Aku mengangguk dan balas tersenyum.
"Boleh tau kenapa nangis?" tanyanya.
"Kangen."
Suaraku serak. Rasanya ingin menangis lagi. Ia menunjuk dirinya, memastikan bahwa yang kukangeni adalah dia, aku mengangguk. Mataku kembali berkaca-kaca, tapi kutahan karena kepalaku mulai pusing akibat tangisan hebat tadi. Direngkuhnya tubuhku perlahan. Aku memejam, menghirup aroma tubuhnya membuatku tenang dan aman.
Aku tidak mengerti mengapa aku begitu merindukan pria yang saat ini memelukku, padahal aku saja tidak ingat siapa dia. Yang kuyakini dengan pasti adalah kami telah lama memiliki perasaan yang sama. Perasaan saling mencinta.
Angin berembus pelan. Mataku terbuka. Namun, bukan pemandangan taman penuh pot tanaman hias yang kulihat, melainkan langit-langit lusuh berwarna cokelat. Bukan pria berkacamata yang kupeluk, melainkan guling bersarung Hello Kitty yang sudah buluk. Apa ini? Yang tadi itu mimpi?
Aku beranjak duduk. Tampak lingkaran lebar lembab pada bantal yang kutiduri. Rambut pendekku berantakan. Wajahku lengket. Kurasakan bulu mataku sedikit basah. Aku benar-benar menangis. Kuingat kembali sentuhan pria itu pada pipiku, suaranya, rengkuhannya, bahkan aroma tubuhnya masih jelas tercetak dalam kepala. Apa bisa mimpi terasa sebegitu nyata?
Kupalingkan pandangan ke jam dinding, pukul setengah tujuh pagi. Terseret kembali ke realita, aku ingat harus bersiap ke kampus secepatnya. Ini hari pertama masa penerimaan mahasiswa baru. Aku tidak boleh datang terlambat jika tidak ingin dihukum oleh kakak senior pendamping kelompokku.
Singkat cerita, ospek berjalan lancar. Meski melelahkan, kegiatan tadi benar-benar mengalihkan pikiranku dari mimpi pria berkacamata. Menumpang salah satu teman baru yang membawa motor, aku tiba di rumah kos yang kutinggali dengan selamat. Tertatih-tatih kuseret kaki pegalku menuju kamar. Kulempar asal tas ke sembarang arah lalu kurebahkan tubuh ke ranjang. Bergelung di kasur empuk yang nyaman, tak terasa mataku terpejam dan kesadaranku melayang.
Tidak. Aku harus mengerjakan tugas esai yang harus dikumpulkan besok. Kupaksa mataku terbuka. Namun, bukannya berada dalam kamar kosku yang berantakan, aku terbangun di teras rumah dengan pot-pot tanaman hias di halaman. Aku mendongak, terlihat pria berkacamata memegang buku dengan satu tangan, wajahnya serius membaca. Satu tangan lainnya mengelus kepalaku yang bertumpu di atas kakinya. Aku kembali lagi ke tempat ini.
Menyadari pergerakanku, ia menunduk lalu tersenyum.