Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinderella: Gema Abu dan Balas Dendam

13 Oktober 2024   20:01 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:16 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pria dan Wanita, sumber: Pixabay)

Suatu ketika, di sebuah kerajaan yang sangat jauh sehingga hanya sedikit orang yang mengingatnya, ada seorang gadis muda bernama Ella. Kecantikannya memang tak terbantahkan, namun kesedihan di matanya lah yang paling menarik perhatian orang-orang yang berani memandangnya dari dekat. Setelah kematian ibunya, ayahnya, seorang saudagar bangsawan, menikahi seorang wanita kejam dan ambisius, yang membawa serta dua anak perempuan yang berbagi keburukannya.

Hidup Ella menjadi siksaan. Ibu tiri dan saudara tirinya membuangnya ke sudut rumah yang paling gelap dan terdingin, memaksanya membersihkan, memasak, dan melakukan semua pekerjaan berat. Mereka memanggilnya "Cinderella", mengejek penampilannya yang kotor dan abu yang menodai pakaiannya setiap kali dia tidur di dekat perapian untuk melindungi dirinya dari hawa dingin.

Hari-hari berlalu dan keputusasaan tumbuh di hatinya. Tapi apa yang wanita kejam itu tidak tahu adalah bahwa kesedihan Cinderella tidak hanya menarik kesengsaraan ke dalam hidupnya, tapi juga sesuatu yang lebih gelap, sesuatu yang menunggu dalam bayang-bayang, memakan rasa sakitnya.

Suatu malam, ketika angin menderu-deru aneh melalui pepohonan dan bulan bersinar pucat di atas pemandangan, Cinderella duduk di dekat perapian, menyaksikan bara api perlahan-lahan terbakar habis. Pikirannya dipenuhi dengan keputusasaan dan kemarahan. Saya ingin, lebih dari segalanya, bebas. "Kalau saja aku bisa lolos dari kehidupan ini," bisiknya ke udara, permohonan yang bergema di kehampaan malam.

Nyala api tampak berkedip-kedip, seolah-olah mereka telah mendengar keinginannya. Dari abu, muncul sosok yang bukan milik dunia orang hidup maupun dunia orang mati. Dia adalah seorang wanita jangkung, dengan mata yang bersinar seperti bara api dan senyum miring. "Kau memanggilku," bisiknya dengan suara yang lembut sekaligus menakutkan.

Cinderella memandangnya, dilumpuhkan oleh rasa takut, tetapi sesuatu dalam dirinya, sebuah keinginan yang putus asa, mendorongnya untuk berbicara. "Siapa kamu?" dia bertanya dengan suara rendah.

“Aku adalah apa yang telah kamu ciptakan,” jawab sosok itu. "Kesedihanmu, kemarahanmu, keinginanmu untuk membalas dendam. Aku di sini untuk mengabulkan apa yang kamu rindukan, tapi sebagai gantinya... aku akan membutuhkan sesuatu darimu."

Cinderella, yang diliputi kebencian terhadap ibu tiri dan saudara tirinya, tidak ragu-ragu. "Saya akan melakukan apa saja. Saya ingin mereka menderita seperti saya menderita."

Sosok itu tersenyum lebih lebar, memperlihatkan gigi setajam silet. “Maka akan menjadi seperti ini.”

Keesokan paginya, rumah itu mulai berubah secara halus namun mengganggu. Saudara tirinya mulai mengalami mimpi buruk yang membuat mereka tetap terjaga, wajah mereka menjadi pucat dan kuyu. Ibu tirinya jatuh sakit, tubuhnya layu tanpa alasan yang jelas, dan suara-suara aneh di dalam rumah menjadi konstan: bisikan, tawa di kejauhan, dan suara berderit yang tidak dapat dijelaskan.

Cinderella, sementara itu, menyaksikan semuanya dengan campuran rasa puas dan takut. Hari demi hari berlalu, dia merasakan kehadiran sosok yang dia panggil semakin dekat dengannya, seolah bayangan di dalam rumah mulai melahapnya juga. Namun hal terburuk masih akan terjadi.

Suatu hari, seorang utusan dari istana mengumumkan bahwa sebuah pesta dansa akan diadakan untuk menghormati sang pangeran, yang sedang mencari seorang istri. Kedua saudara tirinya, meskipun kondisi mereka semakin memburuk, bertekad untuk hadir. Ibu tirinya, yang lemah namun tetap kejam, melarang Cinderella mendekati acara tersebut, tertawa dengan jijik saat dia merenggut semua harapan untuk melarikan diri dari kehidupannya yang menyedihkan.

Malam itu, saat saudara tiri dan ibu tiri bersiap untuk pesta dansa, bayangan di dalam rumah menjadi lebih pekat, lebih hidup. Cinderella kembali duduk di dekat perapian, menunggu sosok itu muncul. Dan hal ini tidak butuh waktu lama untuk terwujud.

"Aku ingin pergi ke pesta dansa," tuntut Cinderella, suaranya serak karena putus asa.

Sosok itu mencondongkan tubuh ke arahnya, matanya menyala dengan cahaya jahat. “Baiklah, tapi ingat, segala sesuatu ada harganya.” Dengan lambaian tangannya, Cinderella berubah. Gaunnya, yang kotor dan compang-camping, menjadi putih pucat. Kakinya, yang dulunya tertutup abu, kini dihiasi dengan sandal kristal yang berkilauan dengan cahaya yang tidak menyenangkan. “Pergilah,” kata sosok itu, “tetapi pada tengah malam, kamu harus kembali, atau semua yang kamu inginkan akan terbayar.”

Cinderella tiba di pesta dansa seperti penglihatan yang halus. Sang pangeran langsung terpikat oleh kecantikan dan aura misteriusnya. Mereka berdansa sepanjang malam, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Cinderella merasa bebas, dicintai. Namun, ketika jam menunjukkan tengah malam, lonceng berbunyi di telinganya seperti gema kutukan.

Dia lari dari istana, meninggalkan salah satu sandal kacanya. Sang pangeran, yang sangat ingin menemukannya, melancarkan pencarian ke seluruh kerajaan.

Keesokan harinya, ketika sang pangeran tiba di rumah Cinderella dengan membawa sepatu tersebut, rumah itu sendiri tampak diselimuti bayangan yang lebih dalam dari sebelumnya. Kedua saudara tirinya, yang kini hanya bayang-bayang dari apa yang mereka alami sebelumnya, mencoba untuk mengenakan sepatu tersebut, namun tubuh mereka menggeliat dalam penderitaan yang tak terlukiskan.

Akhirnya Cinderella dipanggil. Sang pangeran, melihatnya, gemetar. Dia cantik, tapi ada sesuatu di matanya, sesuatu yang gelap dan kosong. Ketika sepatunya pas, sosok yang dia panggil muncul di belakangnya, tidak terlihat oleh orang lain, tetapi terlihat jelas oleh Cinderella.

“Harganya telah dibayar,” bisik sosok itu, dan pada saat itu juga, tubuh Cinderella mulai hancur, berubah menjadi abu. Kata-kata terakhirnya merupakan gema dari janji yang dia buat pada malam dia memanggil bayangan: "Segala sesuatu yang kita inginkan ada harganya."

Maka Cinderella, yang hanya ingin lepas dari penderitaannya, menemui takdirnya di abu balas dendamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun