Mohon tunggu...
Nadya Fikriatun Nisa
Nadya Fikriatun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Lampung

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Semester 3 Universitas Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenapa Sih Perempuan Selalu Dijadikan Objek di Film Hantu Indonesia?

19 Oktober 2023   05:18 Diperbarui: 19 Oktober 2023   05:46 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernah nonton film genre horor? I guess, tiga perempat dari warga Indonesia pernah nonton film horror, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Selama nonton film horror, pernah gak sih kepikiran kenapa hantu-hantu di film horror itu selalu perempuan?

Film-film yang terkenal belakangan ini, KKN di Desa Penari contohnya, kalau dilihat dari hantu dan ‘calon’ hantunya jelas pemeran utamanya masih perempuan. Film-film terkenal seperti Kuntilanak (2006), Suster Ngesot the Movie (2007), Suster Keramas (2009 dan 2011), Bangkitnya Suster Gepeng (2012), Pengabdi Setan (2017), Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur (2018), Perempuan Tanah Jahanam (2019), dan KKN di Desa Penari (2022) yang jelas mendominasi industri film Indonesia juga menjadikan perempuan sebagai hantunya, dan kalau ditarik garis, kerap pedesaan lah yang menjadi lokasi peneroran. Ada apa dengan “perempuan”?

Berdasarkan hasil riset Justito Adiprasetio dari Universitas Padjadjaran, hantu perempuan merupakan karakter dominan dalam film horor Indonesia pada tahun 1970 hingga 2019. Dari 559 film horor yang diproduksi pada periode tersebut, 60,47% atau 338 film menampilkan hantu perempuan sebagai pemeran utama. Persentase sisanya menampilkan sosok laki-laki dan perempuan sebagai hantu utama, dengan 24,15 persen menampilkan sosok laki-laki. Hantu-hantu perempuan dalam film horor Indonesia rata-rata dikaitkan dengan konsep "feminine grotesque", yang menggambarkan perempuan sebagai sosok yang mengerikan dan hina. 

Menjadi perempuan sendiri sudah susah, ditambah framing-framing jelek yang dibuat oleh industri film horror tanah air yang membuat perempuan semakin susah.

Dalam kehidupan nyata, menjadi perempuan itu banyak rasa tidak enaknya. Setiap harinya, perempuan rasanya sudah biasa menjadi target “catcalling”, sering dijadiin bahan gosip dan candaan sampai dilecehkan oleh orang tak dikenal. Begitupun di film horror, rata-rata perempuan di film-film horror sebelum jadi hantu, pasti jadi korban pelecehan. 

Dalam film horor Indonesia, hantu perempuan seringkali diposisikan sebagai korban pelecehan seksual, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan dalam kehidupan pribadi, buruknya akses terhadap layanan kesehatan, dan masalah sosial lainnya. Akibatnya, objektifikasi perempuan dalam film-film horor melanggengkan stereotip yang merugikan dan memperkuat anggapan bahwa perempuan adalah pihak yang tidak diuntungkan serta merupakan korban yang tidak berdaya. Sudah sengsara, malah dijadikan alat untuk menghasilkan cuan. Perlukah perempuan dibuat lebih sengsara lagi?

Industri film horor tak jarang menampilkan adegan-adegan yang mengeksploitasi perempuan, bahkan di tengah-tengah adegan yang menakutkan dan mengancam nyawa. Film horor tahun 1970 hingga 1999, misalnya, mengeksploitasi tubuh perempuan.

Film ini menggunakan gerak tubuh dan ekspresi wajah perempuan yang vulgar untuk menyampaikan hasratnya kepada laki-laki, dengan menekankan bagian tubuh tertentu seperti pinggul, bokong, paha, bahu, dan dada. Selain itu, karakter wanita dalam film horor digambarkan seksi, menggoda, dan agresif. Dengan melakukan seksualisasi terhadap perempuan, para pembuat film memenuhi hasrat voyeuristik dari penonton yang didominasi laki-laki, sehingga semakin mengobjektifikasi karakter perempuan. Hal tersebut tidak hanya memperkuat stereotip gender, tetapi juga mereduksi karakter perempuan yang hanya sekedar menjadi objek seksual yang bertujuan untuk memanjakan mata penontonnya.

Ada alasan tertentu mengapa hantu perempuan mendominasi layar lebar Indonesia. Mereka harus memikul beban sejarah. Film Pengabdi Setan misalnya, yang membuat ibu memikul beban sendirian sampai ia jadi hantu. Mawarni adalah seorang ibu yang mengorbankan nyawanya sendiri dalam upacara pemujaan setan agar bisa hamil. Dia dan pasangannya memutuskan untuk mengikuti tradisi tertentu demi memenuhi keinginan mertuanya untuk menjadi orang tua. Pada kebangkitannya, ia perlu menjemput bungsunya untuk ia bawa ke alam baka. Dari sepenggal plot tersebut muncul pertanyaan seperti mengapa untuk menjadi ibu yang ideal, seorang istri diharuskan untuk mematuhi serangkaian norma termasuk memiliki buah hati, membesarkannya, ditambah lagi perlu mengurus suaminya? Hingga Mawarni siap menjadi budak iblis demi mewujudkan bentuk pamungkas tersebut.

