Cinderella, sementara itu, menyaksikan semuanya dengan campuran rasa puas dan takut. Hari demi hari berlalu, dia merasakan kehadiran sosok yang dia panggil semakin dekat dengannya, seolah bayangan di dalam rumah mulai melahapnya juga. Namun hal terburuk masih akan terjadi.
Suatu hari, seorang utusan dari istana mengumumkan bahwa sebuah pesta dansa akan diadakan untuk menghormati sang pangeran, yang sedang mencari seorang istri. Kedua saudara tirinya, meskipun kondisi mereka semakin memburuk, bertekad untuk hadir. Ibu tirinya, yang lemah namun tetap kejam, melarang Cinderella mendekati acara tersebut, tertawa dengan jijik saat dia merenggut semua harapan untuk melarikan diri dari kehidupannya yang menyedihkan.
Malam itu, saat saudara tiri dan ibu tiri bersiap untuk pesta dansa, bayangan di dalam rumah menjadi lebih pekat, lebih hidup. Cinderella kembali duduk di dekat perapian, menunggu sosok itu muncul. Dan hal ini tidak butuh waktu lama untuk terwujud.
"Aku ingin pergi ke pesta dansa," tuntut Cinderella, suaranya serak karena putus asa.
Sosok itu mencondongkan tubuh ke arahnya, matanya menyala dengan cahaya jahat. “Baiklah, tapi ingat, segala sesuatu ada harganya.” Dengan lambaian tangannya, Cinderella berubah. Gaunnya, yang kotor dan compang-camping, menjadi putih pucat. Kakinya, yang dulunya tertutup abu, kini dihiasi dengan sandal kristal yang berkilauan dengan cahaya yang tidak menyenangkan. “Pergilah,” kata sosok itu, “tetapi pada tengah malam, kamu harus kembali, atau semua yang kamu inginkan akan terbayar.”
Cinderella tiba di pesta dansa seperti penglihatan yang halus. Sang pangeran langsung terpikat oleh kecantikan dan aura misteriusnya. Mereka berdansa sepanjang malam, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Cinderella merasa bebas, dicintai. Namun, ketika jam menunjukkan tengah malam, lonceng berbunyi di telinganya seperti gema kutukan.
Dia lari dari istana, meninggalkan salah satu sandal kacanya. Sang pangeran, yang sangat ingin menemukannya, melancarkan pencarian ke seluruh kerajaan.
Keesokan harinya, ketika sang pangeran tiba di rumah Cinderella dengan membawa sepatu tersebut, rumah itu sendiri tampak diselimuti bayangan yang lebih dalam dari sebelumnya. Kedua saudara tirinya, yang kini hanya bayang-bayang dari apa yang mereka alami sebelumnya, mencoba untuk mengenakan sepatu tersebut, namun tubuh mereka menggeliat dalam penderitaan yang tak terlukiskan.
Akhirnya Cinderella dipanggil. Sang pangeran, melihatnya, gemetar. Dia cantik, tapi ada sesuatu di matanya, sesuatu yang gelap dan kosong. Ketika sepatunya pas, sosok yang dia panggil muncul di belakangnya, tidak terlihat oleh orang lain, tetapi terlihat jelas oleh Cinderella.
“Harganya telah dibayar,” bisik sosok itu, dan pada saat itu juga, tubuh Cinderella mulai hancur, berubah menjadi abu. Kata-kata terakhirnya merupakan gema dari janji yang dia buat pada malam dia memanggil bayangan: "Segala sesuatu yang kita inginkan ada harganya."
Maka Cinderella, yang hanya ingin lepas dari penderitaannya, menemui takdirnya di abu balas dendamnya.