Â
    Di era yang sudah canggih ini, kemampuan berempati menjadi satu di antara sekian banyak keterampilan yang paling penting untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis berdasarkan keragaman budaya dan karakteristik individu. Maka dengan itu, kita sebagai individu dalam masyarakat akan dapat lebih peduli untuk menghargai hal-hal yang telah tersedia pada sekitar kita. Namun akhir-akhir ini banyak sekali data-data yang mencontohkan betapa rendahnya empati dalam dunia pendidikan dan berdampak pada banyaknya permasalahan sosial. Contohnya adalah perundungan dari siswa satu kepada siswa yang lain. Kemudian terdapat sikap anarkis dan arogansi pada siswa dan mereka melampiaskan sikap anarkis dan arogansinya menjadi perkelahian antar sesama teman atau pun bahkan hingga antar sekolah. Hal itu terjadi karena kurangnya empati antar sesamanya, dan hanya sebatas tahu mengejek dan tidak tahu terima kasih.
    Untuk mendalami tentang empati, disini terdapat pengertian mengenai empati menurut beberapa ahli. Yang pertama menurut Davidson & McEwen (2012), empati adalah bagian mendasar perkembangan sosial dan emosional pada yang berkaitan dengan kesejahteraan, fleksibilitas, dan ketahanan di kemudian hari. Ketika empati yang dimiliki suatu individu ini tergolong rendah maka akan berdampak pada kehidupannya, baik kehidupan pribadi maupun sosial. Yang kedua Adler (2021), berpendapat bahwa empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, seolah-olah kita berada pada posisi mereka. Kemudian yang ketiga menurut pendapat Goleman (2004), beliau menyatakan bahwa empati ialah kemampuan membaca emosi dan memahami perasaan orang lain. Dan yang keempat pengertian empati menurut Stein & Book (1997), empati adalah suatu kemampuan menyadari dan menghargai perasaan serta pikiran orang lain. Yang kelima dan terakhir menurut Davis (1980), empati itu memiliki kapasitas afektif untuk merasakan perasaan orang lain dan kapasitas kognitif untuk memahami sudut pandang mereka.
    Pengembangan empati di kalangan siswa perlu  menjadi sorotan utama dalam pendidikan masa kini. Hal ini dapat dicapai melalui program pendidikan karakter seperti sekolah karakter yang baik dengan mengikuti prinsip-prinsip pendidikan karakter atau melakukan sosialisasi tentang pentingnya empati, kemudian di kurikulum merdeka yang dimana terdapat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau yang biasa disebut dengan P5, kita juga dapat menyelipkan simulasi tentang apa itu empati melalui pertunjukan seni seperti drama dengan tema empati pada saat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) berlangsung, dan pembelajaran eksperiensial yang menekankan pada pemahaman perspektif. Jadi tidak ada salahnya jika para pendidik seperti kepala sekolah, guru wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling (BK), dan guru-guru lainnya untuk mulai menanamkan empati kepada peserta didik kita sejak dini. Guna membantu mereka untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang dapat menghargai setiap perbedaan, dapat selalu bersikap tenang saat hendak menyelesaikan konflik yang dimilikinya, dan menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan harmonis. Namun tentu saja itu tidak mudah, karena di dalam proses mengembangkan empati saat berkomunikasi ini selalu ada tantangan atau hambatan di dalamnya. Berikut beberapa tantangannya dalam mengembangkan empati saat berkomunikasi beserta solusinya:
1. Emosional
    Emosi negatif seperti kemarahan, frustrasi, dan ketakutan sering kali mempersulit pemahaman dan memperburuk komunikasi. Ketika emosi mendominasi, pesan yang disampaikan mungkin dapat memicu kesalahpahaman karena adanya kesalahan dalam penerimaan pesan tersebut. Solusi dari tantangan emosional ini yaitu bisa dengan cara melatih kesabaran dan mencoba untuk mengelola emosi dengan baik, misalnya melalui teknik relaksasi dan percakapan terbuka. Hal ini juga memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan perasaannya tanpa merasa dihakimi, sehingga menciptakan suasana yang memupuk komunikasi.
2. Perbedaan Budaya
    Perbedaan nilai, norma, dan adat istiadat antar budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Misalnya, terdapat perbedaan di dalam intonasi gaya bicara yang dimana hal itu dapat disalahpahami. Untuk solusi dari tantangan yang ditimbulkan oleh perbedaan budaya yaitu dengan cara mempelajari perbedaan budaya dan pahami dengan pikiran terbuka. Gunakan komunikasi nonverbal dengan hati-hati dan ingatlah bahwa maknanya mungkin berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Ini akan membantu untuk membangun rasa saling pengertian.
3. Perbedaan Bahasa
    Penggunaan kata singkatan (kata slank) atau perbedaan bahasa dapat menjadi hambatan dalam mengkomunikasikan pesan Anda secara efektif. Pesan yang disampaikan mungkin tidak dapat dipahami atau malah menimbulkan kebingungan. Solusi yang dapat digunakan untuk meminimalkan potensi terjadinya tantangan dalam perbedaan bahasa yaitu dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas agar dapat dipahami oleh orang lain. Jika dirasa kata-kata itu membingungkan, harap jelaskan. Pastikan semua pihak memahami pesan yang disampaikan.
4. Keterbatasan Waktu
    Tak hanya dari segi emosional, segi perbedaan budaya, dan segi perbedaan bahasa saya tantangan itu hadir, namun juga ada tantangan dari segi keterbatasan waktu. Ketika waktu terbatas, diskusi seringkali menjadi terburu-buru dan kualitas kata yang digunakan serta kedalaman komunikasi menjadi singkat, tidak begitu jelas, dan menurun. Solusi dari tantangan segi keterbatasan waktu adalah dengan mencari waktu senggang ketika ingin mengobrol dengan tenang agar lebih jelas dan nyaman. Dan jika keadaannya mendesak dan menuntut kita untuk melakukan komunikasi, cukup prioritaskan topik-topik penting saja untuk memanfaatkan waktu yang tersedia sebaik-baiknya.
5. Stereotip dan Prasangka
    Stereotip adalah penilaian yang tidak seimbang terhadap sesuatu kelompok. Sedangkan prasangka ini adalah penilaian negatif terhadap orang lain. Kedua hal itu dapat mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan cara kita mengevaluasi pesan yang disampaikan. Untuk tantangan stereotip dan prasangka kita harus selalu waspadai bias pribadi  Anda  dan cobalah bersikap terbuka. Hargai sudut pandang orang lain tanpa menghakimi untuk menciptakan komunikasi yang lebih inklusif.
    Empati merupakan landasan penting untuk menciptakan interaksi sosial yang sehat baik dalam lingkungan sosial maupun  pendidikan. Empati memungkinkan seseorang memahami dan merasakan cara pandang serta emosi orang lain, sehingga terjalin hubungan yang harmonis. Namun, membangun empati dalam berkomunikasi tidak selalu mudah. Berbagai tantangan  sering muncul, antara lain: B. Perbedaan pandangan, kurangnya keterampilan mendengarkan secara aktif, dan prasangka buruk terhadap orang lain.
    Tantangan-tantangan ini dapat memengaruhi kemampuan Anda untuk benar-benar memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan  orang lain. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan ini. Misalnya, mempraktikkan mendengarkan secara aktif dan bersikap terbuka terhadap berbagai perspektif mengurangi prasangka  dan menciptakan suasana komunikasi yang nyaman dan inklusif.
    Dalam pendidikan, membangun empati siswa sejak usia dini melalui pendidikan karakter merupakan salah satu langkah yang sangat penting. Karena pendidikan karakter, termasuk mengatasi tantangan komunikasi, dapat membantu siswa berkembang menjadi orang yang peduli, inklusif, dan toleran. Memahami pentingnya empati dan kemampuan mengatasi tantangan komunikasi akan memungkinkan siswa menjadi agen perubahan dalam membangun hubungan sosial yang aman, tentram, dan harmonis di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H