Sang ibu ditampilkan dalam kondisi idealnya jika dia menjalani norma di masyarakat, seperti membesarkan anak, mengasuh mereka, dan melayani suami. Dia akan dijadikan monster—diposisikan sebagai iblis yang mengerikan dan dibuat tampak sebagai ibu yang buruk—jika dia gagal menjalankan fungsinya dengan benar. Maternal Horror, sederhananya, merupakan subgenre film horor yang mengupas tentang ketakutan dan kegelisahan seorang ibu. Kecenderungan menempatkan fungsi maternal dan reproduksi seperti Pengabdi Setan bukanlah hal baru dalam dunia film horor Indonesia.

Formula film klasik seperti Si Manis Jembatan Ancol (1979) dan Sundel Bolong (1981) juga mengandung unsur mendemonisasi tokoh perempuan. Dalam industri film horor Indonesia, konsep horor keibuan sering dieksplorasi melalui penggambaran hantu atau monster perempuan yang merupakan seorang ibu. Film horor yang berfokus pada peran sebagai ibu sering kali menarik perhatian dengan menggambarkan betapa sulit dan menuntutnya menjadi seorang ibu bagi seorang wanita.

Tidak sampai disitu saja, industri film memang sengaja menargetkan perempuan sebagai objek dalam film horor karena betapa rentan dan sensitifnya seorang perempuan. Untuk meningkatkan keseruan jalan ceritanya, perempuan yang sering digambarkan lebih lemah daripada laki-laki baik secara fisik maupun emosional, sengaja dijadikan sasaran empuk berbagai bentuk kekerasan. Dengan menonjolkan kerentanan perempuan, industri film horror dapat menciptakan ketegangan luar biasa sehingga meningkatkan pengalaman horor bagi para penontonnya. Ketidakberdayaan perempuan dalam dominasi laki-laki ini baru sirna ketika ia telah berubah menjadi hantu, barulah mereka memiliki daya untuk balas dendam.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di Taylor & Francis Online, film horor Indonesia dari periode tertentu ditandai dengan objektifikasi terang-terangan, viktimisasi, dan demonisasi terhadap perempuan, yang digambarkan sebagai objek hasrat laki-laki. Penelitian lain yang diterbitkan dalam Jurnal UII menemukan bahwa tubuh perempuan di komodifikasi dalam film horor Indonesia melalui pakaian, tindakan, dan gerak tubuh yang memperlihatkan tubuh seksinya. Menonjolnya sensualitas dan tubuh perempuan dalam film horor menunjukkan bahwa perempuan mengalami kekerasan dan penindasan yang disebabkan oleh sistem kekuasaan dalam berbagai bentuk secara tidak langsung.

Fenomena menarik lainnya yang muncul dalam dunia horor setan perempuan di Indonesia adalah terbatasnya akses perempuan terhadap keadilan. Misalnya dalam Si Manis Jembatan Ancol, Kuntilanak, atau Sundel Bolong, dikisahkan sosok hantu ini muncul akibat peristiwa diperkosa, tidak mendapat keadilan di dunia, sekarat, dan ingin melakukan balas dendam. Namun, dominasi laki-laki terhadap perempuan bahkan tetap terjadi meskipun perempuan tersebut telah berubah menjadi hantu. 

Lagi-lagi perempuan tetap dituntut untuk patuh terhadap laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya film yang menjadikan laki-laki sebagai tokoh agama yang memiliki misi untuk mengusir hantu perempuan dan membawa mereka kembali ke alamnya. Alur cerita menuntun penonton pada narasi bahwa segala penggambaran tokoh utama perempuan, baik makhluk halus, roh gentayangan, maupan siluman, wajib tunduk pada otoritas agama ustaz atau pendeta yang sebagian besar adalah laki-laki. Film-film horor Indonesia juga menggambarkan perempuan sebagai karakter pemberontak yang mengalami ketidakadilan yang dilakukan oleh laki-laki, baik secara pribadi maupun melalui sistem secara keseluruhan.

Terdapat dua jenis narasi yang biasanya digunakan untuk menggambarkan pemberontakan perempuan dalam film horor. Pertama, adanya perlawanan fisik berupa pemukulan, pelemparan pisau, dan pencekikan leher. Kedua, cara perlawanan psikologis yang meliputi teror tanpa henti pada orang yang menyakitinya. Dengan kata lain, karakter perempuan yang bermanifestasi sebagai hantu dalam film horor mencari pembalasan atas penganiayaan yang mereka alami sebagai perempuan. Film horor hampir selalu menampilkan paradoks yang melibatkan karakter perempuan. Mereka diklaim memiliki sifat seperti monster, namun mereka juga dikonstruksi menjadi korban. Dalam film horor, perempuan pertama kali digambarkan sebagai korban sebelum berevolusi menjadi hantu yang menunjukkan sisi mengerikannya.

Secara historis, pembatasan terhadap perempuan dijustifikasi dengan menggambarkan perempuan sebagai hantu. Penggambaran ini menunjukkan bagaimana seorang perempuan akan menjadi sesuatu yang menakutkan dan tidak diterima oleh masyarakat jika ia tidak berperilaku sesuai dengan peran yang ditetapkan. Sekarang menjadi semakin jelas mengapa sosok hantu menakutkan itu selalu berjenis kelamin perempuan. Hal ini terjadi bersamaan dengan ketakutan laki-laki dalam bereaksi terhadap peralihan dari pra-kapitalisme ke kapitalisme industri. Sosok hantu perempuan menunjukkan frustasi terhadap modernitas yang menuntut individu untuk selalu maju dan siap bersaing, serta ketakutan terhadap masyarakat yang patriarki. Norma kecemasan itu tergambarkan dalam kemunculan hantu perempuan di ratusan film horor Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun