Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Taman Mawar Layu

5 Oktober 2024   19:57 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Taman Mawar Layu, sumber: Pixabay)

Sore perlahan tiba kota kecil yang hilang di antara perbukitan Wesley. Angin membawa dedaunan kering melewati jalanan berdebu, dan di kejauhan, matahari kusam mulai bersembunyi di balik pegunungan, mewarnai langit dengan warna oranye dan ungu. Udara segar dengan sedikit kelembapan menandakan malam akan segera tiba, penuh misteri.

Isabella tinggal sendirian di sebuah rumah tua kecil, jauh dari yang lain. Rumah itu, meskipun kecil dan terbengkalai, memiliki taman yang mengesankan, penuh dengan semak mawar yang tampaknya tidak termasuk dalam lanskap terpencil itu. Mawar itu berwarna merah tua, hampir tidak wajar, dan aroma manisnya meresap ke udara, menarik perhatian setiap orang yang lewat. Namun yang paling mengejutkan adalah, meskipun penduduk kota lainnya berjuang untuk menjaga tanaman mereka tetap hidup di iklim yang gersang itu, mawar Isabel bermekaran dengan subur, selalu indah dan sempurna.

Desas-desus di kota selalu berkisar seputar tamannya. Beberapa orang mengatakan bahwa Isabella memiliki perjanjian dengan kekuatan gelap, bahwa mawar adalah penghubungnya dengan pihak lain. Yang lain, lebih pragmatis, mengklaim bahwa ia mewarisi pengetahuan leluhur dari neneknya, seorang wanita yang menurut apa yang mereka katakan, tahu cara menggunakan tanaman untuk menyembuhkan dan mengutuk.

Baca juga: Taman Rangka

Sore itu, ketika Isabella sedang menyiram semak mawarnya, dia melihat sesuatu bergerak di semak-semak itu. Itu kecil, nyaris tidak ada bayangan. Dia mendekat perlahan, mencondongkan tubuh ke dalam untuk melihat lebih jelas. Tiba-tiba, seekor kelinci kecil melompat keluar dari dahan, sangat putih bersih hingga menonjol di tanah dan dedaunan kering. Hewan kecil itu kelihatannya ketakutan, tetapi ia tidak pergi jauh, seolah-olah sedang mencari sesuatu yang khusus. Isabella tersenyum dan, dengan suara lembut, berbicara kepadanya:

—Jangan takut, anak kecil. Aku tidak akan menyakitimu.

Kelinci itu, secara mengejutkan, mendekat sedikit, mengamati Isabella dengan mata hitamnya yang besar. Sesuatu pada tatapan itu membuat tulang punggungnya merinding. Ada kecerdasan yang aneh, kesadaran yang tidak saya duga akan terlihat pada binatang. Namun, dia mengabaikan sensasi tersebut dan melanjutkan tugasnya, membiarkan kelinci mengendus-endus tanaman.

Baca juga: Di Bawah Langit

Hari-hari berlalu dan kelinci itu kembali setiap sore, seolah-olah ada sesuatu yang menariknya ke taman Isabella. Setiap kali dia melihatnya, dia merasakan campuran antara kelembutan dan ketakutan. Ada yang tidak beres pada hewan itu, tapi saya tidak tahu apa itu. Namun, dia memutuskan untuk memberinya makan dan menjaganya tetap dekat, percaya bahwa dia hanya membutuhkan cinta dan perhatian.

Suatu malam, saat menyiram bunga mawar di bawah cahaya bulan yang redup, dia mendengar suara gemerisik datang dari dalam taman. Awalnya dia mengira itu karena angin, tetapi ketika bisikan itu semakin jelas, Isabella merasakan perutnya mual. Kata-katanya tidak dapat dimengerti, seolah-olah seseorang berbicara dalam bahasa kuno, tetapi nadanya jelas: seseorang atau sesuatu memanggilnya dari belakang taman, tepat di tempat kelinci biasanya muncul.

Baca juga: Momen yang Tepat

Dia mendekat perlahan, dengan senter di tangannya, menerangi jalan di antara semak mawar. Bisikan itu semakin keras, dan saat dia bergerak maju, dia merasakan udara di sekitarnya semakin tebal dan berat. Ketika dia sampai di sudut terjauh taman, dia melihat sesuatu yang membuatnya lumpuh: kelinci itu ada di sana, tapi dia tidak sendirian.

Di depannya, sesosok tubuh tinggi kurus, diselimuti bayang-bayang, mengawasinya. Ia tidak memiliki wajah, hanya siluet gelap yang sepertinya menyerap sedikit cahaya yang ada. Isabella mundur selangkah, tetapi sebelum dia sempat bereaksi, kelinci itu melompat ke arahnya, dan pada saat itu, segalanya berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun