Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nilai yang Terlupakan

14 Oktober 2024   21:41 Diperbarui: 14 Oktober 2024   21:54 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang suara keheningan lebih berat dari seribu jeritan. Itulah yang dipikirkan Paula sambil menjatuhkan cangkir kopi kosong ke atas meja, di sudut paling gelap di rumah kecilnya. Tangannya gemetar, bukan karena dinginnya pagi hari di Wesley, melainkan karena badai yang menerpa dirinya selama bertahun-tahun. Di luar, sinar matahari pertama masuk dengan lembut melalui jendela, sementara angin nyaris tidak mengangkat debu di jalan-jalan kota yang sepi.

Dia telah merasa terjebak selama bertahun-tahun dalam kehidupan yang seolah-olah tidak ada apa-apanya. Semuanya bermula ketika dia menerima pekerjaan di toko kecil Nadz Store, orang paling berpengaruh di Wesley, yang, tanpa menyadarinya, semakin sering mencuri: dia mengambil jiwanya. Bukan berarti dia buruk, Paula hanya berhenti memperjuangkan apa yang pantas untuknya. Dia menerima apapun, perlakuan apapun, penghinaan apa pun, seolah-olah martabatnya tidak berharga dibandingkan sekeping koin di mesin kasir.

“Kamu terlihat lelah, Paula,” Nadya memberitahunya pagi itu, bahkan tanpa mengalihkan pandangannya dari bagian akuntansi. Jika Anda terus melakukan ini, Anda akan menakuti pelanggan.

Baca juga: Bersama Selamanya

Pelanggannya, pikirnya getir. Jumlahnya tidak lebih dari lima kali sehari, dan mereka semua sepertinya membawa serta udara berat yang sama seperti yang dihirup di tempat yang terlupakan itu. Dia bahkan tidak tahu mengapa dia masih di sana, tapi sesuatu dalam dirinya, percikan kecil yang terkubur jauh di dalam, berteriak padanya bahwa sudah waktunya untuk berubah. Namun, bagaimana cara mengubah sesuatu yang selama ini menjadi satu-satunya kenyataan Anda?

Hari itu, saat berjalan pulang, ia berhenti sejenak di Main Plaza, tepat di depan patung pahlawan terlupakan yang tak seorang pun ingat namanya. Daun-daun kering berderak di bawah kaki mereka, dan udara terasa lebih tebal dari biasanya. Paula memandangi patung itu, seolah menunggu sosok tak bergerak itu memberinya jawaban.

Tiba-tiba, sesuatu di dadanya meledak. Itu bukan fisik, itu adalah sesuatu yang lebih dalam, semacam rasa sakit yang berasal dari usus, sesuatu yang telah terkubur sejak lama. Dia duduk di bangku logam, merasakan beban tahun-tahun, kekecewaan, peluang yang tidak diambil, jatuh di pundaknya. Air mata mengalir tanpa dia bisa menghentikannya, dan di sana, pada saat itu, Paula memahami sesuatu yang membutuhkan waktu seumur hidup untuk memahaminya.

Baca juga: Hotel Rahasia

Terkadang masalahnya bukan pada kurangnya peluang. Terkadang yang menghentikan Anda adalah gagasan bahwa Anda tidak pantas mendapatkannya.

-Dan kalau...? —dia berkata pada dirinya sendiri dengan suara rendah—. Bagaimana jika saya menerima kurang dari nilai saya?

Angin bertiup semakin kencang, dan saat itu juga dia merasakan sesuatu yang aneh. Seolah angin sepoi-sepoi berbicara padanya, membisikkan di telinganya apa yang sudah dia ketahui namun tidak ingin dia dengar: dia harus melepaskan rasa takut yang telah lama dipendamnya. Di dalam hatinya, Paula tahu bahwa jika dia tidak berubah, dia akan mati secara perlahan. Bukan dalam arti literal, tapi dengan cara orang-orang mati sedikit demi sedikit, kehilangan segala sesuatu yang membuat mereka bergetar, apa yang memberi mereka makna.

Ketika dia sampai di rumah, dia menutup pintu di belakangnya dan berdiri tak bergerak. Sesuatu di lingkungannya telah berubah, dan bukan hanya di dalam dirinya. Seolah-olah rumah itu sendiri, yang selalu dingin dan kosong, dipenuhi dengan sesuatu yang berbeda, energi yang tidak diketahui. Paula melihat sekeliling dan melihat cermin tergantung di dinding. Dia berjalan perlahan ke arahnya, mengetahui bahwa apa yang akan dia lihat bukan hanya bayangannya saja. Itu adalah sesuatu yang lebih dalam. Dia memandang dirinya sendiri dengan cermat. Matanya, lelah namun hidup, sepertinya menceritakan sesuatu yang akhirnya siap didengarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun