Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Skenario Cinta

1 Oktober 2024   04:40 Diperbarui: 1 Oktober 2024   05:04 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Skenario Cinta, sumber: https://www.calculemus.net)

Aroma kopi yang baru diseduh melayang di udara "El Vagn", sebuah bar kecil yang terlupakan di sudut kota. Lampunya berkedip-kedip, dan mejanya setengah penuh, tapi ada suasana khusus di udara. Segalanya tampak rutin bagi Izel, seorang wanita muda dengan rambut keriting dan senyum tulus yang berlari di antara meja dengan nampan penuh cangkir, senyuman, dan sedikit tip. Tapi malam itu, ada sesuatu yang akan berubah, dan dia belum menyadarinya.

---Izel! "Jangan lupa meja ketiga," teriak Too, pemilik bar dari bar.

-Aku datang! ---Dia menjawab, sambil mengeringkan tangannya dengan celemeknya dan menuju ke sudut paling gelap di tempat itu.

Di sana, dalam kegelapan, ada seorang pria yang duduk di depan piano. Jari-jarinya menggerakkan tuts dengan keluwesan yang menghipnotis, meski sepertinya tidak ada yang menyadarinya. Izel terpesona oleh bagaimana, meskipun pianonya sudah usang dan pencahayaannya buruk, pria itu bermain seolah-olah dia berada di panggung teater penuh. Seolah setiap nada yang keluar dari jemarinya mempunyai bobot, cerita, emosi tersendiri.

Ketika dia mendekat untuk meninggalkan kopinya, mata mereka bertemu. Dia mendongak, dan senyumnya seringan menawan.

"Terima kasih," gumamnya sambil sedikit menundukkan kepalanya.

-Terima kasih kembali. "Omong-omong, permainanmu sangat indah," katanya, hampir berbisik, tidak ingin mengganggu musiknya.

"Itu satu-satunya hal yang aku tahu bagaimana melakukannya," jawabnya dengan senyuman penuh misteri.

Baca juga: Bunga dan Bayangan

Percakapan singkat itu adalah permulaan. Malam demi malam, saat Izel berjuang untuk mengikuti rutinitasnya di meja, matanya tak terhindarkan bertemu dengan mata sang pianis. Dan malam demi malam, dia mendedikasikan sebuah melodi untuknya, lembut namun intens, sarat dengan sesuatu yang tidak dapat dia gambarkan. Seolah-olah catatan itu berbicara langsung ke hatinya.

Suatu sore, saat matahari baru saja mulai terbenam, Izel meninggalkan bar, lelah namun dengan percikan kegembiraan berkibar di dadanya. Dan di sanalah dia, bersandar di dinding bata, dengan sebatang rokok di antara jari-jarinya dan senyuman di wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun