Mohon tunggu...
Nadya Agus Salim
Nadya Agus Salim Mohon Tunggu... Guru - Seorang Penulis yang juga berprofesi sebagai pendidik

Nadya. terkenal dengan nama Pena Nadya Agus Salim ,. Ibu dua orang anak ini adalah seorang guru SMK yang memiliki hobby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Self Esteem

15 September 2021   14:18 Diperbarui: 15 September 2021   14:21 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self Esteem adalah menghargai atau mengapresiasi diri sendiri.

Bagaimana meningkatkan Self Esteem

Pertama

Kita harus mengenali diri kita lebih dalam dan akurat (self awareness). Nah pengenalan terhadap diri kita sendiri ini mencakup banyak hal dari diri kita. Mulai dari kelebihan, kelemahan, sifat, hobi, ketertarikan, motivasi, passion, kompetensi, dan masih banyak lagi. Kenapa kita perlu mengenali dan memahami diri? Pertama, untuk menyadari potensi yang perlu kita kembangkan. Kedua, untuk menerima serta memperbaiki kelemahan diri kita jika diperlukan

Proses kita memahami diri sendiri ini memang tak mudah dan sifatnya long life.. maksudnya, tak ada abisnya. Setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita bisa membuat kita lebih memahami diri kita. Terus menerus, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa awal, dewasa tengah, dan seterusnya.

Kedua

Kita harus bersedia untuk menerima kelemahan diri. Setelah kita memahami kelemahan/kekurangan diri, lantas apakah kita bisa menerimanya?

Beberapa orang mungkin menyadari bahwa dirinya tidak pintar dan malas, ada yang menyadari bahwa dirinya terlalu tinggi/pendek sehingga merasa kurang puas dengan kondisi tubuhnya, ada yang merasa tidak lancar dalam berkomunikasi, ada yang merasa tak secantik atau seganteng itu, dan lain-lain.

Mungkin bagi sebagian orang , mengetahui kelemahan diri justru membuat diri semakin merasa cemas dan minder duluan untuk melakukan hal yang diinginkan. Cemas, minder, khawatir, ragu, yang intens tersebut akhirnya bisa mempengaruhi aktivitas kita, bawaannya jadi overthinking dan akhirnya kita jadi terlalu fokus pada kekurangan.

Sebenernya wajar-wajar saja kalau kita kurang puas pada beberapa hal dalam diri kita. Tapi ingat bahwa kelemahan-kelemahan itu tidak menentukan kualitas keseluruhan pribadi kita. Seseorang yang telah mengenali dirinya lebih dalam dan mau menerima apapun kondisi dirinya, biasanya akan memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan rasa percaya diri yang lebih tinggi .

Bagaimana caranya biar kita bisa menerima kelemahan diri?

a. Tulis atau list dulu kelemahan kita, kalau bisa sespesifik mungkin. Biar kita punya catatatn atau dokumennya, sesekali bisa dilihat dan agar lebih mudah untuk diperbaiki

b. Menyadari dan ikhlas dengan kondisi tersebut.

Kelebihan dan kelemahan kita itu adalah bagian dari diri kita. Terima dengan lapang dada dan pahami bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan. Pahami bahwa beberapa kelemahan diri kita tidak bisa membuat kita menjadi gagal sepenuhnya.

c. Perbaiki atau tingkatkan apa yang menjadi kelemahan diri , jika diperlukan. Misalnya, saat ini seseorang menyadari bahwa dirinya sering mengalami demam panggung. Pertama-tama, perlu diterima kondisinya kalau saat ini memang begitu adanya. Tetapi apakah tidak mau berusaha untuk meningkatkan kemampuannya? Dalam hal ini sebaiknya orang tersebut berusaha untuk meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking). Artinya proses menerima kelemahan diri ini juga mencakup proses usaha untuk memperbaiki diri, tidak serta merta pasrah dan merasa memiliki keterbatasan selamanya.

Ketiga

Jangan sering membandingkan diri dengan orang lain.

Kalau kita sering membandingkan diri kita dengan orang lain itu tidak akan ada habisnya. Contoh : setiap orang punya sosmed kan? Nah sosmed ini adalah bibit paling besar dari awal mula kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita ambil contoh, misalnya tiktok. "my bestfriend rich check,".."Hot mom check".."alasan jomblo" (terus pamer harta yang tak seberapa). Kalau dipikir-pikir , orang-orang di tiktok kok keren-keren, cakep-cakep, dan kaya-kaya ya ? Apalagi di sosial media banyak yang memposting tentang achievement mereka dan betapa bahagianya hidup mereka..sampai kita jadi merasa kita tak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang lain, merasa sedih, envy, atau bahkan rendah diri..padahal ya mungkin saja mereka yang kita banding-bandingkan itu tak sebahagia yang kita pikirkan.

enonema ini kalau di dalam psikologi diistilahkan dengan social comparison. Pada dasarnya social comparison (perbandingan sosial) ini termasuk hal yg wajar dilakukan oleh manusia di dlm kehidupan sosialnya (Festinger, 1945). Titik permasalahannya adalah pada konsekuensi setelahnyaa. Apakah setelah kita melakukan social comparison ini akan memotivasi diri kita untuk menjadi lebih baik ataukah justru membuat diri kita semakin down dan insecure? Nah disini kita harus benar-benar aware dan berhati-hati. Ini berkaitan juga dengan penggunaan sosmed. Intinya penelitian terkait dampak dari sosmed itu sendiri banyak. Dan tentunya dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. So, be aware!

Ke empat.

Jangan terlau fokus/mencemaskan penilaian orang lain

Setelah mengenali gambaran diri kita. Pernah tidak kita berpikir bahwa apakah benar kita memang memiliki semua gambaran tersebut? Valid tidak? Apa buktinya? Coba kita liat kasus berikut ini :

X adalah mahasiswa sosiologi (belum lulus). si X ini pada dasarnya suka bercerita dan dia ingin berbagi ilmu yang dia punya melalui podcast atau channel youtube. tapi disisi lain si X ini sering merasa minder dengan orang-orang yang mungkin sudah lebih lama mendalami/melakukan hal tersebut. Si X merasa tak sebagus itu dalam menyampaikan informasi. Si X takut dianggap soktau sama temen-temannya. Si X takut di komentarin yang tak enak sama temen-temannya, karena ilmunya belum mendalam . Kekhawatiran dan kecemasan si X ini akhirnya membuat X tak berani memulai dan akhirnya tak berkembang.

Kalau kita lihat contoh kasus si X, apakah kekhawatiran-kekhawatiran si X itu pada kenyataannya memang begitu? Apakah memamng si X ini tak kompeten? Jawabannya , belum tentu atau bahkan tidak. Kita bisa katakan bahwa si X ini terlalu mencemaskan penilaian orang lain terhadap dirinya. Pertanyaannya, kenapa ya si X kok bisa berpikiran seperti itu?

Sebenernya si X ini manusia biasa, si X ini makhluk sosial. Seperti yang kita ketahui, makhluk sosial itu memiliki hasrat untuk berbaur dan diterima oleh masyarakat. Setiap orang pada dasarnya perlu merasa diterima oleh lingkungannya (Chaplin, 1989). Jadi at some point, wajar si X ini mempertimbangkan pandangan atau pendapat orang lain.

Bahkan di beberapa moment, kita justru membutuhkan umpan balik dari orang lain. kita butuh saran, masukan, kritik yang membantu . Akan tetapi, berusaha peduli dengan perkataan orang lain itu kurang baik untuk kesehatan mental kita. Bisa bikin kita tak jujur dengan diri sendiri dan jadi labil

Maka, ada beberapa hal yg perlu kita pahami

"Kita hidup bukan jadi pemuas keinginan orang lain"

"This is your life, not theirs"

Coba kalau kita pikir lagi, apakah keputusan/pilihan yang kita buat selama ini dipilih untuk mengimpresi orang lain..atau karena kita benar-benar mau?

Meskipun kenyataannya memang ada orang-orang yang berbicara tentang kelemahan kita. Harus kita ingat!, rumor/gosip itu sifatnya sementara. Nantinya omongan yang tak enak itu bakal hilang sendirinya. Karena pada akhirnya setiap orang akan notice ke diri mereka sendiri.

Catatan :

Tidak terlalu peduli dengan penilaian orang lain bukan berarti kita tidak menerima sama sekali opini dari orang lain. Kita tetap menghargai opini dan pendapat orang lain. Terlebih jika itu berasal dari orang terdekat atau dengan niat dan tujuan yang baik untuk diri kita dan pengembangan diri kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun