Mohon tunggu...
Nadya Agus Salim
Nadya Agus Salim Mohon Tunggu... Guru - Seorang Penulis yang juga berprofesi sebagai pendidik

Nadya. terkenal dengan nama Pena Nadya Agus Salim ,. Ibu dua orang anak ini adalah seorang guru SMK yang memiliki hobby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan Al Quran dalam Lemari

23 Agustus 2021   16:24 Diperbarui: 23 Agustus 2021   16:28 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sewaktu kecil kami selalu mengaji bersama ayah, setelah habis salat magrib. Tetapi dasar akunya yang bandel, ada saja alasanku untuk menolak mengaji. Sakit perut, pusing kepala, demam, batuk, dan banyak lagi alasan lain. Walau ayah keras mendidik kami. Berbagai cara yang ayah lakukan, jika kami tidak mengaji, diantaranya memukul menggunakan rotan. Hukuman tersebutpun tak berpengaruh padaku.

Hingga aku tumbuh dewasa terbata-bata aku membaca Juz Amma .Hati menjerit kepada siapa kupinta pertolongan untuk membimbingku, tiga puluh lima tahun usia yang sudah sangat terlambat untuk belajar.

Tak sengaja bukan bermaksud membongkar aib, kuceritakan harapan yang terkubur lama di dalam hati ini, pada seorang sahabat.

Hingga suatu hari ia membawa AlQuran yang cukup besar, seukuran kertas HVS F4 lengkap dengan ejaan berbahasa Indonesia, terjemahan dan Tajwidnya. Ya Allah bersyukur sekali ada yang begitu sayang padaku hamba yang banyak dilumuri dosa ini.

"Terima kasih banyak Desi, semoga Baraqoh insyaallah akan saya baca," janjiku kala itu.

Kubawa AlQuran tersebut dengan langkah riang menuju rumah, dan menyimpannya rapi dalam lemari pakaian di kamar tidurku, agar tak berdebu tentunya.

Sebulan... dua bulan... belum kusentuh Ia, hanya kubiarkan teronggok rapi di dalam lemari pakaian, bertemankan sepi.

Enam bulan terlewati dengan kesia-siaan, waktu terus berjalan, entah mengapa perasaanku membuncah.

Setiap kubuka lemari, ada ia yang selalu menatap dengan sedih akan kehadiranku, seolah-olah ia berkata , " Ana kapan kau peluk aku, tak usahlah kau baca, kau peluk saja aku sudah sangat bahagia."

Tak kuhiraukan pandangan sedihnya menatapku, kututup kembali pintu lemari setelah kuambil sehelai pakaian kerja.

Tapi hatiku tak bisa berbohong, ia yang ada dalam lemari hanya bertemankan sepi, seolah-olah sedang menatap penuh iba padaku, berharap kuraih dan kupeluk, begitu seterusnya tiap kubuka lemari.

Hingga tak tahan rasanya karena pandangan sayunya begitu menyentuh perasaanku.

Selepas salat magrib kubuka pintu lemari, kupeluk dan kucium dengan air mata bercucuran, "Maaf telah lama tak kuhiraukan engkau, kubiarkan teronggok tanpa kupedulikan kehadiranmu". "Ya Allah Yaa Rabb ampunkan salahku , aku sadar telah berjanji pada sahabatku untuk membacanya, tapi begitu lama baru kusentuh ia."

Sejak malam itu, setiap selesai salat fardhu, Al-Quran yang telah lama tersimpan di dalam lemari. Telah mulai kubaca, dengan air mata bercucuran menahan haru. Walau dengan terpatah-patah, pelan akhirnya aku dapat menyelesaikan satu ain. Alhamdulillah sahabatku, Desi memberikan Al-Quran yang juga berbahasa Indonesia. Hingga saat ada ayat yang aku lupa hurufnya, aku bisa mencari tahu dengan membaca tulisan yang berbahasa Indonesia.

Lama-kelamaan, karena seringnya aku membaca, akhirnya aku mulai lancar. Aku telah mengenal huruf-huruf. Al-Quran kini menjadi sahabatku, tak lepas ia dari dekapan pelukan hangat tubuhku. Kemana saja aku pergi, menginap di rumah ibu, di rumah kakak, ia selalu ikut. Kini membacanya, hati merasa tenang dan damai.

Yaa Allah Yaa Rabb, begitu besar nikmat yang kau berikan padaku.

Begitu indah firman yang kubaca, ku kaji setiap makna yang terkandung di dalamnya. Yaa Allah Yaa Rahman, Yaa Rahim. Begitu besar kuasaMu atas diriku. Jika bukan semua karena kasih sayangMu padaku, mungkin saat ini aku masih saja lalai akan FirmanMu. Aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk membaca Firman-firmanMu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun