oleh: Ummu Zahrotun Nadzifah 12410031
Pendahuluan
Mengenai pendidikan anak berbakat atau disebut juga sebagai anak dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa, dinyatakan dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan demokrasi bidang pendidikan bahwa anak berbakat intelektual memerlukan pelayanan pendidikan khusus karena mereka mempunyai karakteristik yang berbeda dengan anak normal, agar bakat dan kemampuan mereka optimal sehingga berguna bagi mereka sendiri, masyarakat, dan negara/bangsa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Munandar (2012) bahwa setiap anak berbeda-beda dalam bakat, minat, dan kemampuan, maka implikasinya ialah bahwa perlakuan pendidikan perlu disesuaikan dengan potensi setiap peserta didik.
Anak-anak berbakat intelektual merupakan pemimpin masa depan yang harus disiapkan dengan baik melalui pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan tingkat kemampuan berfikirnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yohanes Surya (2006) yang menyatakan pentingnya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat agar mereka dapat mengembangkan kemampuan dan ilmunya sehingga dapat melakukan inovasi-inovasi untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Dengan kata lain anak-anak berbakat harus mendapat pelayanan yang berbeda dengan siswa normal agar kemampuan berfikirnya bisa optimal, sehingga nantinya menjadi manusia yang unggul yang dapat berperan dalam pembangunan Indonesia menjadi negara maju dan dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya.
Dewasa ini, di Indonesia banyak sekali berdiri sekolah dengan tambahan label “unggulan”. Brand mereka adalah dengan menyediakan kelas unggulan. Kelas ini dikhususkan bagi anak berbakat akademik, yang tentunya berbeda dengan anak normal. Kelas ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang serba lengkap, karena tujuannya adalah menciptakan proses pembelajaran yang cepat dan tepat.
Awal mula kehadirannya, diharapkan menjadi wadah bagi anak berbakat untuk bisa memaksimalkan potensinya. Namun, ternyata hal itu tidak berjalan dengan lancar. Fakta yang ditemukan di lapangan, banyak anak berbakat akademik (ABA) atau yang biasa disebut anak cerdas istimewa (CI) belum mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tiga contoh kondisi yang menggambarkan hal itu adalah: mereka (ABA/CI) masuk dalam kelas reguler dan mendapatkan pelajaran seperti siswa reguler; sebaliknya siswa reguler masuk ke kelas CI dan diberi pelajaran seperti siswa CI; Atau siswa CI yang masuk kelas CI namun mendapatkan pelajaran seperti kelas reguler. Ketika ketidaksesuaian ini terjadi, maka siapakah yang bertanggung jawab? Dari latar belakang ini penulis ingin melakukan evaluasi dengan mencoba menganalisis letak kesalahan yang menimbulkan permasalahan ini. Penulis akan memaparkan analisisnya pada ketiga contoh kasus di atas.
Pembahasan
Pembahasan mengenai kasus yang pertama, yaitu siswa ABA/CI yang masuk di kelas reguler dan mendapatkan pelajaran seperti siswa reguler. Ketika dianalisis, menurut penulis hal yang menjadi penyebabnya adalah karena belum siapnya pihak sekolah dalam membuat program kelas unggulan. Sebagaimana kita ketahui bahwa program akselerasi ini sudah mulai diberlakukan sejak pertama kali pada tahun 1999 di kota Jakarta dan jawa Barat. Dan sekarang ini, hampir semua sekolah baik di kota maupun di daerah berlomba-lomba untuk menyelenggarakan program khusus berupa kelas unggulan. Namun, hal yang dilupakan oleh sebagian besar dari penyelenggara itu adalah pemahaman konsep tentang kelas unggulan. Untuk siapa sebenarnya kelas unggulan, program seperti apa yang dijalankan, dan hasil seperti apa yang diharapkan nampaknya beberapa poin terkait kelas unggulan tersebut secara tidak langsung dikesampingkan. Karena pada saat ini, yang paling penting adalah meningkatkan daya jual sekolah dengan penawaran berupa “kelas unggulan.”
Adapun dampak dari ketidakpahaman penyelenggara tentang kelas unggulan adalah ketidaktepatan sasaran. Kelas unggulan dirancang untuk siswa berbakat intelektual/ cerdas istimewa, yang memang membutuhkan proses pembelajaran yang berbeda dengan anak normal. Sehingga ketika terjadi ketidaktepatan sasaran, yang perlu dipertanyakan adalah ketika tahap identifikasi anak berbakat. Standarnya, identifikasi anak berbakat ini dilakukan selama 2 tahap. Yaitu tahap penjaringan dan tahap assesment. Identifikasi ini penting dilakukan oleh profesional karena untuk mencegah adanya kekeliruan di dalamnya.
Untuk kasus yang kedua yaitu siswa kelas reguler yang masuk ke kelas CI dan mendapatkan pelajaran sesuai kurikulum kelas CI. Kasus ini tidak jauh berbeda dengan kasus pertama. Keduanya sama-sama karena ketidaktepatan sasaran. Itulah mengapa pentingnya dilakukan identifikasi ABA/CI oleh profesional. Sehingga anak ABA bisa masuk ke kelas ABA dan mendapatkan pelajaran sesuai kurikulum ABA; pun begitu juga siswa reguler mendapatkan pelajaran sesuai dengan kurikulumnya. Lebih lanjut lagi, siswa ABA dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan siswa kelas reguler tidak merasa terbebani dengan kesalahan masuk kelas ABA.
Selanjutnya, untuk kasus ketiga yakni siswa ABA/CI masuk kelas CI tetapi mendapatkan pelajaran seperti kelas reguler. Lagi-lagi kasus ini boleh jadi disebabkan karena belum siapnya sekolah sebagai pihak penyelenggara program kelas unggulan. Membuat program baru berupa kelas unggulan memang tidaklah mudah, butuh usaha ekstra dari berbagai elemen sekolah. Di bawah ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika sekolah menghendaki untuk menyelenggarakan program kelas unggulan:
- Kurikulum yang jelas: kurikulum yang dipakai adalah kurikulum berdiferensiasi. Kurikulum ini dirancang secara khusus untuk melayani anak-anak berbakat dengan program pendidikan yang dipercepat, diperluas dan diperdalam yang memberi keleluasaan gerak pada anak berbakat unggul untuk belajar sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing (Munandar, 2012).
- Pembelajaran yang unggul: proses pembelajaran ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih dari cukup daripada kelas biasanya. Secara sederhana pembelajaran unggul itu membutuhkan biaya pengelolan yang cukup besar, sarana dan prasarana serta fasilitas yang mendukung baik secara material dan non material tinggi.
- Guru yang profesional: guru-guru kelas unggulan adalah mereka yang profesional di bidangnya
- Dukungan dari orang tua: support orang tua baik secara materiil maupun nn-materiil terhadap program sekolah juga menentukan ukuran keberhasilan dalam mewujudkan kelas unggulan. Hal itu karena kelas unggulan memang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada kelas reguler.
Setelah mengetahui beberapa hal yang harus diperhatikan terkait penyelenggaraan kelas unggulan, berikut penulis tambahkan pengertian anak berbakat dan cara untuk identifikasi ABA/CI sehingga kasus yang ada seperti contoh kasus 1 dan 2 dapat ditiadakan atau setidaknya diminimalisir jumlahnya.
Pengertian Anak berbakat
Komisi Pendidikan AS, Sidney P. Marland (1972) menetapkan definisi anak berbakat sebagai anak yang diidentifikasi oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional sebagai anak yang memiliki kemampuan luar biasa dalam satu/beberapa bidang di bawah ini (dalam wahab):
- kemampuan intelektual umum;
- bakat akademik spesifik;
- kemampuan berpikir kreatif atau produktif;
- kemampuan kepeimimpinan;
- seni pentas atau seni rupa;
- kemampuan psikomotor
Selanjutnya Joseph Renzulli (1986) menyatakan bahwa perilaku keberbakatan merefleksikan suatui interaksi antara tiga kluster dasar dari sifat-sifat manusia, yaitu kemampuan di atas rata, tingkat komitmen akan tugas yang tinggi, dan tingkat kreativitas yang tinggi. Menurut Renzulli, anak-anak berbakat adalah anak yang memiliki atau mampu mengembangkan kesatuan dari sifat-sifat itu dan menerapkannya untuk bidang-bidang apa yang bermakna dari kinerja anusia (Munandar, 2012). Clark (1983) menambahkan, keberbakatan adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari intelegensia taraf tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi-fungsi dalam otak, meliputi pengindraan (physical sensing), emosi, kognisi,dan intuisi
Identifikasi anak berbakat akademik
Dalam rangka identifikasi ABA, ada dua langkah penting, yaitu penjaringan (screening) dan assessmen.
A. Penjaringan (Screening)
- Nominasi guru: observasi guru selama proses pembelajaran dapat membantu dalam melakukan identifikasi ABA
- Nominasi orangtua: orangtua berkontribusi dalam memberikan informasi tentang bakat, minat, tingkat penguasaan anak dalam tugas intelektual, dan semua hal terkait anaknya.
- Nominasi teman sebaya (peer nomination): teman sebaya dapat memberikan informasi tentang keunggulan AB baik di bidang akademik, maupun non-akademik.
- Prestasi akademik anak: posisi anak pada saat diidentifikasi memiliki nilai informasi yang sangat penting, terutama berkenaan dengan kedudukan prestasi terakhir siswa, di samping sejarah prestasi akademiknya, maupun non akademiknya yang sangat terkait dengan keunggulan anak dalam kinerjanya.
- Portofolio: Informasi tentang kemajuan anak yang didokumentasikan oleh pihak sekolahdapat menjadi bahan pertimbangan dalam identifikasi AB.
- Produk kerja atau Kinerja yang bagus sekali
- Observasi: pengamatan terhadap perilaku anak berbakat, baik dalam kelas, maupun di luar kelas
- Mereview catatan siswa: melihat catatan pribadi siswa terkait kegiatannya di luar sekolah.
- Tes kelompok (group test): tes kelompok ini dilakukan untuk menambah informasi tentang anak, baik berkenaan dengan informasi inteligensi maupun bakat skolastik dan prestasi belajarnya. Untuk itu perlu dilakukan tes inteligensi, tes bakat skolastik, maupun tes prestasi belajar.
B. Assesment
Berdasarkan hasil screening, maka selanjutnya dilakukan assessmen baik terkait dengan kemampuan kecerdasan umum, bakat skolastik dan bakat lainnya, maupun tingkat kreativitas dan komitmen akan tugas. Untuk melakukan assessmen tersebut, digunakan tes dan instrumen terstandar, diantaranya digunakan tes inteligensi, tes bakat skolastik, tes bakat, tes kreativitas, dan inventory komitmen akan tugas. Sebagian besar tes tersebut lebih bersifat individual.
Kesimpulan
Anak berbakat membutuhkan pelayanan pendidikan yang berbeda dengan anak normal. Sekolah yang menyediakan program kelas unggulan tidak bisa secara tiba-tiba menjalankan program ini. Sekolah harus benar-benar siap baik secara internal maupun eksternal. Tidak hanya menyediakan bangunan dengan fasilitas yang lengkap namun juga siap untuk kelangsungan program, dengan menyediakan SDM yang mumpuni di bidangnya. Ketika sekolah sudah siap ditambah mendapatkan dukungan dari orang tua siswa, maka keberhasilan program kelas unggulan lebih dapat dijamin; lebih lanjut lagi tidak akan terjadi kasus-kasus terkait ketidaksesuaian pemberian layanan pendidikan kepada peserta didik.
Daftar pustaka
Clark, B. (1988). Growing up gifted (3rd ed.). Columbus, OH: Charles E. Merrill.
Munandar, Utami. (2012). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka cipta
Wahab, Rochmat. Tanpa tahun. Mengenal anak berbakat akademik dan upaya mengidentifikasinya.
Characteristics of Effective Schools; CT Council of P&C Associations (http://www.schoolparents.canberra.net.au/effective_schools) diunduh pada tanggal 12 Juni 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H