penulis : Nadya Saraswati
Jakarta kota penuh warna, Kota ramai namun semua hanya bayangan. Setiap pagi semua orang berjalan dengan cepat tanpa melihat dengan nikmat. Setiap senyuman memiliki makna yang tersirat. Dibilang kejam, namun semua sudut di Dunia ini terlihat sama. Matahari sangat terik, banyak orang mengkritik namun berbeda dengan penjual kripik.
“Kripik, kripik. Kripiknya kak, boleh bapak, ibu” tutur seorang anak laki-laki SD yang sedang menawarkan jualannya.
Gilang namanya, walaupun hanya tinggal bersama ibunya berdua, Ia tidak pernah putus asa. Ibunya penjual kripik pisang dan Ia selalu membantunya setelah pulang sekolah. Kakinya membawanya ke tempat-tempat yang ramai.
“mama aku mau makan sup daging” kata seorang anak yang sedang menunggu bis.
“bagaimana, kamu suka bajunya” kata seorang Ibu yang sedang memegang baju bagus untuk anaknya.
Terkadang Gilang merasakan sedih karena melihat sekitarnya begitu sempurna. Walaupun hatinya sedih semangatnya untuk membantu Ibunya terus mendidih. Hingga matahari pun bertukar tempat dengan bulan dan di saat itulah Gilang kembali pulang.
“Assalamualaikum” ucap Gilang sambil membuka pintu.
“Wa’alaikumsallam, eh anak Ibu sudah pulang. Pasti capek ya, sana mandi terus habis itu makan. Ibu sudah beli ayam goreng buat jagoan ibu” Jawab ibu sambil membereskan dagangan.
Setelah mandi dan makan, Gilang bergegas untuk beristirahat. Namun malam itu Ia tidak bisa tidur.
“Loh, anak Ibu belum tidur?” Tanya Ibu.
“Gilang belum bisa tidur Bu” Jawab Gilang.
“Gilang sudah salat belum?” Tanya Ibunya kembali.
“Sudah Bu. Hari ini Gilang tidak bolong salat” jawab Gilang.
“Alhamdulillah, bagus kalau begitu. Dimana pun dan sesibuk apa pun Gilang, jangan pernah menunda salat karena itu adalah sebuah kewajiban kita sebagai manusia.” ujar Ibu
“ya sudah, Gilang baca doa lalu lekas tidur besok kan masih sekolah” sambung Ibu yang langsung membalikkan badannya.
Gilang dan Ibu pun memejamkan matanya. Keesokan harinya Gilang pergi sekolah sementara Ibu membuat kripik pisang.
“Gilang, nanti main yuk habis pulang sekolah” ajakan Bayu, salah satu temannya.
“Maaf tapi aku gak bisa, soalnya habis pulang sekolah harus bantu Ibu” jawab Gilang.
“ah Gilang mah jualan terus, gak pernah mau main sama kita” cetus Bima teman sebangkunya.
Gilang pun belajar dengan sungguh-sungguh. Sampai bel terakhir pun berbunyi, menandakan kegiatan belajar disekolah selesai. Semua murid keluar dari kelasnya masing-masing, termasuk Gilang yang bergegas pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Ia langsung mengganti baju, salat dan makan siang yang sudah disiapkan oleh Ibunya sebelum berangkat jualan. Setelah selesai Ia tak lupa mengunci pintu dan langsung berjalan menjualkan dagangannya.
Setiap hari begitu sama bagi Gilang, walaupun sering kali dicuekin oleh orang-orang sekitar, senyumnya tak pernah pudar.
“dek, dek kripiknya berapa?” tanya seorang pembeli.
“lima ribuan kak” jawab Gilang dengan ramah.
“Kakak mau empat ya” kata pembeli tadi.
“Baik kak” jawab Gilang sambil membungkus kripik pisang.
“kakak liat dari kejauhan kamu terus tersenyum, memangnya kamu tidak capek. Kamu masih sekolah?” tanya pembeli itu.
“aku sekolah kak, sekarang kelas lima dan sebenarnya rasa capek itu pasti ada, tapi kata Ibu jika kita hadapi semua dengan ikhlas dan tersenyum semua rasa lelah akan hilang begitu saja, dan itu terbukti tahu kak” jawab Gilang.
“Oh ya, kamu memang tidak iri dengan teman-teman? Mereka pulang sekolah bersenang-senang bermain bersama” pembeli itu bertanya kembali.
“Ibu mengajarkan Gilang, untuk tidak boleh iri dengan orang lain. Karena setiap orang itu mempunyai proses kehidupan berbeda-beda. Kan Gilang masih bisa bermain dengan teman-teman di sekolah ketika jam istirahat” jawab Gilang dengan tersenyum.
Pembeli itu pun terharuh dengan semangatnya Gilang.
“Oh seperti itu, ngomong-ngomong jadi berapa dek?” tanya pembeli.
“Semua jadi dua puluh ribu kak” jawab Gilang sambil memberikan kantong plastik berisikan kripik.
“ini uangnya, sisanya buat kamu saja. Alhamdulillah kakak tadi baru dapat rezeki” kata pembeli dengan memberikan uang lima puluh ribu.
“kakak serius dan ikhlas?” tanya Gilang dengan bingung.
“iya dek, kakak ikhlas” jawab pembeli baik itu.
“Alhamdulillah terima kasih ya kak, semoga kebaikan kakak dibalas oleh Allah” ucap Gilang.
“amiin. Ya sudah kakak pergi dulu, semoga kita ketemu lagi ya” kata pembeli baik itu.
“terima kasih kak, hati-hati di jalan” kata Gilang sambil melambaikan tangan kepada pembeli baik itu yang semakin menjauh.
Gilang sangat senang karena setelah kakak baik tadi membeli dagangannya, seketika banyak pembeli lain datang membeli kripik pisang yang Ia bawa. Hari pun semakin sore, hari ini Gilang pulang lebih cepat. Namun sesampainya di rumah Ibunya belum pulang, mungkin dagangannya masih banyak dan Gilang pun lekas bersih-besih.
Jarum jam terus berputar dan langit pun sudah semakin gelap, tidak biasanya Ibu pulang terlambat. Gilang pun segera salat isya dan kembali menunggu diruang tengah. Sesekali Ia membuka pintu untuk mengecek Ibunya namun sudah jam 10 malam Ibunya tak kunjung pulang.
“tok, tok, tok. Assalamualaikum, Assalamualaikum. Gilang, gilang” suara keras dengan nada panik dari mulut seorang bapak-bapak terdengar di balik pintu.
Gilang pun langsung membuka pintu dan terlihat pak RT dan beberapa warga lainnya datang kerumah, namun diantara mereka tidak terlihat Ibunya berdiri.
“waalaikumsallam, kenapa Pak RT. Mau cari Ibu ya? Ibu belum pulang Pak, Gilang saja sedang menunggu Ibu” jawab Gilang.
“Gilang kamu yang sabar ya, saat ini Ibu mu sedang ada di Rumah Sakit. Ibu tadi ditabrak mobil” kata Pak RT sambil mengelus kepala Gilang.
Gilang kaget dan sedih setelah mendengar bahwa Ibu yang Ia tunggu ternyata sedang terluka di Rumah Sakit. Pak RT pun mengantar Gilang ke Rumah Sakit untuk menemui Ibunya. Sesampainya di sana, Gilang nangis dengan kejer melihat Ibunya sudah ditutupi kain putih.
“dokter Ibu kenapa, tolong sembuhin Ibu dok” ucap Gilang sambil memohon kepada seorang dokter.
“Pak, Ibu kenapa ditutup kain putih Pak. Ibu baik-baik aja kan pak. Pak RT jawab Gilang Pak” ucap Gilang sambil memegang tangan Pak RT.
Semua orang di sekeliling Gilang seketika terdiam sekejap dan seketika Pak RT berbicara dengan lembut pada Gilang.
“Gilang yang ikhlas dan sabar, Allah sayang sama Ibu. Ibu sudah tidak merasakan sakit, Gilang jangan sedih ya. Tugas Gilang saat ini berdoa kepada Allah ya” ucap Pak RT sambil mengelus kepala Gilang.
Gilang pun tahu bahwa Ibunya saat itu sudah tidak bisa bangun kembali, namun Gilang sangat sedih dan terus menangis karena di dunia ini Ia tak punya siapa-siapa lagi selain Ibunya. Gilang pun duduk di lorong rumah sakit sambil menangis, sementara Pak RT berbicara dengan seseorang.
Semalaman Gilang berada di Rumah Sakit dan esok paginya jasad Ibu bisa dibawa pulang. Pak RT dan semua warga membantu melakukan proses pemakaman Ibunya Gilang sampai selesai. Setelah pulang dari pemakaman Ibu, Pak RT dan seorang laki-laki menghampiri Gilang.
“kakak, sepertinya kita pernah bertemu. Kakak yang waktu itu membeli kripik pisangku kan?” tanya Gilang dengan menyembunyikan kesedihannya.
“iya dek, kamu masih ingat saja. Sebelumnya kakak turut berduka cita ya” ucap lelaki itu.
“jadi begini Gilang, kakak ini namanya Ka Dito. Ia ini salah satu dokter di Rumah Sakit, kemarin dokter Dito tidak sengaja melihat kamu menangis di lorong rumah sakit dan setelah bapak menjelaskan semuanya, dokter Dito ingin mengajak Gilang tinggal bersamanya” ucap Pak RT.
“Ia Gilang yang dikatakan Pak RT benar. Gilang mau kan tinggal sama kakak? Sebenarnya kakak tinggal sendiri, orang tua kakak sudah lama meninggal dan sekarang kakak sama seperti Gilang” kata Kak Dito.
“tapi.. kenapa Kak Dito mau mengajak Gilang tinggal bersama, kita saja baru dua kali bertemu” tanya Gilang.
“sebenarnya sebelum kakak membeli kripik pisangmu, kakak sudah memperhatikanmu. Kerja keras, keramahan dan senyumanmu mengingatkan kakak dengan kedua orang tua kakak. Dan karena kamu juga orang yang sangat baik maka kakak memutuskan untuk mengajak Gilang tinggal bersama kakak. Bagaimana? Kakak berharap Gilang tidak menolak ajakan kakak ya” ucap Kak Dito.
Karena perkataan Pak RT dan orang-orang sekitar yang meyakinkan, Gilang pun menerima ajakan Kak Dito. Keesokannya Gilang pun tinggal bersama Ka Dito dan kehidupan Gilang kini telah berubah. kripik pisang memang hanya sebuah makanan namun kripik pisang Ibu membuat semuanya berubah dan menjadi kenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H