Mohon tunggu...
Nadya arfiana
Nadya arfiana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi aktif Ilmu Komunikasi di Universitas Prof.Dr. Hamka, Hobi menonton TV Series dan juga Movie

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Menjadi Perempuan di Dunia Senin, Perjalanan Pendidikan Dolorosa Sinaga

2 Desember 2024   06:49 Diperbarui: 2 Desember 2024   06:52 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dolorosa Sinaga,  seniman perempuan patung ternama Indonesia. Dilahirkan 31 Oktober 1953 di Sibolga, Sumatera Utara, yang merupakan anak keempat dari pasangan Karel Mompang Sinaga, seorang pengusaha, dan Nur Pinta Sihombing. 

Sejak kecil, Dolorosa sudah dikenal sebagai pribadi yang penuh semangat, teguh pendirian, dan disiplin. Karakter ini menjadi landasan kiprahnya sebagai pembela kaum terpinggirkan melalui karya-karyanya yang sarat pesan kemanusiaan.

Perjalanan Dolorosa Sinaga di dunia seni dimulai pada 1971 ketika ia menjadi mahasiswa di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKD), yang kini dikenal sebagai Institut Kesenian Jakarta. 

Bakatnya mulai mencuri perhatian sejak dini, terbukti saat ia berhasil meraih Penghargaan Utama dalam Kompetisi Nasional Seni Lukis Mahasiswa se-Indonesia pada semester keempat. 

Pada 1977, Dolorosa mencatat sejarah dengan menjadi mahasiswa pertama yang sukses menyelesaikan pendidikan di lembaga tersebut, meskipun ia bukan dari angkatan pertama. Prestasi ini mencerminkan dedikasi dan kerja kerasnya dalam mengejar kecintaan terhadap seni.

Langkah besar Dolorosa di dunia seni dimulai saat ia memenangkan Kompetisi Seni Mahasiswa se-Jakarta pada 1973, di tahun kedua pendidikannya di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (kini Institut Kesenian Jakarta). Prestasi ini menjadi titik balik, terutama bagi sang ayah, yang awalnya meragukan pilihannya memasuki dunia seni yang dianggap "tidak cocok untuk perempuan."

"Dari titik inilah Ayahku berangsur kehilangan alasan untuk menghentikan keputusanku memasuki dunia kebebasan"  kenangnya.

Tujuh tahun kemudian, Dolorosa mendapat beasiswa dari The British Council dan melanjutkan pendidikan di St. Martin's School of Art di London, yang kini bernama Central College of Art and Design. 

Di sinilah Dolorosa menyadari bahwa berkarya tidak hanya tentang mengolah medium, tetapi juga memahami konsep di baliknya. Baginya, material seperti kertas, kardus, atau karton memiliki makna lebih dari sekadar benda. "Medium tak cukup hanya dipahami karakternya atau dikenali kemungkinannya, tetapi juga harus dilihat sebagai konsep kerja,"  ujar Dolorosa.

Pandangan ini mengubah cara ia berkarya, membawa kedalamannya dalam dunia seni rupa ke level baru.

Melalui pendidikan dan perjalanannya, Dolorosa tak hanya menciptakan karya, tetapi juga membangun narasi yang kuat tentang kebebasan, keberanian, dan eksplorasi tanpa batas.

Dolorosa Sinaga adalah bukti nyata bahwa mimpi besar membutuhkan keberanian dan kemandirian untuk mencapainya. Ketika banyak perempuan pada zamannya menghadapi keterbatasan akses pendidikan, terutama di luar negeri, Dolorosa justru memilih untuk menantang batasan tersebut.

"Saya dari dulu diajarkan oleh Bapak untuk bisa berdiri di kaki sendiri. Jadi, pembelajaran itu saya balikan lagi ke dia. Saya tidak mau bergantung padanya," ungkapnya, mengenang perjuangannya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan seni patung di Inggris.

Ia berhasil mendapatkan beasiswa dari pemerintah Inggris melalui kerja sama dengan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Namun, ia baru memberitahukan kabar tersebut kepada ayahnya seminggu sebelum keberangkatannya. "Seminggu sebelum saya berangkat baru saya bilang. Dia tidak bisa mengatakan saya tidak boleh pergi, karena saya akan tetap pergi. Dia sampai pusing karena saya kembalikan ajarannya: harus berdiri di kaki sendiri" katanya sambil tersenyum.

Belajar di St. Martin's School of Art, salah satu sekolah seni patung terbaik di Inggris, bukanlah hal mudah. Tetapi, Dolorosa merasa beruntung berada di lingkungan yang mendukung, karena mahasiswa undangan dari berbagai negara yang  saling membantu. "Visi mereka adalah saling mendukung. Saya sangat beruntung mendapatkan pendidikan terbaik di Inggris di bidang seni patung," ujarnya dengan penuh syukur.

Ia lulus pada tahun 1983 di St. Martin's School of Art di London, Inggris dan melanjutkan studi lagi di berbagai tempat di Amerika Dolorosa Sinaga merintis perjalanan pendidikannya di berbagai institusi seni di Amerika Serikat. Ia mendalami seni rupa di San Francisco Art Institute sebelum mengikuti program magang selama enam bulan di Piero's Art Foundry, Berkeley. 

Di tempat ini, Dolorosa mempelajari teknik pengecoran dan pewarnaan logam perunggu secara mendalam. Keahliannya semakin terasah melalui pelatihan pembuatan konstruksi pengecoran di Maryland University, teknik pembesaran skala patung di Ringling School of Art, Florida, serta studi cetakan berbahan pasir silika di Department Art, Sonoma State University.

Seiring dengan globalisasi dan kemajuan teknologi, batas-batas geografis dunia seni semakin memudar. Hal ini terlihat dari kemajuan seni di Indonesia yang kini mampu berdiri sejajar dengan karya-karya dari luar negeri. Menurut Dolorosa Sinaga, tidak ada lagi jurang besar yang memisahkan seni Indonesia dengan seni internasional.

"Kalau dilihat dari sekarang,.tidak ada lagi perbedaan karena Asia, termasuk Indonesia, sudah naik ke atas" ujar Dolorosa.

Dolorosa Sinaga telah membuktikan bahwa seni bukan hanya wacana estetika, tetapi juga sebuah perjalanan perjuangan dan pernyataan. Melalui karya-karyanya, ia terus menggugah kesadaran, menantang ketidakadilan, dan merayakan semangat solidaritas. Dari masa kecilnya di Sibolga hingga mendalami seni di berbagai belahan dunia, Dolorosa telah menorehkan jejak yang kuat dalam dunia seni rupa, khususnya seni patung.

Sebagai salah satu seniman perempuan paling berpengaruh di Indonesia, Dolorosa adalah simbol keberanian untuk melampaui batasan. Ia membawa pesan bahwa seni, jika dipahami dan digarap dengan hati serta pikiran, mampu menjadi jembatan universal yang melampaui perbedaan budaya, geografis, dan sosial.

"Dalam seni, kita tidak hanya menciptakan benda, tetapi juga membangun dunia," kata Dolorosa. Kata-kata ini menjadi manifestasi dari hidup dan karyanya, yang terus menginspirasi generasi baru untuk berkarya dengan keberanian, kebebasan, dan kesetiaan pada kemanusiaan.

Perjalanan Dolorosa Sinaga bukan hanya miliknya seorang, tetapi juga milik kita semua sebuah cerita tentang mimpi, keteguhan, dan semangat untuk menjadikan dunia lebih adil dan bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun