Kehidupan dalam era digital yang berkembang pesat saat ini memaksa kita untuk semakin akrab dan menyesuaikan diri dengan keadaan dunia digitalisasi. Saat ini komunikasi sudah menjadi lebih mudah, tidak lagi bersifat konvensional namun sudah bersifat fleksibel tanpa mengenal jarak dan waktu. Kehadiran internet juga telah mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia. Jika sebelumnya penyebaran budaya asing ke Indonesia berlangsung lambat, kini proses tersebut menjadi jauh lebih cepat dan mudah diakses berkat pesatnya perkembangan teknologi. Tidak hanya itu, internet juga menjadi sebuah alat yang sangat efektif untuk menaikkan isu-isu sosial ke permukaan atau disebut sebagai viral dimana suatu isu dapat naik ke permukaan dalam waktu yang sangat singkat dan menarik perhatian masyarakat luas dengan cepat.Â
Media sosial, sebagai sebuah platform berbasis internet agar penggunanya dapat berkomunikasi, berbagi informasi serta membangun jaringan secara virtual. Dengan fungsi utamanya memfasilitasi interaksi sosial antar masyarakat individu atau kelompok, media sosial telah menjadi alat yang kuat untuk menjadikan suatu hal terkenal atau viral.Â
Di Indonesia, budaya viral telah menjadi suatu cara masyarakat untuk menyelesaikan berbagai macam masalah sosial. Hal ini dikarenakan dengan cepatnya penyebaran melalui media sosial, isu-isu yang tadinya dianggap remeh dan tidak banyak orang yang tahu kini dapat diangkat dan mendapatkan perhatian luas.Â
1. Budaya Viral Sebagai Solusi Cepat untuk Masalah Sosial
Budaya viral di media sosial memungkinkan isu-isu sosial menjadi perhatian publik dengan cepat. Melalui fitur "share" dan konektivitas penggunanya dapat memudahkan penyebaran informasi atau isu secara luas. Hal ini seringkali dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah sosial, seperti relawan bagi korban bencana alam.Â
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya menjadi alat komunikasi masyarakat, tetapi juga sebagai media yang kuat dalam memobilisasi dukungan masyarakat.Â
Namun, efektivitas budaya viral ini menyoroti satu kelemahan penting yaitu isu-isu sosial di Indonesia menjadi seringkali hanya mendapatkan tekanan dari masyarakat melalui media sosial. Tanpa tekanan masyarakat dari media sosial, banyak masalah atau isu yang akan tetap diabaikan oleh pihak berwenang.
Sebagai contoh di sebuah kasus pelecehan seksual pegawai KPI oleh teman-teman kantor korban sejak korban bekerja di KPI pada 2012 silam. Korban awalnya melaporkan kepada polisi namun petugas polisi malah mengalihkan dengan menyuruh korban melapor kepada atasan di KPI lebih dulu. Karena korban sudah tidak tahu harus melapor kepada siapa, akhirnya korban menulis cerita pelecehan seksual yang dialaminya tersebut di salah satu platform media sosial. Setelah viral barulah polisi, KPI serta pihak lainnya bergerak menindaklanjuti kasus tersebut. Dari kasus ini sangat terlihat bahwa budaya viral di Indonesia menjadi sebuah alat atau sebuah kunci agar sebuah masalah bisa ditindaklanjuti.
2. Ketergantungan pada Viralitas adalah Cermin Kelemahan Sistem Formal
Ketergantungan pada budaya viral untuk menyelesaikan sebuah isu atau masalah sosial di Indonesia menunjukkan kelemahan dalam sistem form di Indonesia. Idealnya, isu-isu sosial seharusnya ditangani secara proaktif oleh pihak berwenang tanpa menunggu isu tersebut menjadi viral. Namun, kenyataannya banyak sekali masalah sosial yang baru ditindaklanjuti setelah mendapat perhatian luas di media sosial. Padahal idealnya, pemerintah dan pihak berwenang harus dapat menindaklanjuti secara proaktif dan memastikan bahwa setiap laporan ditangani langsung tanpa menunggu masalah tersebut tersebar luas di media sosial.Â
Kasus-kasus seperti kekerasan, pelecehan seksual atau pelanggaran hak asasi manusia baru mendapatkan tindakan setelah masyarakat  atau bahkan korban menyebarkan ceritanya secara luas di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa sistem formal di Indonesia kurang responsif terhadap laporan individu kecuali ada dorongan melalui viralitas. Ketergantungan ini menjadi indikator bahwa sistem yang sudah ada belum mampu menjamin keadilan secara merata.
3. Menguatkan Sistem Formal Sebagai Solusi
Untuk mengatasi ketergantungan pada budaya viral, pemerintah perlu menguatkan sistem formal di Indonesia agar lebih responsif terhadap masalah sosial. Media sosial disini bisa digunakan masyarakat untuk mengenali isu-isu yang berkembang tetapi keputusan bertindak tidak boleh berdasarkan tekanan publik dari masyarakat. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan:Â
1. Meningkatkan sistem pengaduan, membuat mekanisme pengaduan menjadi lebih mudah diakses, transparan dan efisien sehingga masyarakat merasa aman untuk melaporkan masalah mereka.Â
2. Meningkatkan kapasitas penegak hukum, melatih dan melengkapi para penegak hukum agar dapat bertindak responsif terhadap laporan masyarakat.Â
3. Memilah penggunaan data media sosial, pemerintah bisa memilah atau menganalisis isu di media sosial sebagai alat pendeteksi dini untuk mengidentifikasi masalah.Â
Beberapa langkah diatas bisa mengurangi ketergantungan pada budaya viral di Indonesia dan juga membangun kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan pihak berwenang terhadap sistem formal. Dengan demikian, budaya viral bisa menjadi alat pendukung, bukan menjadi alat penyelesaian masalah sosial di Indonesia.Â
Budaya viral di Indonesia telah menjadi cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah sosial di era digital. Namun, ketergantungan pada fenomena ini mencerminkan kelemahan mendasar dalam sistem formal. Masalah sosial sering kali hanya mendapatkan perhatian setelah viral di media sosial, sementara pemerintah dan pihak berwenang cenderung kurang proaktif dan responsif terhadap laporan yang belum terekspos luas. Â
Idealnya, sistem formal harus mampu menangani laporan masyarakat secara langsung dan merata tanpa menunggu tekanan dari viralitas. Ketergantungan pada budaya viral tidak hanya berpotensi menciptakan ketidakadilan bagi isu yang tidak viral, tetapi juga membuka peluang bagi penyebaran informasi yang tidak akurat atau bahkan hoaks. Â
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu memperkuat mekanisme formal yang transparan, cepat, dan dapat diandalkan. Dengan demikian, budaya viral dapat berfungsi sebagai pelengkap, bukan sebagai syarat utama agar masalah sosial dapat ditindaklanjuti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H