Mohon tunggu...
nadira zahira
nadira zahira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

people leave you, Allah doesn't

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Learning Loss sebagai Tantangan Pendidikan Pasca Pandemi

1 November 2022   21:32 Diperbarui: 6 November 2022   10:33 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nadira Zahira Pratiwi

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

nadirazp@gmail.com

Sejak berkurangnya kasus pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia, kehidupan sosial masyarakat Indonesia memasuki babak baru. Melalui beberapa tahapan, kehidupan normal baru atau yang dikenal dengan istilah new normal sudah berlangsung di Indonesia. Mengingat sejak Maret 2020 diberlakukan aturan pembatasan sosial yang tentu saja memberikan dampak signifikan bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Khususnya aspek pendidikan yang terkena dampak besar dari pandemi. Pada akhirnya, seluruh elemen pendidikan harus bisa beradaptasi dengan segala aturan yang diberlakukan demi berlangsungnya pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang efektif selama pandemi Covid-19.

Berlakunya peraturan pembelajaran jarak jauh atau online learning bagi seluruh jenjang pendidikan di Indonesia menjadi salah satu cara untuk melaksanakan pendidikan di tengah keterbatasan sosial selama pandemi. Aturan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini sudah berjalan selama 2 tahun sejak coronavirus mulai menyebar di Indonesia. Pelaksanaan pembelajaran online ini tentunya tidak berjalan dengan mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh setiap elemen pendidikan, baik guru ataupun siswa. Karena sistem PJJ dilaksanakan berbasis pada sistem digital seperti menggunakan personal computer (PC), laptop, smartphone yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Berbagai kasus seperti terbatasnya akses media pembelajaran baik laptop atau smartphone, terbatasnya kuota untuk mengakses internet selama pembelajaran berlangsung, dan terbatasnya sumber belajar

Tidak hanya dalam hal pelaksanaannya, proses pembelajaran jarak jauh juga memberikan dampak kepada seluruh elemen pendidikan. Baik guru maupun siswa merasakan dampaknya. Proses pembelajaran jarak jauh berdampak pada proses atau cara belajar siswa dan juga karakter siswa dalam belajar. Salah satu dampak yang paling terlihat dari diberlakukannya sistem pembelajaran jarak jauh adalah hilangnya motivasi belajar siswa atau dikenal dengan istilah learning loss. Hal ini juga dirasakan oleh tenaga pendidik yang menjalankan sistem PJJ dimana keterlibatan dan keaktifan siswa di dalam ruang belajar menjadi berkurang selama pelaksanaan PJJ sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa di dalam kelas. Namun, ternyata learning loss tidak hanya dirasakan selama proses PJJ berlangsung. Pasca pandemi mulai menurun dan sistem pembelajaran tatap muka mulai diberlakukan, learning loss masih menjadi suatu permasalahan dalam pendidikan yang harus diberikan solusi.

The Education and Development Forum (2020) mengartikan bahwa learning loss adalah situasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan (Pratowo, 2021 : 147-153). Pengertian learning loss juga dijelaskan dalam (Andriani et al., 2021) bahwa learning loss sendiri yaitu menurunnya keterampilan ataupun pengetahuan secara akademis pada anak). Learning loss adalah hilangnya ketertarikan belajar pada anak karena kurangnya interaksi dengan guru saat proses pembelajaran (Muthmainnah dan Rohmah, 2022 : 969-975). Learning loss ditandai dengan menurunnya prestasi belajar siswa, kelalaian dalam memenuhi tugas, dan menurunnya partisipasi siswa di dalam kelas khususnya selama pembelajaran jarak jauh berlangsung. Sulit untuk menghindari adanya learning loss selama proses pembelajaran jarak jauh. Begitupun pasca pandemi mulai mereda dan peraturan pembelajaran tatap muka kembali diberlakukan. Baik guru atau siswa harus beradaptasi kembali dengan pembelajaran tatap muka yang sudah dilaksanakan bertahap sejak awal tahun 2021 berdasarkan SKB 4 Menteri.

Mengapa learning loss bisa terjadi?

Pada dasarnya learning loss bisa terjadi karena perpindahan cara atau proses belajar yang dialami oleh siswa sejak pandemi berlangsung. Learning loss semakin parah akibat ketimpangan digital yang berdampak pada pendidikan. Tidak semua orang bisa menyesuaikan diri pada tahap transisi ke pembelajaran daring. Bagi masyarakat kota, bukan menjadi suatu masalah ketika harus beralih ke sistem pendidikan berbasis digital, namun lain hal dengan masyarakat yang kekurangan atau bahkan tidak memiliki akses tersebut. Permasalahan ini terjadi di seluruh jenjang pendidikan. Selain itu, peran guru dalam mengawasi perkembangan belajar siswanya juga menjadi terbatas. Apalagi bagi siswa yang kurang mendapatkan perhatian dalam aspek pendidikan oleh orangtuanya. Sehingga perkembangan belajarnya menjadi menurun.

