Mohon tunggu...
Pena Kecil
Pena Kecil Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Pena Kecil

Seni adalah impian saya dari kecil. Dari sebuah pena sebuah karya lahir. Walaupun impian itu jauh namun dengan menjadikan ini sebuah hobi maka setidaknya diri ini berjalan beriringan dengan impian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kripik Pisang

18 November 2024   17:10 Diperbarui: 18 November 2024   17:17 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

penulis : Nadya Saraswati

Jakarta kota penuh warna, Kota ramai namun semua hanya bayangan. Setiap pagi semua orang berjalan dengan cepat tanpa melihat dengan nikmat. Setiap senyuman memiliki makna yang tersirat. Dibilang kejam, namun semua sudut di Dunia ini terlihat sama. Matahari sangat terik, banyak orang mengkritik namun berbeda dengan penjual kripik.

“Kripik, kripik. Kripiknya kak, boleh bapak, ibu” tutur seorang anak laki-laki SD yang sedang menawarkan jualannya.


Gilang namanya, walaupun hanya tinggal bersama ibunya berdua, Ia tidak pernah putus asa. Ibunya penjual kripik pisang dan Ia selalu membantunya setelah pulang sekolah. Kakinya membawanya ke tempat-tempat yang ramai.

“mama aku mau makan sup daging” kata seorang anak yang sedang menunggu bis.

“bagaimana, kamu suka bajunya” kata seorang Ibu yang sedang memegang baju bagus untuk anaknya.


Terkadang Gilang merasakan sedih karena melihat sekitarnya begitu sempurna. Walaupun hatinya sedih semangatnya untuk membantu Ibunya terus mendidih. Hingga matahari pun bertukar tempat dengan bulan dan di saat itulah Gilang kembali pulang.

“Assalamualaikum” ucap Gilang sambil membuka pintu.

“Wa’alaikumsallam, eh anak Ibu sudah pulang. Pasti capek ya, sana mandi terus habis itu makan. Ibu sudah beli ayam goreng buat jagoan ibu” Jawab ibu sambil membereskan dagangan.


Setelah mandi dan makan, Gilang bergegas untuk beristirahat. Namun malam itu Ia tidak bisa tidur.

“Loh, anak Ibu belum tidur?” Tanya Ibu.

“Gilang belum bisa tidur Bu” Jawab Gilang.

“Gilang sudah salat belum?” Tanya Ibunya kembali.

“Sudah Bu. Hari ini Gilang tidak bolong salat” jawab Gilang.

“Alhamdulillah, bagus kalau begitu. Dimana pun dan sesibuk apa pun Gilang, jangan pernah menunda salat karena itu adalah sebuah kewajiban kita sebagai manusia.” ujar Ibu

“ya sudah, Gilang baca doa lalu lekas tidur besok kan masih sekolah” sambung Ibu yang langsung membalikkan badannya.


Gilang dan Ibu pun memejamkan matanya. Keesokan harinya Gilang pergi sekolah sementara Ibu membuat kripik pisang.

“Gilang, nanti main yuk habis pulang sekolah” ajakan Bayu, salah satu temannya.

“Maaf tapi aku gak bisa, soalnya habis pulang sekolah harus bantu Ibu” jawab Gilang.

“ah Gilang mah jualan terus, gak pernah mau main sama kita” cetus Bima teman sebangkunya.


Gilang pun belajar dengan sungguh-sungguh. Sampai bel terakhir pun berbunyi, menandakan kegiatan belajar disekolah selesai. Semua murid keluar dari kelasnya masing-masing, termasuk Gilang yang bergegas pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah Ia langsung mengganti baju, salat dan makan siang yang sudah disiapkan oleh Ibunya sebelum berangkat jualan. Setelah selesai Ia tak lupa mengunci pintu dan langsung berjalan menjualkan dagangannya.

Setiap hari begitu sama bagi Gilang, walaupun sering kali dicuekin oleh orang-orang sekitar, senyumnya tak pernah pudar.

“dek, dek kripiknya berapa?” tanya seorang pembeli.

“lima ribuan kak” jawab Gilang dengan ramah.

“Kakak mau empat ya” kata pembeli tadi.

“Baik kak” jawab Gilang sambil membungkus kripik pisang.

“kakak liat dari kejauhan kamu terus tersenyum, memangnya kamu tidak capek. Kamu masih sekolah?” tanya pembeli itu.

“aku sekolah kak, sekarang kelas lima dan sebenarnya rasa capek itu pasti ada, tapi kata Ibu jika kita hadapi semua dengan ikhlas dan tersenyum semua rasa lelah akan hilang begitu saja, dan itu terbukti tahu kak” jawab Gilang.

“Oh ya, kamu memang tidak iri dengan teman-teman? Mereka pulang sekolah bersenang-senang bermain bersama” pembeli itu bertanya kembali.

“Ibu mengajarkan Gilang, untuk tidak boleh iri dengan orang lain. Karena setiap orang itu mempunyai proses kehidupan berbeda-beda. Kan Gilang masih bisa bermain dengan teman-teman di sekolah ketika jam istirahat” jawab Gilang dengan tersenyum.


Pembeli itu pun terharuh dengan semangatnya Gilang.

“Oh seperti itu, ngomong-ngomong jadi berapa dek?” tanya pembeli.

“Semua jadi dua puluh ribu kak” jawab Gilang sambil memberikan kantong plastik berisikan kripik.

“ini uangnya, sisanya buat kamu saja. Alhamdulillah kakak tadi baru dapat rezeki” kata pembeli dengan memberikan uang lima puluh ribu.

“kakak serius dan ikhlas?” tanya Gilang dengan bingung.

“iya dek, kakak ikhlas” jawab pembeli baik itu.

“Alhamdulillah terima kasih ya kak, semoga kebaikan kakak dibalas oleh Allah” ucap Gilang.

“amiin. Ya sudah kakak pergi dulu, semoga kita ketemu lagi ya” kata pembeli baik itu.

“terima kasih kak, hati-hati di jalan” kata Gilang sambil melambaikan tangan kepada pembeli baik itu yang semakin menjauh.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun