Mohon tunggu...
Muhammad Nafi
Muhammad Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Biodata Penulis

Muhammad Nafi, Mahasiswa program doktoral (S3) jurusan Ilmu Syariah di UIN Antasari.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Zona Nyaman dan Perubahan Kinerja di Peradilan

16 Oktober 2020   19:51 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:58 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Zona Nyaman? Dua kalimat ini saya acap kali mendengarnya. Baik yang bersifat kritikan maupun yang sifatnya menampakan kebahagiaan. Sebenarnya saya tidak terlalu perduli dengan idiom tersebut. Zona Nyaman memang cita-cita bagi semua orang bukan? Begitu gelitik hati saya. Ya... yang namanya zona kan artinya wilayah atau daerah yang dibatasi dan isinya adalah kenyamanan. Pikiran saya ya.... Pastilah semua orang pengen dan senang dalam zona itu. Hingga akhirnya idiom itu terkubur dan bahkan "pernah" menjadi cita-cita saya dalam kehidupan ini.

Namun, saat saya membaca sebuah tulisan dalam podcast dari Pak Sekjen Badilag, Drs. Arief Hidayat, S.H., MM., tentang Berani Keluar Dari Zona Nyaman. Lha, saya mikir, kok malah keluar dari Zona Nyaman sih, bukannya lebih enakan hidup dan bekerja di Zona Nyaman, kan enak. Dari rasa penasaran ini, saya coba telusuri tentang teori-teori tentang Zona Nyaman, saya coba cari lewat google.scholar dan libgen.io, saya dapatkan banyak pengetahuan baru yang ternyata membantah simpulan saya tentang Zona Nyaman.

Ya, teman-teman pembaca mungkin bertanya, kenapa kenal Pak Sekjen Badilag lewat tulisan-tulisan dan quote-quote beliau. Ya, pertama saya, adalah ASN di Pengadilan Agama Kotabaru, bagian dari Badan Peradilan Agama lah, sehingga setiap jangka waktu tertentu saya mesti mencari info siapa pimpinan-pimpinan Eselon I, II, III, dan IV di Badilag, biar kalau ada sidak (inspeksi mendadak) kan saya tahu siapa yang datang. Hehehehe.

Kedua, saya tertarik ikut Webinar Majalah Badilag di satu waktu dahulu. Tujuan saya sih, pengen nimba ilmu dari para expert, yang saya tahu ada Bro Dr. (Cand) H. Edi Hudiata, Lc., M.H., sosok ganteng yang lancar bilingualnya, saya kenal beliau ini saat masih ngantor sama-sama di Pengadilan Agama Marabahan.

Saya masih ingat, transkrip nilai S2 Ilmu Hukum nya dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, nyaris sempurna, dengan IPK 3,9 (kalau tidak salah ingat). Itu adalah sebuah pembuktian bahwa IQ beliau memang tidak diragukan lagi. Waduh.... Kalau cerita beliau neh, bisa satu buku otobiografi selesai. Pokoknya luar biasa, dech.

Lalu ada Dr. Sugiri Permana, S.Ag, M.H., sosok intelektual ini, pernah memimpin Pengadilan Agama Martapura, dengan sejarah pencapaian prestasi yang luar biasa. Bukti keintelektualannya pun tidak diragukan lagi, jurnal-jurnal Sinta 1 pun tidak mampu menolak isu-isu hangat yang menjadi manuskrip jurnal yang diajukan. Buku-bukunya pun masing bisa kita nikmati, tentunya yang terbaru adalah Editor sebuah buku tentang Hukum Acara terbaru, ya Hukum Acara Elektronik di Pengadilan Agama yang ditulis oleh Pak Dirjen Badilag (Dr. Drs. Aco Nur, S.H., M.H.) dan Dr. Amam Fakhrur. Beliau saat ini diamanahi tugas untuk memimpin Pengadilan Agama Gresik (2020) setelah sebelumnya memimpin Pengadilan Agama Kabupaten Malang, yang terkenal dengan tingginya jumlah perkara. Meskipun demikian saya kagum dengan teknik kepemimpinan beliau, luar biasa Ing Ngarso Sung Tulodo ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.

