Mohon tunggu...
Cerpen

Cerpen | Gamis Putih

20 Maret 2017   20:18 Diperbarui: 4 September 2017   20:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

01 Juli 2012, Bella Razade, sosok sahabat yang selalu bisa membuat Eliza tertawa dengan caranya sendiri. Mereka berdua selalu berangkat sekolah bersama karena rumah mereka satu arah menuju sekolah. Banyak orang di sekolah mereka yang mengatakan bahwa Bella dan Eliza memiliki banyak kemiripan terutama pada bagian wajah. Orang-orang mengira bahwa mereka adalah sepasang kakak dan adik. Tak heran jika terkadang teman-teman masih menyapa Eliza dengan sebutan Bella begitupun sebaliknya Bella akan di sapa dengan sebutan Eliza. Sejujurnya mereka memiliki ciri khas masing-masing, yaitu Bella dengan rambut panjangnya yang hitam dan juga memakai kacamata, sedangkan Eliza menggunakan kerudung. Namun, Bella dan Eliza tak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, biarkan itu menjadi teka-teki banyak orang.

“Aku capek, rupanya penyakit asmaku kambuh lagi El,” ucap Bella di tengah-tengah pengambilan nilai ujian olahraga lari. Akhirnya mereka pun memberhentikan langkahnya. “Mari kita pergi ke UKS, Bel. Biarkan aku yang mengizinkanmu pada Pak Tri,” kata Eliza mencoba menenangkan Bella. Sesampainya di UKS, penjaga UKS pun mulai memberikan alat oksigen pada Bella. Sedangkan Eliza duduk di kursi samping Bella. Hal ini bukan pertama kalinya asma Bella kambuh, sehingga Eliza sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Eliza segera menuju ke UKS untuk menghampiri Bella. Nampaknya Bella sudah membaik, dia sudah tidak lagi memakai alat oksigen di hidungnya. Perlahan aku mengelus-elus tangan Bella guna untuk membangunkannya supaya dia tidak kaget. “Bel, mari kita pulang. Sini aku bantu,” ajak Eliza. Lalu mereka berjalan menuju parkiran, untungnya letak parkiran dengan UKS tidak terlalu jauh sehingga memudahkan Bella yang sedang sakit.

“El, terimakasih ya,” ucap Bella di tengah-tengah perjalanan menuju rumah.

“Ah, iya. Tidak masalah kok Bel. Sekarang kamu sudah mendingan kan?” tanya Eliza sambil mengemudikan mobilnya.

“Iya, El. Rasanya tadi asmaku kambuh seperti orang mau mati. Susah mau mengambil napas.”

“Syukurlah Bel kalau saat ini sudah baik-baik saja.”

Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIB. Ibu Bella mengajak Bella untuk makan malam bersama di ruang makan. Namun anehnya, Bella enggan untuk makan malam. Dia hanya memilih meminum susu coklat hangat saja. Orang tua Bella tampak heran dengan tingkahnya yang aneh itu, “Mungkin dia sudah makan bersama Eliz,” pikir kedua orang tuanya. Setelah makan malam bersama, Bella menceritakan semua kegiatan di sekolahnya hari ini yang setengah harinya ia habiskan untuk beristirahat di UKS. Sudah menjadi kebiasaan untuk Bella dan adiknya yang selalu bercerita pada orang tuanya di saat makan malam bersama.

 Hari-hari telah berlalu begitu cepat, tidak terasa saat Eliza melihat ponselnya sudah menunjukan di hari Minggu, 20 Juli 2012. Seketika Eliza memikirkan tentang Bella yang ia lihat tingkahnya semakin hari semakin aneh. Contohnya saja di hari Kamis Bella mengatakan bahwa ia bermimpi bertemu dengan neneknya yang sudah tiada, dan di situ neneknya ingin sekali memeluk Bella. Kemudian di hari Jumat saat Eliza mengajak Bella untuk berbicara, jawaban dengan apa yang ditanyakan oleh Eliza tidak sesuai. Bella yang sekarang dia lebih suka menyendiri dan mengobrol sendiri. Jujur saja Eliza sangat bingung dengan Bella saat ini. Eliza selalu bertanya apakah Bella sedang sakit, dan jawabannya adalah “Tidak, aku baik-baik saja El.” Eliza pun tidak bisa mengelak dan hanya bisa memantaunya. Hari ini dia berencana untuk mengajak Bella untuk bermain seperti biasanya, namun sebelum itu Eliza menghubungi Bella terlebih dahulu dan ia menerima ajakan Eliza.

Saat ini Bella sudah berada di dalam mobil Eliza, mereka berencana untuk pergi ke puncak. Selama perjalanan mereka bernyanyi bersama, saling bertukar cerita, dan foto bersama. Waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB, mereka sudah sampai di puncak. Suasana di puncak yang dingin namun membuat hati nyaman dengan pemandangan yang indah membuat mereka tidak sabar untuk mengambil foto dan mengabadikannya.

“El, coba lihat dua burung yang ada di atas pohon sana, indah sekali bukan?” tanya Bella sambil mengambil foto dua burung itu.

“Ih, iya Bel! Bel, tolong fotokan aku di sebelah sini dong. Pemandangan gunungnya sangat indah.” ajak Eliza.

“Bersiaplah El, satu, dua, tiga ‘cekrek’” “Bagus banget El! Sumpah!” sambung Bella. Kemudian mereka berjalanan menyusuri pepohonan yang rindang dengan canda dan tawa.

