Tahukah Anda bahwa saksi bisu berusia lebih dari 4.000 tahun tersembunyi di Benteng Aleppo?Â
Benteng Aleppo berdiri megah di jantung Suriah, sebuah batu raksasa yang mampu bertahan dari perjalanan waktu dan kesulitan yang melanda negeri kuno ini. Dari puncak bukitnya, ia mendominasi kota sebagai saksi bisu sejarah lebih dari empat ribu tahun, sejarah yang ditandai dengan kerajaan, penaklukan, dan, sayangnya, kehancuran akibat konflik baru-baru ini. Kastil ini, yang dianggap sebagai salah satu yang tertua dan terbesar di dunia, telah menjadi saksi peradaban yang tak terhitung jumlahnya.Â
Kota Aleppo, salah satu kota tertua di dunia, berkembang di sekitar benteng ini, yang sejak awal merupakan pusat kekuasaan. Meskipun sisa-sisa pertama Benteng ini berasal dari milenium ketiga SM, strukturnya saat ini mencerminkan kompleksitas dan sinkretisme budaya yang telah melewati tembok-temboknya: Het, Asyur, Yunani, Romawi, Bizantium, Arab, dan Ottoman, semuanya mereka, mereka telah meninggalkan bekasnya pada batu-batu kuno itu.Â
Berjalan menyusuri Benteng Aleppo berarti memasuki labirin cerita, di mana setiap sudut membisikkan rahasia dari masa lalu. Pintu masuk ke benteng, dengan gerbang monumental yang megah dan jembatan gantung yang sempit, seolah membawa Anda ke masa lalu di mana peperangan terjadi satu lawan satu dan tembok adalah benteng pertahanan terakhir. Saat melewati ambang ini, mau tidak mau orang akan merasakan beban sejarah yang memadati setiap batu.Â
Selama berabad-abad, Benteng telah menjadi tempat berlindung yang aman, simbol kekuasaan dan tempat tinggal kerajaan. Temboknya telah menjadi saksi penobatan, jamuan makan, dan juga menjadi tempat pertempuran sengit. Sepanjang sejarahnya, negara ini telah bertahan dari gempa bumi, invasi dan, yang terbaru, kebrutalan perang saudara di Suriah. Meskipun terjadi kerusakan signifikan selama konflik ini, Benteng tetap berdiri, menantang waktu dan kehancuran.Â
Di dalam Benteng, panoramanya suram sekaligus penuh harapan. Bangunan-bangunannya, sebagian sudah menjadi reruntuhan, masih mempertahankan kemegahan arsitekturnya, dengan sisa-sisa masjid, pemandian, dan istana yang mencerminkan kecanggihan peradaban yang pernah menghuni tempat ini. Masjid Agung Benteng, meski mengalami kerusakan, tetap menjadi pengingat akan spiritualitas mendalam yang merasuki setiap sudut ruang ini.
Meski dilanda perang, Benteng Aleppo tidak kehilangan esensinya. Ini adalah simbol perlawanan, kemampuan manusia untuk mengatasi kehancuran dan melestarikan warisan budaya mereka. Pemugaran yang sedang berlangsung, dilakukan dengan sangat hati-hati, bertujuan untuk mengembalikan Benteng ke kemegahannya yang dulu, sementara dunia menyaksikan dengan harapan bahwa suatu hari monumen ini akan mendapatkan kembali tempatnya sebagai salah satu harta karun terbesar umat manusia.Â
Saat melihat Benteng Aleppo dari kejauhan, kita mudah terbawa oleh kesedihan tentang apa yang terjadi dan apa yang mungkin terjadi jika perdamaian berkuasa di negeri ini. Namun dibalik nostalgia tersebut, Benteng tetap menjadi simbol ketekunan Aleppo, sebuah kota yang, terlepas dari segalanya, terus berdenyut dengan harapan untuk masa depan yang lebih baik.Â
Dalam keheningannya, dalam perlawanannya, Benteng Aleppo terus menceritakan kisahnya, sebuah kisah yang bukan sekedar sebuah benteng, namun sebuah peradaban secara keseluruhan, yang telah berhasil bertahan dan mempertahankan identitasnya selama ribuan tahun. Meski temboknya rusak, namun semangatnya tetap utuh, mengingatkan kita bahwa kekuatan sebenarnya sebuah kota bukan terletak pada batu-batunya, namun pada kemauan masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H