakatan di antara sejumlah negara Eropa Barat untuk menjaga nilai mata uang mereka tetap stabil dengan kurs yang ditetapkan. Dalam kerangka EMS, negara-negara tersebut sepakat untuk mempertahankan nilai mata uang mereka dalam kisaran tertentu dalam hubungan satu sama lain. Sistem ini memiliki fleksibilitas dalam mengubah kurs jika ada negara yang mengalami kelemahan dan pemerintahnya tidak dapat atau enggan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi tersebut.

Sistem Moneter Eropa (European Monetary System, EMS) didirikan pada tahun 1979 sebagai langkah menuju integrasi ekonomi lebih lanjut di antara negara-negara Eropa. Sistem ini berfungsi untuk mengatur hubungan antar mata uang dan mengurangi fluktuasi nilai tukar antara negara-negara anggota. Pada awal-awal pendirian Sistem Moneter Eropa (EMS), terjadi ketidakseimbangan nilai mata uang antara negara-negara anggota dan penyesuaian dilakukan untuk meningkatkan nilai mata uang yang lebih kuat dan menurunkan mata uang yang lebih lemah. Mulai tahun 1986, perubahan suku bunga nasional digunakan secara khusus untuk menjaga agar semua mata uang tetap stabil.

Namun, pada awal tahun 1990-an, Sistem Moneter Eropa (EMS) menghadapi krisis baru. Kondisi ekonomi dan politik yang berbeda di negara-negara anggota, terutama reunifikasi Jerman, menyebabkan Inggris secara permanen keluar dari Sistem Moneter Eropa (EMS) pada tahun 1992. Meskipun demikian, upaya untuk membentuk mata uang bersama dan memperkuat aliansi ekonomi yang lebih besar terus dilakukan.

Pada tahun 1993, sebagian besar anggota Komunitas Eropa (EC) menandatangani Perjanjian Maastricht yang membentuk Uni Eropa (EU). Setahun kemudian, Uni Eropa mendirikan Institut Moneter Eropa, yang kemudian berkembang menjadi Bank Sentral Eropa (ECB).

Pada awal tahun 1999, semua negara anggota Uni Eropa secara resmi mengadopsi mata uang tunggal, yaitu euro. Dengan munculnya euro pada tahun 1999, Sistem Moneter Eropa (EMS) mengalami perubahan, meskipun mekanisme ERM (Exchange Rate Mechanism) tetap beroperasi.

Koin dan uang kertas euro mulai beredar pada bulan Januari 2002, dan dua bulan kemudian mata uang lokal tidak lagi diterima sebagai alat pembayaran yang sah. 

Tujuan utama dari EMS adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi di Eropa dengan mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar yang merugikan bagi perdagangan dan investasi. Selain itu, EMS juga bertujuan untuk memfasilitasi proses integrasi ekonomi yang lebih dalam di antara negara-negara Eropa.

2. Sistem Moneter Eropa: Kondisi dan Penerapan

EMS mencakup berbagai instrumen kebijakan, termasuk European Exchange Rate Mechanism (ERM) yang mengatur fluktuasi nilai tukar antara mata uang Eropa, serta European Currency Unit (ECU) sebagai satuan mata uang bersama untuk transaksi internasional.

Penerapan EMS melibatkan koordinasi kebijakan moneter antara bank sentral negara-negara anggota, serta keterlibatan dalam praktik intervensi pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang. Namun, meskipun memiliki struktur yang kuat, EMS menghadapi tantangan serius terutama dalam menghadapi krisis keuangan, seperti yang terjadi pada awal tahun 1990-an dan krisis keuangan global tahun 2008.

3. Wacana Mata Uang Tunggal ASEAN: Sejarah dan Tujuan

Wacana tentang mata uang tunggal ASEAN telah muncul sebagai langkah berikutnya dalam integrasi ekonomi di Asia Tenggara. Meskipun belum diimplementasikan sepenuhnya, ide ini telah menjadi topik diskusi di antara negara-negara anggota ASEAN. Tujuan utama dari mata uang tunggal ASEAN adalah untuk meningkatkan integrasi ekonomi di wilayah tersebut, meningkatkan stabilitas keuangan, serta memperkuat posisi ASEAN dalam ekonomi global. Dengan mata uang tunggal, diharapkan akan lebih mudah bagi negara-negara ASEAN untuk melakukan perdagangan dan investasi antar negara anggota.

Terdapat keinginan yang kuat untuk mengadopsi mata uang tunggal ASEAN, namun banyak tantangan yang perlu diatasi sebelum implementasinya dapat direalisasikan. Tantangan utama termasuk perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara negara-negara anggota, perbedaan dalam kebijakan moneter dan fiskal, serta ketidakpastian politik di beberapa negara anggota. Dan juga ketidaksiapan negara-negara anggota ASEAN membentuk mata uang tunggal di kawasan karena belum terdapat kedekatan nilai tukar bilateral yang memadai dan kurangnya sinkronisasi siklus bisnis di antara negara-negara tersebut. Sebagai alternatif, melalui pemilihan beberapa mata uang yang dapat dijadikan acuan dalam kawasan ASEAN, mata uang Dolar Singapura (SGD) telah terbukti memberikan dampak yang signifikan pada hampir semua mata uang anggota ASEAN dibandingkan dengan mata uang alternatif lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa jika mata uang ASEAN dikaitkan dengan SGD, hal tersebut akan berdampak pada apresiasi dan stabilitas mata uang di kawasan.

Meskipun ada tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura, yang saat ini memenuhi kriteria untuk membentuk mata uang tunggal, proses tersebut memerlukan waktu dan komitmen yang kuat dari semua negara anggota ASEAN. Tantangan dalam pembentukan mata uang tunggal ASEAN adalah kesulitan mengintegrasikan ekonomi antara negara-negara ASEAN yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Selain itu, perlu juga dicatat bahwa keberhasilan mata uang tunggal ASEAN akan sangat bergantung pada kemauan politik dari negara-negara anggota untuk meninggalkan kedaulatan dalam kebijakan moneter mereka sendiri demi kepentingan bersama. 

4. Keterkaitannya antara European Monetary System (EMS) dengan Wacana Mata Uang ASEAN 

Sistem Moneter Eropa (EMS) dan wacana tentang mata uang unggul ASEAN memiliki beberapa keterkaitan, meskipun terdapat perbedaan antara kedua inisiatif tersebut.

Pertama, kedua inisiatif tersebut bertujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi antara negara-negara anggota. Dalam kasus EMS, pembentukan mata uang tunggal, yaitu euro, dimaksudkan untuk menciptakan ikatan ekonomi yang lebih erat antara negara-negara anggota Uni Eropa. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas dan efisiensi dalam perdagangan dan keuangan di kawasan tersebut. Demikian pula, wacana mata uang unggul ASEAN bertujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN, dengan harapan menciptakan lingkungan keuangan yang lebih terintegrasi dan stabil di kawasan.

Kedua, baik EMS maupun wacana mata uang unggul ASEAN menghadapi tantangan dalam mengatasi perbedaan ekonomi dan keuangan antara negara-negara anggota. Dalam kasus EMS, perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi, stabilitas keuangan, dan kebijakan moneter antara negara-negara anggota menjadi tantangan dalam mencapai konvergensi yang diperlukan untuk pembentukan mata uang tunggal. Hal yang sama berlaku untuk wacana mata uang unggul ASEAN, di mana perbedaan dalam ukuran ekonomi, stabilitas keuangan, dan kebijakan moneter antara negara-negara anggota menjadi faktor yang mempengaruhi kesiapan dan kemampuan untuk membentuk mata uang tunggal.

Namun, perlu dicatat bahwa saat ini wacana tentang mata uang unggul ASEAN masih dalam tahap awal dan belum mencapai tingkat konkrit seperti yang terjadi dalam pembentukan euro. Di samping itu, ASEAN juga memiliki tantangan tambahan dalam menghadapi keragaman budaya, politik, dan hukum yang lebih besar di antara negara-negara anggota, dibandingkan dengan Uni Eropa.

Meskipun terdapat keterkaitan antara Sistem Moneter Eropa dan wacana mata uang unggul ASEAN dalam upaya meningkatkan integrasi ekonomi dan keuangan di kawasan, terdapat perbedaan dalam konteks, tahapan, dan tantangan yang dihadapi oleh kedua inisiatif tersebut.

Kesimpulan

Sistem Moneter Eropa dan wacana tentang mata uang tunggal ASEAN merupakan dua contoh penting dari upaya integrasi ekonomi regional. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang serupa dalam menciptakan stabilitas ekonomi dan memfasilitasi perdagangan dan investasi, tantangan yang dihadapi oleh keduanya menunjukkan kompleksitas yang terlibat dalam mengimplementasikan sistem moneter regional. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang sejarah, tujuan, kondisi, dan tantangan yang terlibat dalam kedua sistem ini sangat penting bagi keberhasilan integrasi ekonomi di tingkat regional.

Cholifah, N., & Wahyuningsih, D. (2020). Pembentukan Mata Uang Tunggal Kawasan ASEAN. e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 7(2), 152-158.

Endang Rostiana, S. E. (2020). Ekonomi Moneter Internasional. CV Cendekia Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun