Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ilusi Kebenaran: Saat Kebohongan Menjadi Kenyataan

24 Agustus 2024   08:41 Diperbarui: 24 Agustus 2024   08:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilusi Kebenaran: Saat Kebohongan Menjadi Kenyataan.

Berbohong sama tuanya dengan interaksi manusia itu sendiri. Baik untuk menghindari konflik, untuk mendapatkan sesuatu, atau sekadar karena kebiasaan, kebohongan telah tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun apa jadinya bila batas antara kenyataan dan penipuan menjadi kabur sehingga si pembohong sendiri tidak bisa lagi membedakan keduanya? 

Beberapa orang mengatakan begitu banyak kebohongan sehingga mereka mulai mempercayai kebohongan mereka sendiri, sehingga menciptakan realitas menyimpang yang sulit diungkap. 

Psikologi di Balik Penipuan Diri Sendiri 

Fenomena dimana individu mulai mempercayai kebohongannya sendiri adalah proses psikologis yang terdokumentasi dengan baik yang dikenal sebagai "disonansi kognitif". Hal ini terjadi ketika seseorang mengalami ketidaknyamanan akibat menganut dua keyakinan yang bertentangan. 

Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, mereka mungkin mengubah persepsi mereka tentang realitas, meyakinkan diri mereka sendiri bahwa kebohongan yang mereka katakan, pada kenyataannya, benar.

Seiring berjalannya waktu, kebohongan yang berulang-ulang dapat membentuk kembali ingatan dan pemahaman seseorang terhadap suatu peristiwa, memperkuat kebohongan tersebut sebagai "kebenaran" mereka. Penipuan diri ini tidak selalu dilakukan secara sadar. Seringkali, individu tidak sepenuhnya menyadari bahwa mereka berbohong atau persepsi mereka telah berubah. 

Mereka mungkin membenarkan tindakan mereka atau merasionalisasikan kebohongan mereka sedemikian rupa sehingga membuat kebohongan tersebut tampak perlu atau bahkan mulia. Misalnya, seseorang mungkin berbohong tentang pencapaiannya, awalnya untuk mengesankan orang lain, namun lama kelamaan mereka mungkin benar-benar percaya bahwa mereka telah mencapai pencapaian yang dibuat-buat tersebut. 

(Ilustrasi Wanita Berbohong, sumber: depositphotos)
(Ilustrasi Wanita Berbohong, sumber: depositphotos)

Konsekuensi dari Mempercayai Kebohongan Sendiri 

Ketika seseorang mulai mempercayai kebohongannya sendiri, mereka memasuki wilayah berbahaya di mana realitas menjadi konsep yang mudah diubah. Hal ini dapat menyebabkan beberapa akibat yang merugikan: 

1. Erosi Kepercayaan

Saat kebohongan bertambah dan semakin mendarah daging, hubungan mulai rusak. Kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang bermakna, dan jika sudah rusak, akan sulit untuk membangunnya kembali. Jika seseorang berulang kali berbohong dan mulai mempercayai kebohongan tersebut, mereka mungkin akan bertindak berdasarkan kebohongan tersebut, menyebabkan kebingungan, rasa sakit hati, dan pengkhianatan di antara orang-orang terdekatnya. 

2. Kehilangan Identitas

Kebohongan terus-menerus dapat menyebabkan retaknya harga diri. Ketika narasi hidup seseorang dibangun diatas kebohongan, identitas aslinya terkubur di bawah lapisan penipuan. Hal ini dapat menyebabkan krisis di mana individu tidak lagi mengetahui siapa dirinya sebenarnya. 

3. Tekanan Psikologis

Mempertahankan jaringan kebohongan melelahkan secara mental dan emosional. Ketika kebohongan semakin kompleks, maka diperlukan pula upaya untuk menjaga konsistensinya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan bahkan depresi, karena individu tersebut berjuang untuk mengikuti apa yang telah mereka ciptakan.

4. Isolasi Sosial

Ketika kebohongan terungkap, atau ketika kesenjangan antara kenyataan dan persepsi individu menjadi terlalu besar, hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial. Teman, keluarga, dan kolega mungkin menjauhkan diri, tidak mau berinteraksi dengan seseorang yang versi realitasnya sangat berbeda dengan versi mereka. 

Menyadari Kebenaran

Saat berhadapan dengan seseorang yang terjerat dalam kebohongannya sendiri, sangat penting untuk menghadapi situasi tersebut dengan hati-hati. Konfrontasi sering kali dapat mengarah pada sikap defensif dan semakin mengakar dalam keyakinan salah mereka.

Sebaliknya, pertanyaan lembut dan mendorong refleksi diri dapat membantu individu mulai melihat perbedaan dalam narasinya. Penting untuk diingat bahwa di balik kebohongan, sering kali ada rasa takut atau rasa tidak aman yang mendasari perilaku tersebut. Mengatasi masalah mendasar ini dapat menjadi kunci untuk membantu orang tersebut terbebas dari siklus penipuannya. 

Aku Sudah Tahu Kamu Berbohong

Di dunia saat ini, di mana media sosial dan interaksi digital seringkali mengaburkan kenyataan, kebohongan kini semakin mudah berakar dan berkembang. Namun kebenaran mempunyai cara untuk muncul ke permukaan, baik melalui isyarat halus, ketidakkonsistenan, atau sekadar intuisi orang-orang di sekitar kita.

Ketika seseorang berkata, "Saya sudah tahu kamu berbohong," ini adalah pengingat yang kuat bahwa tidak peduli seberapa rumit atau seberapa dalam kebohongan itu dipercaya, pada akhirnya kebohongan itu akan terungkap. 

Pada akhirnya, kejujuran bukan hanya tentang mengatakan kebenaran kepada orang lain; ini tentang jujur pada diri sendiri. Kebebasan yang didapat dari menjalani kehidupan sejati jauh melebihi keuntungan sementara yang mungkin didapat dari penipuan. Karena betapapun meyakinkannya kebohongan, kebenaran akan selalu menjadi keputusan akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun