Mohon tunggu...
Nadya Maya Shinta
Nadya Maya Shinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - student college

I'm a Elementary School Education Student, I also have interests in education, parenting, business, communication, sociology, anthropology, books, sports, arts, and pets.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Untukmu, Seorang Ibu yang Suka Marah-Marah

24 April 2022   08:10 Diperbarui: 24 Agustus 2023   07:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Amarah, perasaan yang membuat kacau. Ada beberapa perasaan yang membuat kita kacau sebagai seorang ibu, salah satunya adalah amarah. Di saat benar-benar marah, seorang ibu tak dapat mengungkapkan perasaan dengan benar meskipun dalam hati berkata, aku harus mencoba berbicara dengannya. Namun, setelah melampiaskan amarah, merasa bersalah, lalu takut dan cemas, berlanjut dengan menyalahkan diri sendiri dan depresi. Rasa depresi itu kemudian akan memengaruhi hubungan seorang ibu dengan anak, dan membuatnya merasa malu dan rendah diri.


Pola Amarah Seorang Ibu


Mulai bicara, Melampiaskan amarah, Merasa bersalah, Takut dan cemas hubungan akan menjauh, Menyalahkan diri sendiri, depresi, Malu dan rendah diri


Perasaan yang muncul akibat melampiaskan amarah bukanlah hal yang buruk. Semakin ingin menghilangkannya, semakin perasaan tersebut mengganggu kita. Orang-orang mencoba berbagai hal untuk menyingkirkan dan melupakan perasaan itu. Ada yang minum-minum, belanja, maraton drama, juga makan terus-menerus. Jika melakukan perilaku abnormal, kita harus memperhatikan dan memeriksa  penyebabnya.


Apakah amarah bisa dikontrol?


Biasanya orang mengekspresikan emosi dengan berlebihan saat sedang marah.
 "Aku sangat marah! Ini karenamu! Karena kamu!"
"Harusnya yang seperti ini bisa kamu urus sendiri!"
"Kalau kamu tidak bersikap aneh, Aku tidak mungkin begini!"


Ingatlah hari-hari ketika kita marah kepada seseorang.

Siapa yang membuat kita marah dan bagaimana situasinya?

Apa hubungan kita dengan orang itu? Siapa yang lebih kuat di antara kalian?

Perbedaan apa yang dirasakan ketika kita lebih kuat daripada dia, dibandingkan ketika dia lebih kuat daripada kita?


Aku sering melihat para ibu yang perilakunya berbeda:


Saat bersama anak-anaknya saja dan saat ada kehadiran orang lain di sekitar mereka. Para ibu yang seringkali tak bisa mengendalikan amarahnya. Saat berada di keramaian, mereka dapat mengontrol amarah. Namun saat berdua saja dengan anaknya, mereka tak bisa menahannya.


Masalahnya, mereka akan lebih marah saat berpikir dirinya tak dapat mengendalikan diri sendiri. Mereka dapat bersabar dalam situasi ada banyak saksi atau ada orang yang ditakuti. Namun, bila lawannya mudah dihadapi dan tempatnya aman, mereka bahkan tak berusaha untuk menahan diri dan langsung meledak. Karena itu, mereka
bisa marah kepada keluarga. Inilah yang kita pikirkan saat menghadapi amarah

Kamu membuatku marah. Kamu membuatku gila dan mengabaikanku.

Jika perspektif di atas diubah, kata-kata dan tindakan yang muncul juga bisa sangat berbeda. Misalnya sebagai berikut:

Iya, aku marah, sangat marah. Ada amarah di hatiku sekarang.


Dua pikiran Ini tampak sama saja, yaitu perasaan dalam situasi sedang marah. Namun, keduanya memiliki perbedaan besar dalam cara menghadapi amarah.
Yang pertama, kita menyadari ada amarah di dalam diri kita, namun menganggap orang lain sebagai penyebabnya. Sedangkan yang kedua, kita menyadari adanya amarah yang sumbernya dari diri kita sendiri. Artinya, kita melihat dengan tepat bahwa ada amarah di
suatu tempat dalam tubuh kita.


Tiga tanda dari amarah


Penting untuk menentukan bisa atau tidaknya kita mengontrol amarah.

Bayangkanlah saat kita sedang memarahi anak, lalu tiba-tiba guru sekolahnya menelepon. Walaupun sedang marah, kita pasti akan menjawab telepon dengan mengubah suara menjadi lembut dan berkata, "Halo".

Jika sang guru menelepon untuk memuji anak, bagaimana kita memperlakukan anak setelah menutup telepon? Lalu, apakah yang kita lakukan jika sang guru khawatir atau mengeluh tentang anak? Apakah kita akan bertindak sama seperti sebelumnya atau berbeda?

Sebelum ada telepon masuk, mungkin kita masih percaya bahwa kita tak bisa mengontrol amarah. Namun, setelah menutup telepon dan mendengar pujian tentang anak, harus kita akui bahwa amarah kita mereda. Keyakinan bahwa kita tak bisa mengontrol amarah baru saja terpatahkan. Kita mengakui bahwa emosi kita telah berubah. Jadi, siapa pun bisa mengubah pikiran dan mengatasi amarah.

Kita berpikir tak bisa menahan amarah, tetapi sebenarnya kita hanya tak mau melakukannya. Yang penting bukanlah soal menahan amarah atau tidak, melainkan cara menanganinya. Amarah perlu ditangani dengan cinta. Jika tidak, amarah akan jadi senyakit. Jangan lupa bahwa amarah adalah perasaan berharga yang dapat kita tangani.

Penting untuk mengingat amarah sebagai tanda tiga hal ini:

1. Tanda bahwa kita yakin penyebab amarah adalah orang lain.

2. Tanda bahwa apa yang sangat kita inginkan tidak terwujud.

3. Tanda bahwa kita akan mengatakan dan melakukan hal yang akan kita sesali.

Semakin kita mencoba mencari penyebab amarah pada orang lain, kita akan menjadi semakin kejam dan tertekan. Inilah alasan para ibu perlu mengetahui cara menyingkirkan amarah mereka. Kita harus menjaga diri dengan baik saat marah agar dapat memikirkan kemungkinan lain untuk mengatasinya.

Joe, Park. 2018. Seni Memahami Perasaan Anak. Putri, Permatasari. 2021. KPG : Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun