"kringgg......" suara bel berbunyi, bertanda jika semua murid di SD Cermai akan memulai pembelajaran.Â
"Tuk, tuk,tuk" suara sepatu melangkah mendekati ruangan kelas dua.Â
Seorang guru perempuan menyapa dengan nada yang lembut. "Selamat pagi anak-anak"
"Selamat pagi bu" sorak semua murid kelas dua dengan nada yang gembira.
Ya, namanya Bu Naila. Beliau adalah wali kelas dua dan Ia sangat disenangi oleh semua murid karena selain cantik, Bu Naila juga sangat menyenangkan.Â
Kembali ke dalam kelas. Bu Naila akan memulai pelajaran yang pertama, namun tiba-tiba.Â
"BRAK..." suara pintu terbuka.
"selamat pagi bu,maaf maaf Ana terlambat bu" ucap Ana dengan nada yang ngos-ngosan.
Ana merupakan salah satu murid dikelas itu. Tak biasanya Ia terlambat namun karena ini pertama kalinya Ia terlambat maka Bu Naila hanya menasehatinya dan menyuruh Ana segera duduk, setelah itu pelajaranpun dimulai.
Matahari di luar terus naik hingga berada tepat di atas kepala. Di ruangan kelas yang semua murid belajar dengan tertib, hingga sampailah dimata pelajaran terakhir yaitu Bahasa Indonesia.Â
"anak-anak semuanya kalau sudah besar cita-cita kalian mau jadi apa?" tanya Bu Naila.
"aku mau jadi dokter"Â
"aku mau jadi polisi bu"
"kalau saya mau jadi artis"
Semua murid sangat semangat memberi tahu cita-cita mereka kepada Bu Naila, sehingga membuat suasana kelas cukup ramai.
"baiklah semuanya tenang ya, semua tolong dengarkan Ibu!"Â ujar Bu Naila.
Bu Naila pun memberikan tugas yang harus dikumpulkan besok, tugasnya yaitu menuliskan cita-cita mereka dan ceritakan mengapa mereka memilih cita-cita itu.
Beberapa menit kemudian bel sekolah berbunyi, menandakan kegiatan sekolah selesai. Sebelum pulang semua murid berdoa terlebih dahulu. Namun karena di luar sedang hujan deras maka beberapa anak-anak menunggu orang tuanya dan beberapa pulang sendiri karena membawa jas hujan atau payung.Â
Bu Naila tidak keluar ruangan sebelum semua anak didiknya pulang atau dijemput, sampai akhirnya siswa yang terakhir diruangan ialah Ana.
"Ana kamu tidak di jemput?" tanya Bu Naila.
"Ana tidak di jemput bu, nenek sedang sakit sedangkan Ana tidak bawa payung"Â jawab Ana.
Sebelumnya Bu Naila tahu latar belakang Ana, Ia hanya tinggal berdua dengan neneknya saja karena Ibunya sudah lama meninggal, sedangkan Ayahnya bekerja dan hanya pulang seminggu sekali.
Lalu karena kasihan, Bu Naila akan meminjamkan payungnya ke Ana.
"Ana ayo ikut ke ruangan guru sebentar" Ajakan Bu Naila.
Sesampainya di ruang guru.
"Ana, ini kamu pakai payung ibu" kata Bu Naila sambil menyodorkan payung.
"lalu Ibu pulangnya bagaimana? Di luarkan sedang hujan deras Bu"Â Ujar Ana.
"tidak apa-apa Ana, kamu pakai saja. Ibu di sekolah masih lama karena ada tugas yang harus Ibu kerjakan, jadi Ibu bisa menunggu hujan berhenti. Sekarang kamu pulang ya, kalau lama di sekolah, nanti nenek mencari kamu" kata Bu Naila
Akhirnya Ana pun pulang dengan payung Bu Naila. Sesampainya di rumah, Ana langsung disambut oleh nenek yang sangat mencemasinya.
"aduh gusti kamu sampai juga neng, maaf nenek tidak bisa jemput karena payung kita satu-satunya rusak" kata Nenek
"iya nek, gak apa-apa. Untungnya Bu Naila meminjamkan Ana payung, jadi Ana gak kehujanan deh" jawab Ana.
"loh terus nanti Bu Naila pulangnya bagaiamana?"Â tanya Nenek.
Anapun menjelaskan semua yang dikatakan oleh Bu Naila tadi.Â
"oh seperti itu, yasudah kamu ganti baju habis itu langsung makan, nenek sudah membelikanmu makanan"Â kata Nenek.
Ana pun bergegas menganti baju dan makan. Setelah makan Ana langsung mengerjakan tugas yang diberikan Bu guru tadi.Â
"loh kamu kenapa Ana, ngerjain tugas kok sambil senyum-senyum" tanya Nenek dengan raut muka yang bingung.Â
Karena penasaran, nenek pun menghampiri cucu kesayangannya.
"ohh.. jadi Ana ingin menjadi guru, jika sudah besar nanti, kirain Nenek ada yang lucu dari tugasnya. Memangnya kenapa Ana ingin menjadi seorang guru?"Â tanya Nenek.
"Jika nanti Ana menjadi guru, semua orang di kampung ini tidak ada lagi yang tidak sekolah nek, terus Ana nanti ingin seperti Ibu Naila. Selain cantik dan pintar, Naila akan mengajarkan anak-anak sampai mereka mengerti. Oh ya nek Bu Naila sering sekali loh menolong Ana, Bu Naila sangat baik" jawab Ana.
"kalau seperti itu Ana harus rajin belajar dan sekolah hingga tinggi, supaya cita-citanya dapat tercapai. Tapi Ana, jika nanti kamu sudah menjadi seorang guru, kamu harus bertanggung jawab ya. Ana juga harus sabar dan adil memberikan perhatian dan menilai semua anak murid Ana nanti" kata Nenek yang menasehati cucu kesayangannya.
"tapi Nek, kenapa ya beberapa guru ada yang galak. Kalau nanti Ana jadi guru nanti Ana gak akan galak seperti Bu Jenar"Â cetus Ana sambil mengerjakan tugasnya.
Bu Jenar merupakan salah satu guru di sekolah Ana, Ia seorang guru Matematika.
"Utss, Ana tidak boleh bicara seperti itu. Bu Jenar waktu itu marahkan karena Ana dan teman-teman tidak mengerjakan PR" kata Nenek.
"Iya nek, waktu itu Ana yang salah" jawab Ana dengan raut wajah menyesal.
Ana pun melanjutkan tugasnya dan nenek kembali pada aktivitasnya. Keesokan hari, Ana melakukan rutinitas belajar di sekolah seperti biasa. Sebelum mulai pelajaran Bahasa Indonesia Ana tidak lupa mengembalikan payung milik Bu Naila.Â
"Bu Naila, terima kasih payungnya. Berkat ibu Ana kemarin tidak kehujanan dan selamat sampai rumah" kata Ana sambil memberikan payung.
"Sama-sama Ana, syukurlah jika kamu selamat dan tidak kehujanan kemarin"Â jawab Bu Naila sambil tersenyum.Â
Setelah Ana duduk kembali, Bu Naila pun memulai pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Naila memilih lima orang anak untuk maju kedepan dan membacakan tugas yang diberikannya kemarin.
Ana terpilih maju kedepan yang terakhir. Setelah lama menunggu akhirnya giliran Ana untuk maju kedepan kelas.
"Hallo teman-teman, cita-cita Ana kalau sudah besar ingin menjadi guru seperti Bu Naila. Karena menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia. Tugasnya yang membimbing serta mendidik, mampu mengubah masa depan semua anak bangsa. Makanya Ana ingin sekali menjadi seorang guru. Selain itu, Ana juga berterima kasih kepada Bu Naila dan semua guru yang selalu bersabar dalam mendidik kami, tanpa ibu dan bapak guru mungkin kami buta akan pengetahuan. Ibu dan bapak guru tidak akan kami lupakan karena kalian adalah pencerah hidup dalam membentuk masa depan kami. Kalian merupakan pahlawan tanpa tanda jasa bagi kami" Kata Ana sambil tersenyum.
Semua anak-anakpun bertepuk tangan dan bersorak mengucapkan "TERIMAKASIH IBU GURU"Â
Bu Naila pun terharu dan tersenyum dengan penuh gembira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H