Tentu banyak lagi penulis-penulis luar biasa, seperti M. Isna Wahyudi, M. Nastsir Asnawi, Zainal Fanani, Abdul Halim, A. Fauzi, dan lain-lain, yang mungkin mereka pun tidak pernah mengenal saya. Namun saya menikmati tulisan-tulisan beliau.

Selanjutnya, karena webinar tersebut juga, akhirnya saya dimasukan dalam grup WA Webinar Majalah Badilag, yang disana terkumpul penulis-penulis luar biasa. Tulisan-tulisan yang dishare di group tersebut berkenaan dengan kinerja, hukum, dan lain-lain. Meskipun tidak difokuskan dalam satu focus permasalahan, namun tetap menunjukkan kualitas penulisnya.

Sebenarnya saya mau nyoba nulis, namun saya tahu kualitas saya ada dimana (jar urang banjar: Tahu ja maqam saurang tu dimana), hihii... minder lah, pestinya, karena penulis-penulisnya rata-rata berprofesi sebagai hakim yang tentu memiliki daya analisis yang luar biasa, apalagi ditunjak oleh pendidikan akademis yang sudah sampai pada puncaknya. Hal ini membuat saya minder untuk share tulisan, hehehe. Namun akhirnya saya berani nulis bebas, di akun blog Kompas ini.... Ya paling tidak mengasah kembali "jurus" menulis bebas yang pernah saya pelajari.

Trik untuk bisa menulis ya menulis itu sendiri, tulis dan tulis serta terus tulis. Meskipun suatu hari bila melihat dan membaca kembali isi tulisan, kemungkinan besar akan tertawa, dan menyesal kenapa tidak begini dan begini, andai kutambah ini disini tentu lebih bagus dan lain sebagainya. Pepatah Arab bilang, idza tamma al-Amru bada'a Naqsuhu (Jika sesuatu itu sudah dianggap selesai, maka akan terlihat kekurangannya). Maka hati saya, berani.... AYOOO NULIS....

Ketiga, saya dimasukin dalam Group WA lagi yang dimotori oleh Pak Sekditjen Badilag, namanya Forum BKDZN (Berani Keluar Dari Zona Nyaman). Dari sinilah saya kembali mencoba memahami apa sih BKDZN tersebut. Tulisan dan quote-qoute dari pak Sekditjen, menggugah saya untuk lebih banyak tahu apa itu Zona Nyaman dan kenapa harus Berani Keluar Dari Zona Nyaman? Akhirnya saya berselancar di dunia maya, dan saya dapatkan jawaban-jawabannya. Pertama, teori ini mematahkan pemahaman saya tentang Zona Nyaman di sebuah lingkungan pekerjaan.

Dalam sebuah webinar tentang BKDZN ini, Elvin Nailana menyebutkan bahwa kenapa harus keluar dari zona nyaman? Ada 3 (tiga) alasannya, pertama Supaya menjadi orang yang open-minded, kedua Biar lebih tahan banting, amit-amit kalau ada masalah, ketiga Untuk menginspirasi orang lain.

Ada beberapa alasan mengapa orang sulit untuk meninggalkan zona nyaman, menurut Elvin dikarenakan "untuk keluar dari zona nyaman dibutuhkah pikiran optimis tinggi dimana bisa memicu keberanian seseorang untuk melakukannya. Maka dari itu, bagi orang yang enggan keluar dari zona nyamannya, maka bisa dipastikan orang tersebut cukup pesimis dalam melakukan sesuatu.

Sifat pesimis ini menimbulkan banyak keraguan bahkan ketakutan untuk melihat dunia dengan berbagai sudut pandang" tegasnya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena ada beberapa faktor, yaitu 1) Tidak siap menghadapi perubahan, 2) Bukan seorang fast learner, 3) Tidak memiliki rencana dan 4) Pasrah dengan iming imingan ingin bersyukur. (lihat https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-peradilan-agama/berita-daerah/bincang-santai-bersama-sekretaris-ditjen-badilag-keep-spirit-berani-keluar-dari-zona-nyaman-11-8).

Pada kesempatan tersebut juga, pak Setdirjen Badilag, pak Arief menekankan bahwa:

  1. Merasa puas berada di zona nyaman, perlahan-lahan akan membunuh potensi kreatifitas yang kita miliki.
  2. Jangan bangga ketika anda mendapat pujian apalagi memintanya, karena akan membuat anda angkuh. sebaliknya, anda harus sedih ketika tidak ada yang mengingatkan kekurangan anda, karena anda tidak pernah berupaya memperbaiki diri.
  3. Jangan pernah memikirkan orang yang tidak suka, karena energi produktif kita akan melemah.
  4. Kecewa berkepanjangan adalah ketidakmampuan kita berprasangka baik kepada sang pencipta.
  5. Hal terkecil yang sering dilupakan dalam berinteraksi adalah mulai dengan ucapan minta tolong dan berterima kasih setelahnya.
  6. Pelayanan yang berdasarkan pada perspektif diri sendiri dan perspektif yang dilayani adalah makna dari pelayanan dari hati.

Dari pernyataan tersebut di atas, saya sebagai ASN di Pengadilan Agama Kotabaru, menyadari betapa saya mesti bersyukur, berintegritas, dan berani mengambil tindakan untuk membuat satuan kerja dimana saya bekerja sebagai satuan kerja yang excellent dalam pelayanan kepada masyarakat.

Terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, namun wujud nyata dari penggalian potensi diri yang ada pada saya harus segera saya wujudkan. Saya bisa membantu dengan menggunakan inovasi-inovasi pemikiran yang dapat dituangkan dalam aplikasi-aplikasi, perubahan budaya kerja, dan selainnya telah semaksimal mungkin saya usahakan.

Merasa puas dengan zona nyaman, ya... misalnya saya sebagai Panitera Muda Permohonan, hanya berhenti dengan tupoksi saja, tidak mau berkarya dan bergerak untuk membantu dalam proses pembangunan Zona Integritas, maka hal tersebut bukan hal yang baik menurut konsep BKDZN. Ya, karena sebagai panitera muda, saya cukup mengerjakan apa yang menjadi tugas saya, selebihnya bodo amat lah, mungkin demikian godaan-godaan hati saya, ingin dalam zona nyaman itu. Namun kembali membaca teori-teori tentang Keluar dari Zona Nyaman dari beberapa ahli, juga yang telah dikembangkan oleh Pak Setditjen Badilag, membuat saya terbangun dari mimpi semu pemahaman saya tentang Zona Nyaman.

Ya, akhirnya saya sadari bahwa Zona nyaman memang membunuh kreatifitas saya. Yak arena saya yakin saya punya potensi untuk menelurkan ide-ide untuk kemajuan satuan kerja, lalu kenapa saya terpaku dan terlena dalam fatamorgana Zona Nyaman yang telah salah saya fahami. 

Tidak dipungkiri bahwa sering kali saya mendengar, kritikan-kritikan dari teman-teman tentang upaya saya ikut andil dalam pembangunan Zona Integritas dan APM yang menjadi cita-cita dari Pengadilan Agama Kotabaru, dengan memberikan stigma negative kepada saya. Anggapan saya terlalu melebar dan berbuat yang sia-sia untuk karir saya.

Menurut sebagian mereka, bahwa kamu berjuang orang yang menikmati hasilnya. Bila menuruti hati busuk, maka saya akan membenarkan "teori" yang mereka luncurkan. Namun teori baru yang saya baca membuat saya bangun dan menepis teori tersebut, dan kembali menghubungkan dengan konsep-konsep syariat, hakikat yang pernah saya pelajari. Bagi saya, berbuat baik adalah sarana mendapatkan ridho Ilahi, apapun itu. Benar kata pak Sesditjen, manakala menjelaskan tentang Pembangunan Zona Integritas, bukan Formalitas Tetapi Totalitas. Manakala saya membaca tulisan beliau ini, saya serasa mendapatkan kembali pelajaran-pelajaran syariat khususnya fikih tasawuf masa-masa belajar di pondok dahulu.

Ya, memang selama saya berkerja di Pengadilan Agama Kotabaru, kering akan siraman ruhani, meskipun dapat siraman materi yang cukup "melimpah". Menurut beliau: Zona integritas tidak lahir dari ruang kosong. ZI hadir untuk mewujudkan reformasi birokrasi. ZI merupakan cara strategis yang ditempuh. Tingginya ekspektasi masyarakat akan terwujudnya birokrasi yang transparan, akuntabel, bebas praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), diskriminasi dan lemahnya pengawasan.

ZI membuka kran untuk melakukan reformasi birokrasi. Guna menghilangkan perilaku penyimpangan aparatur dalam bekerja. Reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk melakukan penataan sistem penyelenggaraan pemerintah yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan professional.

Sementara mengenai Zona Integritas, menurut alumnus Pasca sarjana Universitas Bandar Lampung ini, keberhasilan dari zona integritas dapat diukur dari 3 hal. Pertama, tidak ada keluhan dari stakeholders (internal dan eksternal). "jika di kantor itu ada aparatur yang masih mengeluhkan AC-nya panas, komputer atau laptop sering mati dan lambat diperbaiki, gaji orang terlambat, hal itu menunjukkan bahwa kantor tersebut gagal dalam mewujudkan zona integritas". Tuturnya. "demikian pula apabila tamu Pengadilan menemukan WC bau dan kotor dan masih ada praktek-praktek pungli, jangan bicara lagi zona integritas". Tambahnya. Kedua, perubahan budaya kerja.

Dalam budaya kerja ada istilah bad service, good service dan service excellent. Dari ketiga item ini, yang paling sempurna adalah service excellent.

"Service excellent adalah ketika seseorang tidak terlalu mempertanyakan hak-haknya dan yang lebih dipentingkan adalah penunaian kewajiban dan memberikan pelayanan terbaik kepada stake holders". Ungkap Pak Arief.

Ketiga, perubahan sikap dan prilaku. Dalam zona integritas, dituntut ada perubahan kinerja dan attitude dari aparatur. Jika sebelumnya bertindak masa bodoh dan sering meninggalkan pekerjaan dan kantor tanpa ada alasan yang dilegalkan serta membiarkan ruang kerjanya tidak rapi, sejatinya dia belum mewujudkan zona integritas. Oleh karena itu menurut Pria kelahiran Kotabumi ini, salah satu cara termudah adalah buat kata-kata yang menggugah bagi siapapun yang membacanya dan sertakan dengan gambar-gambar karikatur atau kartun yang disukai.

"Jika ada yang merasa tersinggung dengan tulisan-tulisan tersebut, maka dapat dipastikan dia adalah suspectnya atau yang dituju oleh tulisan itu". Pungkasnya. (Sumber)

Dalam isi artikelnya, ada yang membuat saya menyenangi tulisan-tulisan beliau, adalah memulai kerja dengan basmalah. Beliau menyatakan bahwa kegiatan yang dituju dengan basmalah dan hamdalah bertujuan untuk mendapatkan berkah dan mudah. Kemudian yang lebih penting sebagai perwujudan nilai keintegritasan adalah menyertakan Allah dalam setiap aktifitas. Menurut saya, hal ini cukup membantu saya menghentikan penyimpangan pemahaman saya tentang Zona Nyaman, dan saatnya Berani Keluar dari Zona Nyaman untuk mengimplementasikan Delapan Nilai Mahkamah Agung dalam upaya mewujudkan Badan Peradilan yang Agung;

Tulisan ini akan sangat panjang bila saya harus mensyarahkan tulisan dari pak Sesditjen tersebut, namun simpulannya adalah bagaimana saya mampu berbuat dan melintasi Zona Nyaman menuju Optimal Performance Zone, namun juga memperhatikan DANGER ZONE.

: :

 Tulisan ini berhenti sampai disini, bukan karena pembahasannya telah habis, namun blog saya "tidak menerima" artikel terlalu panjang. Mungkin suatu nanti saya akan menulis tentang syarah dari tulisan-tulisan menarik tentang BKDZN.

"Comfort is your biggest trap and coming out of comfort zone your biggest challenge." (Manoj Arora)

"Life always begins with one step outside of your comfort zone."
(Shannon L. Alder)

Then immediately adapt to the uncomfortable zone, so you can succeed (BKDZN) (Arief Hidayat)

Okeylah, temen-teman pembaca, memang sudah lama saya tidak menulis di blog ini, mungkin tulisan-tulisan saya, kata perkata, kalimat perkalimatnya menunjukkan ketidakkonsistenan saya dalam penulisan. (mirip kartun Naruto, sering flash back, untuk mengulang cerita... hehehe).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun