ketika belajar huruf saya tidak mampu membedakan hufur a dan d, b dan p, j dan c karena bentuknya agak mirip, atau pelafalannya mirip. hal tersebut menjadi ciri penting mengapa penderita diseleksia biasanya terlambat untuk membaca.
kemampuan menulisnya akan kurang karena hampir selalu ada kata dalam kalimat yang kurang hurufnya atau terbalik penyusunannya seperti degnan (dengan), gunun (gunung), puti (putih). tulisannyapun cenderung buruk dan acak-acakan. garis pembatas pada buku sangat menolong untuk melatih mereka menulis dengan rapi. selalu pastikan penderita diseleksia membac aulang setiap tulisan yanmg ia hasilkan karena hal tersebut memang yang selalu saya lakukan.
sebagai muslim, diseleksia akan lebih terasa ketika belajar huruf hijaiyah (aksara asing). ketika itu ibu saya harus mengajar saya 4x lebih sering daripada anak biasa. untungnya ibu saya memang seorang guru yangmemiliki kesabaran lebih dan cara menyampaikan ilmu dengan baik. saya keulitan membedakan huruf 'ba', 'ta', 'tsa' yang berbeda titik. 'ya' dengan 'qo', dan lain-lainnya yang mirip. huruf hijaiyah benar-benar sulit dan ibu saya mengajarkan saya hampir setiap malam.
kesulitan bukan timbul dari membaca dan menulis saja. saya kesulitan membedakan kanan-kiri yang berdampak ketika mengambil kelas yang membutuhkan kemampuan kognitif tubuh bagian kanan dan kiri seperti bela diri yang saya tekuni, Capoeira. sebelumnya saya pernah ikut ballroom dance dan perintah pada kedua olahraga tersebut sama "angkat kaki kanan", "ganti kaki kiri" perintah  semacam itu sungguh membuat saya pusing sebagai penderita diseleksia. dan karena penyakit ini tidak umum. beberapa instruktur atau teman biasanya hanya menyuruh saya untuk berlatih lebih keras dan "ah tidak mungkin orang tidak bisa membedakan kanan dan kiri, kamu aja yang tidak serius berlatih". padahal saya sudah berkata bahwa saya diseleksia.
terutama untuk memepelajari bahasa asing, untuk strukstur kata bahasa yang bisa dicerna logika tidak ada masalah tapi jika berurusan dengan aksara asing yang mirip. susahnya naudzubilah. saya mampu memebdakan noun, adjective, adverd, dan sebagainya, tidak ada masalah dengan huruf latin kecuali apostrop atau yangparah. aksara lain. seperti Hangeul, Hiragana, Katakana, Kanji, atau huruf Cyrlic.
tapi sekali lagi. itu bukan hambatan. karena toh saya tetap menulis. walaupun saya mengalami kekurnagan kemampuan membaca dan menulis tapi saya tetap menulis dan sekarang menulis menjadi salah satu hobi saya. penderita diseleksia hanya mengalami kesulitan membaca, menulis, mengeja, dan motorik kasar sedangkan kelebihannya kami lebih kreatif daripada orang-orang normal.
jangan anggap remeh juga diseleksia, Albert Einstein penemu teori relativitas adalah penderita diseleksia. ia membuktikan bahwa suatu penyakit, tidak akan membatasi diri. hanya anda sendiri yang berpikir bahwa anda dibatasi maka anda akan terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H