Pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali dan pada tahun ini tepatnya tahun 2024 merupakan tahun yang terpilih untuk menjadi waktu pergantian kursi politik di pemerintahan indonesia. Masyarakat yang merasa dirinya pantas berbondong-bondong mendaftarkan namanya di bakal calon legislatif memperebutkan kursi untuk kekuasaan dan kehidupan yang lebih baik. Bersamaan dengan janji yang merupakan bentuk profesionalitas dan identitas semata.
Harapan masyarakat bukan hanya sekedar janji semata, kita menginginkan bukti dari janji-janji yang dibuat, yang bisa membuat perubahan positif dalam berbagai aspek kehidupan. Namun dibalik kampanye yang seperti sebuah perayaan dan diadakan dimana-mana, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana kualitas para Caleg tersebut? Apakah mereka benar-benar mampu menjadi wakil rakyat yang berkualitas ataukah sekadar menjadi pilihan yang kurang memuaskan?
Kualitas Caleg harus menjadi sorotan yang kritis yang harus banyak dipertanyakan di masyarakat kita. Integritas, kompetensi, dan keterwakilan yang adil di parlemen adalah landasan yang harus dimiliki oleh setiap Calon Legislatif. Sayangnya, melihat kampanye-kampanye yang dilakukan oleh kebanyakan Caleg mencerminkan minimnya pendidikan politik yang mereka miliki.
Minimnya Pendidikan Politik
Kampanye yang dilakukan oleh para Calon legislatif banyak menggunakan baliho dan bendera yang dipasang di berbagai lokasi di seluruh penjuru kota merupakan salah satu hal yang memperlihatkan dengan jelas bagaimana kualitas Calon Legislatif pemilu saat ini yang masih rendah. Permasalahan lingkungan yang sampai saat ini belum bisa diselesaikan ibarat ditambah bebannya dengan sampah baliho dan bendera yang berserakan. Ironisnya, setelah pemilu berakhir, jarang terlihat upaya dari pihak Caleg untuk membersihkan atau merespon dampak negatif yang diakibatkan oleh sampah kampanye mereka.
Permasalahan lingkungan semakin memburuk dengan adanya sampah baliho dan bendera yang berserakan, menciptakan gambaran bahwa tanggung jawab sosial dan ekologis bukanlah prioritas para Caleg. Terlebih lagi, ketika Caleg yang bersangkutan kalah dalam perebutan kursi, seringkali tidak ada inisiatif untuk membersihkan bekas alat peraga kampanye mereka. Tanggung jawab terhadap dampak kampanye harus menjadi kesadaran bagi masing-masing Caleg.
Selain itu, kekhawatiran akan pertimbang kualitas para Caleg juga muncul terkait penempatan alat peraga kampanye yang tidak memperhatikan area-area sensitif yang sudah dilarang pada Undang-Undang. Tempat-tempat seperti seperti pendidikan, tempat ibadah, dan rumah sakit banyak terjadi beberapa daerah. Tindakan ini tidak hanya mencerminkan kurangnya kepekaan sosial, tetapi juga menunjukkan ketidaktahuan terhadap etika kampanye. Pendidikan, tempat ibadah, dan rumah sakit seharusnya dihormati sebagai ruang yang netral dan terhindar dari gangguan kampanye agar kegiatan sosial dan pelayanan publik dapat berlangsung tanpa hambatan. Rendahnya pemahaman dan kepedulian terhadap hal-hal ini menggambarkan betapa minimnya pendidikan politik yang dimiliki oleh sebagian Caleg.
Minimnya pendidikan politik dan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan ekologis dalam kampanye Caleg menjadi poin kritis yang harus dipertimbangkan oleh kita seluruh rakyat indonesia. Kita harus memilih Caleg dengan seksama, memilih "mereka" yang tidak hanya berkomitmen pada isu politik, tetapi juga menjunjung tinggi etika kampanye dan tanggung jawab terhadap dampak lingkungan. Dengan memilih Caleg yang memiliki integritas dan kesadaran akan dampak sosial dan ekologis kampanye mereka, kita dapat bersama-sama membentuk perwakilan yang lebih baik dan bertanggung jawab.
Fungsi yang Lebih Bermanfaat
Alangkah lebih baiknya jika baliho juga mempunyai informasi mengenai tata cara pencoblosan saat pemilu diadakan, seperti bagaimana alur pencoblosan mulai dari pendaftaran hingga menginput hasil pencoblosan ke kotak suara. Mengingat bahwa pemilu adalah salah satu puncak dari proses demokrasi, baliho kampanye seharusnya tidak hanya menjadi sumber informasi terkait Caleg, tetapi juga menyertakan petunjuk langkah demi langkah tentang pelaksanaan hak suara.