Keesokan harinya. Kriiiing! Alarm Eliza berbunyi sangat kencang dan jarum jam sudah menunjukan pukul 07.15. Eliza langsung melotot saat melihat jam dan langsung melompat dari kasur dan segera menuju kamar mandi. Tidak seperti biasanya Eliza bangun kesiangan seperti ini, mungkin dia kelelahan sehabis pergi ke puncak kemarin bersama Bella. Saat Eliza mengecek ponselnya terdapat 1 pesan yang berisi bahwa saat ini Eliza tidak perlu menjemput Bella karena dia sudah menaiki angkutan umum. Dalam hati Eliza dia sangat merasa bersalah sekali karena telah bangun kesiangan.

Sesampainya di sekolah Eliza segera mencari Bella dan dia menemukan Bella sedang membaca di perpustakaan sekolah. Eliza meminta maaf dan ia merasa bersalah karena telah bangun kesiangan hari ini, namun Bella tak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Sepulang sekolah, Bella meminta untuk berhenti di masjid terlebih dahulu karena dia belum melakukan sholat dhuhur. Sesampainya di masjid mereka langsung mengambil wudhu dan melakukan salat dhuhur berjamaah. Setelah salat Bella berbicara pada Eliza, “El, aku kelihatan cantik ya mengenakan kerudung?” kata Bella sambil senyum lebar dan mengedip-ngedipkan matanya.

Mashaallah, iya Bel kamu cantik sekali kalau mengenakan kerudung,”

“El, aku boleh minta tolong tidak?” “Mmm tolong belikan aku gamis warna putih sama kerudung dong, pasti pilihanmu bagus!”

“Wah, tentu boleh dong kalau untuk sahabatku tercinta! Kapan Bel?” Tanya Eliza.

“Sekarang bel, gimana? Ya? Ya?” pinta Bella sambil memanyunkan bibir mungilnya itu.

“Kamu serius? Saat ini juga? Tunggu aku disini ya, jangan kemana-mana!” lalu Eliza bangkit dari duduknya dan segera menuju ke butik untuk membelikan permintaan Bella. Eliza merasa bahagia jika sahabatnya itu akan mengenakan kerudung, namun herannya kenapa harus saat ini juga aku harus membelinya? Gumam Eliza saat mengendarai mobilnya. Perasaan Eliza sempat tidak enak, tetapi dia mencoba untuk berpikir positif.

“Bella Razade, pesanan kamu dataaang,” ucap Eliza sambil menyodorkan tas yang berisi gamis beserta kerudungnya.

“Terimakasih, El! Kamu memang sahabat terbaik yang selama ini aku kenal!” ucap Bella sambil memeluk Eliza. Kemudian Bella segera mengganti pakaiannya dengan gamis. Sungguh, Bella tampak cantik jelita mengenakan gamis tersebut bak seorang bidadari. Bibirnya yang mungil dan kulitnya yang bening membuat dia tampak imut dan lucu.

“Bel, aku mau ke kamar mandi dulu ya,”

“Siap bos!”

Tiba-tiba Bella merasa lapar dan ia melihat ada penjual bakso di seberang jalan sana. Jalannya cukup ramai. Namun ada sedikit aneh pada penglihatan Bella, jalanan seketika tampak buram. Lalu Bella menoleh ke kanan dan kiri, jalanan sudah mulai cukup renggang. Akhirnya Bella mulai menyeberang, tidak di sangka dari sebelah kanan Bella tiba-tiba terdapat mobil taxi dengan kecepatan tinggi. Bella tidak sadar akan itu, “Brak!” Bella terhuyung ke aspal. Hidungnya, tangannya, kakinya mengeluarkan darah. Gamisnya yang berawarna putih seketika berganti warna merah murni. Orang-orang tampak kaget dan ironisnya, taxi itu kabur! Eliza yang baru saja keluar dari kamar mandi dan berniat membenarkan kerudungnya di depan kaca, tiba-tiba melihat kacamata tergeletak disana. 

“Sepertinya aku mengenali kacamata ini,” gumamnya. “Astaga! Ini kan punya Bella!” dengan sigap Eliza segera pergi menuju Bella dan dia tidak ada di sana! Eliza melihat di luar masjid sangat ramai sekali, dia pun penasaran dan akhirnya pergi ke sana. Saat dia sudah berada di luar masjid, “Astaghfirullah Bella!” Eliza kaget bukan main, dia langsung lari ke tengah jalan dan memeluk Bella sambil menangis tersedu-sedu. Bella sudah tidak sadarkan diri. Eliza meminta warga sekitar agar segera menghubungi ambulance. Namun, Tuhan berkehendak lain. Bella sudah tiada di saat ambulance baru datang, dia sudah kehabisan darah di tempat.

25 Juli 2012.  “Kamu yang tenang ya disana Bel. Disana kamu jauh lebih baik. Dunia ini terlalu jahat kepadamu. Ternyata ini alasannya mengapa kamu memintaku untuk membeli gamis warna putih. Seharusnya aku tidak membelikanmu apabila hal ini terjadi Bel! Aku baru sadar maksud tingkahmu yang agak aneh itu. Kamu yang suka tidak nyambung ketika aku mengajakmu berbicara, kamu yang malas untuk makan hingga kemarin kamu ingin sekali makan sampai terjadi kejadian yang sangat tidak aku inginkan. 

Apakah sesungguhnya kamu sudah terasa apabila ajal sudah dekat kepadamu Bel? Mengapa kamu bisa lupa untuk menggunakan kacamata ini bel? Kamu tahu kalau kacamata ini sangat berpengaruh dalam penglihatanmu. Aku sedih sekali kehilangan kamu. Kacamata ini lah yang akan menjadi kenang-kenangan bahwa kita pernah bersahabat dengan baik di dunia. Tunggu aku di surga ya Bel, kamu jangan lupakan aku. Aku sayang kamu, Bella sahabat terbaikku” ucap Eliza di dekat batu nisan Bella di kebumikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun