Kampung Marawi terletak di kaki bukit. Ada satu keluarga yang hidup sangat sederhana. Pak Maman dan Ibu Ayu, mereka memiliki seorang putri yang bernama Latifah. Latifah masih kelas lima sekolah dasar.Â
Keseharian keluarga kecil mereka, mengolah lahan yang ada di sekitar rumah. Ditanami sayur, mayur dan hasilnya di jual ke kota. Latifah sepulang sekolah membantu ibu mencari kayu bakar di hutan.
Seperti biasanya, hari itu Ifah juga mencari kayu bakar. Tak terasa kakinya semakin jauh melangkah ke dalam hutan. Tampak dikejauhan ada sebuah gubuk. Penasaran, Ifah melangkahkan kakinya kesana.Â
Ternyata di gubuk tersebut ada seorang nenek yang tinggal sendirian. Nenek Asih namanya. Suaminya telah meninggal dua tahun yang lalu.Â
Makamnya juga ada di dekat gubuk mereka. Nenek Asih dan Aki Rahmat, sepanjang usianya tak memiliki anak. Nenek Asih sangat baik, ia mengajak Ifah bercerita. Hingga tak terasa hari telah berganti malam. Takut dicari kedua orang tuanya. Ifah segera pamit.
"Nenek hati-hati ya?" kata Ifah.
"Salam sama kedua orang tuamu," ucap Nenek Asih.
Ifah berlari kencang, menuju rumahnya. Setiba di rumah, kedua orang tuanya mulai panik mencari keberadaannya. Mereka takut Ifah di tangkap nenek jadi-jadian seperti yang dibicarakan penduduk desa.
"Maaf ayah! Maaf ibu!, Ifah memang mampir ke gubuk Nenek Asih. Beliau bukan nenek-nenek jadian seperti yang dibicarakan penduduk desa. Nenek Asih, manusia biasa seperti kita juga. Kasihan Nenek Asih, hidup sebatangkara di tengah hutan. Cerita Ifah pada kedua orang tuanya."
Orang tuanya percaya, akan cerita yang disampaikan Ifah. Dahulu, waktu mereka masih kecil, mereka mendengar cerita yang sama. Bahwa ada suami istri yang tinggal di tengah hutan. Mereka mengolah kebun buah-buahan dan beberapa hektar sawah. Kedua orang tua Ifah tak pernah sampai ke tengah hutan.
Hari ini siang begitu panas. Sinarnya membakar kulit putih Ifah. Ia segera pulang ke rumah. Ia akan mengunjungi Nenek Asih. Tak lupa membawakan sedikit makanan.