Meskipun eco enzyme dan biopori diketahui memiliki banyak manfaat, Nengah mengaku bahwa kebiasaannya ini belum banyak berdampak langsung bagi sekitar. Menurutnya, ini terjadi karena perbedaan orientasi pemikiran di masyarakat. Sehingga masih banyak masyarakat di sekitarnya yang belum menyadari bahwa sisa makanan dan sesajen dapat diolah menjadi eco enzyme serta biopori.Â
"Mungkin tidak lebih dari 50% rumah tangga ya di sekitar sini yang membuat eco enzyme dan biopori," tutur Nengah.
Menurut Nengah, kesadaran masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masih perlu untuk ditingkatkan. Apalagi, tetangganya juga melakukan upacara adat yang sama. Mereka menghasilkan jenis sampah yang sama pula. Pengelolaan sampah menjadi eco enzyme dan biopori dapat menjadi solusi untuk mengurangi jumlah sampah rumah tangga di lingkungan tersebut.Â
Media juga menjadi penyebab belum adanya kesadaran dari masyarakat mengenai sampah sesajen. Menurut Nengah, belum banyak media yang membahas topik pengelolaan sampah organik dari sesajen menjadi biopori dan eco enzyme. Nengah menganggap ini sebagai sebuah "tantangan" bagi dirinya serta generasi muda untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat di sekitarnya melalui berbagai media.
Wujud Nyata Tri Hita Karana
Mengelola sampah menjadi eco enzyme dan biopori menjadi langkah Nengah untuk terus menjaga lingkungannya. Ia memanfaatkan lungsuran sesajen yang dihasilkan dari persembahyangan. Berlandaskan konsep Tri Hita Karana, Nengah menjalani kesehariannya sebagai seorang pengajar sekaligus kepala rumah tangga yang mencontohkan perilaku ramah lingkungan bagi orang-orang di sekelilingnya.
Nengah bersembahyang setiap hari, menghaturkan sesajen di rumahnya, demi menjaga koneksi batinnya dengan Tuhan. Sampah sisa persembahyangan dan sesajen diolahnya menjadi biopori dan eco enzyme agar tidak menimbun sampah organik yang berakhir di TPA, sebagai wujud penghormatannya pada lingkungan. Pun, dirinya berusaha untuk mengajak keluarga dan orang-orang terdekatnya untuk bekerja sama dalam mengelola limbah rumah tangga, menunjukkan bagaimana ia menjaga keharmonisan hubungan antar manusia.Â
Menurut ajaran Tri Hita Karana, ketiga komponen ini merupakan akar yang kuat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan harmonisasi kehidupan. Nengah ingin konsisten dalam melakukan hal-hal baik untuk menjaga lingkungannya. Ia berprinsip, ilmu yang ia dapatkan seharusnya bisa bermanfaat bagi sekitar. Tidak hanya bagi manusia, tetapi juga lingkungan.Â
"Iya. Saya berharap dapat terus konsisten dengan menerapkan ilmu-ilmu yang berkonsep tinggi ini menjadi hal-hal sederhana yang bisa bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari."
Menurut Nengah, dengan demikian, mungkin dampak yang akan timbul dari kegiatannya selama ini dapat meningkat apalagi terhadap lingkungan sekitarnya. Terutama, kesadaran orang-orang yang berada di sekitarnya untuk mengelola sampah organik dari lungsuran berlandaskan konsep Tri Hita Karana.