Terjadinya learning loss juga disebabkan karena siswa mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan proses pembelajaran jarak jauh yang terkesan membosankan. Dalam menyampaikan informasi atau bahan pembelajaran guru tidak menggunakan metode yang variatif karena guru pun masih beradaptasi dengan sistem tersebut. Pada akhirnya siswa merasa bosan dan seringkali meninggalkan aktivitas pembelajaran. Adapun learning loss yang dirasakan oleh guru pasca pandemi berkurang dan sistem pembelajaran tatap muka berlangsung adalah kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, kebingungan siswa ketika mengemukakan pendapatnya di kelas, serta kebiasaan-kebiasaan siswa dalam mengelola dan mencerna materi pembelajaran yang dinilai terlalu mengandalkan internet. Hal ini juga bisa terjadi ketika guru tidak memiliki kemampuan pengelolaan kelas yang baik dan pengetahuan guru yang kurang terkait model pembelajaran yang menarik di dalam kelas. Sehingga banyak sekali di dapati siswa yang ketika diberikan pertanyaan seputar materi pembelajaran hanya menjawabnya menggunakan sumber-sumber dari internet tanpa mengolah kembali jawaban tersebut bedasarkan pendapatnya.

Dalam sudut pandang ilmu sosiologi, mengkaji fenomena learning loss sebagai suatu masalah sosial di tengah masyarakat khususnya di bidang pendidikan bisa dilihat dari bagaimana realitas sosial yang terjadi ketika kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait aturan sistem pendidikan dijalankan oleh seluruh elemen pendidikan. Dalam kajian sosiologi, teori fungsional struktural menjadi sudut pandang yang mampu mengkaji masalah tersebut. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi secara fungsional ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Menurut teori fungsional ini masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan (Ardhana, dkk, 2022 : 1-8). Dalam teori fungsional yang dikemukakan oleh Talcott Parsons juga menjelaskan terkait kebertahanan sebuah sistem yang didasari oleh AGIL (Adaptation, Goal Atteintment, Integration, dan Latency). Dimana dalam bagian adaptasi sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya (Ardhana, dkk, 2022 : 1-8). Artinya untuk menjalankan sebuah sistem pendidikan yang beriringan dengan situasi pandemi ataupun pada masa transisis pasca pandemi, setiap elemen pendidikan harus sama-sama menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Agar dampak negatif yang ditimbulkan seperti learning loss ini tidak terjadi selama masa transisi berlangsung. Mulai dari kementerian pendidikan yang mengeluarkan kebijakan berupa kurikulum sebagai bentuk penyesuaian terhadap situasi masa transisi pasca pandemi. Kemudian pengadaan fasilitas yang memadai di sekolah selama pelaksanaan PTM berlangsung, serta peran guru yang harus memiliki beragam model atau metode pembelajaran yang variatif untuk menarik kembali minat serta motivasi siswa dalam pembelajaran.

Bagaimana mengatasi learning loss?

Pada dasarnya, seluruh elemen pendidikan harus berkontribusi aktif untuk mengatasi learning loss yang terjadi pasca pandemi. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi learning loss yang terjadi pasca pandemi adalah dengan menetapkan kurikulum merdeka sebagai kurikulum baru di Indonesia. Kurikulum merdeka pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum darurat saat pembelajaran jarak jauh masih berlangsung. Dalam implementasinya, kurikulum merdeka memfokuskan pada konsep merdeka belajar. Dimana siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplor segala materi esensial dalam pembelajaran. Tidak hanya itu metode serta model pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh tenaga pendidik juga bervariasi. Dalam kurikulum merdeka belajar ini, siswa tidak diberikan batasan ruang untuk belajar dimana saja. Artinya melalui metode belajar kreatif yang dihadirkan oleh guru, mampu mendorong siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran lebih baik lagi.

Selain kurikulum yang berperan penting dalam pemulihan proses belajar siswa, peran tenaga pendidik juga sangat besar dalam rangka pemulihan kemampuan belajar siswa selama pembelajaran tatap muka berlangsung. Mengingat saat pelaksanaan PJJ guru dan siswa terbatas oleh ruang dan waktu, dalam pelaksanaan PTM ini pertemuan secara langsung antara guru dan siswa selama proses pembelajaran menjadi hal yang positif. Tenaga pendidik harus adaptif dalam situasi transisi ini. Guru bisa mengimplementasikan proses pembelajaran yang terdiferensiasi (pembelajaran yang memperhatikan level kemampuan siswa) dengan memberikan siswa stimulus berupa asessmen atau tugas yang harus dikerjakan siswa. Dalam hal ini, guru membiarkan siswanya untuk mandiri dalam belajar dan mengeksplor segala materi yang dipelajari. Selain itu, guru bisa memadukan metode pembelajaran selama PJJ dengan memanfaatkan berbagai teknologi dan aplikasi yang tepat dan dirasa efektif dalam memperbaiki proses pembelajaran selama PTM berlangsung.

Dalam menjalankan perannya sebagai tenaga pendidik khususnya di tengah masa transisi yang menyebabkan learning loss terhadap siswa, seorang guru tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi akademik yang berkualitas tetapi juga memiliki kompetensi afektif yang mendorong keefektifan proses pembelajaran siswa selama PTM. Salah satu kompetensi afektif yang harus dimiliki oleh guru adalah efikasi diri atau efikasi kontekstual guru (self efficacy dan contextual efficacy). Efikasi diri diartikan sebagai keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswa (Surachman, 2017 : 78). Guru harus memiliki keyakinan atas kompetensi akademik  yang ia miliki untuk mendorong siswa dalam mengikuti pembelajaran. Jika guru yakin akan kemampuan yang ia miliki, selama proses transfer informasi atau ilmu kepada siswa tentunya akan membuat siswa lebih mudah memahami materi yang dijelaskan. Ditambah lagi jika guru tersebut memiliki cara-cara yang menyenangkan untuk menarik minat siswa terhadap materi pembelajaran. Kemudian efikasi kontekstual guru diartikan sebagai kemampuan guru dalam berurusan dengan keterbatasan faktor diluar dirinya ketika ia mengajar (Surachman, 2017 : 78). Keyakinan guru dalam mengajar tidak hanya dalam bentuk kompetensi akademik atau penyajian materi didepan kelas saja tetapi juga bagaimana seorang guru mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi selama pembelajaran. Misalnya dalam aturan kurikulum merdeka terbaru, siswa dibebaskan untuk belajar di seluruh lingkungan sekolah. Tempat belajar siswa tidak hanya terbatas di dalam kelas saja. Dalam implementasinya, seorang guru harus bisa memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai tempat belajar siswa agar memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplor materi diluar kelas dan tujuannya juga agar siswa tidak merasa bosan belajar di dalam kelas.

Dengan memanfaatkan ruang terbuka untuk tempat belajar, guru bisa memberikan model pembelajaran yang dirancang menyenangkan untuk siswa. Misalnya dengan dibalut games atau permainan selama proses pembelajaran. Atau bisa menggunakan kuis dengan pertanyaan-pertanyaan yang menarik siswa untuk aktif di dalam proses pembelajaran. Guru juga bisa mengajak siswa untuk berkolaborasi dengan teman sekelasnya. Misalnya dengan membuat assesmen atau tugas kelompok. Hal ini mendorong siswa untuk berinteraksi dengan teman-temannya di kelas. Mengingat sejak pandemi tidak hanya siswa dan guru  yang dibatasi ruang dan waktu tetapi juga antara siswa di dalam kelas jarang sekali berinteraksi secara langsung. Melalui proses pembelajaran yang diarahkan pada kerjasama antar kelompok bisa mengembalikan kompetensi siswa dalam berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya.

Kesimpulan

Masa transisi dari sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi sistem pembelajaran tatap muka (PTM) pasca pandemi mengakibatkan terjadinya learning loss terhadap siswa. Penyebabnya adalah karena keterbatasan ruang selama PJJ berlangsung yang menyebabkan minimnya pengawasan guru kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian adanya ketimpangan digital selama PJJ dimana tidak semua siswa memiliki akses yang sama untuk mengikuti pembelajaran. Siswa yang jenuh akan materi yang dipaparkan selama proses pembelajaran juga menjadi penyebab terjadinya learning loss. Karena materi yang diberikan menggunakan metode ceramah, siswa menjadi jenuh dan tidak tertarik dengan materi yang dijelaskan. Learning loss yang dirasakan selama sistem pembelajaran tatap muka berlangsung adalah kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, kebingungan siswa ketika mengemukakan pendapatnya di kelas, serta kebiasaan-kebiasaan siswa dalam mengelola dan mencerna materi pembelajaran yang dinilai terlalu mengandalkan internet. Pada akhirnya, berbagai solusi harus diberikan untuk memulihkan pendidikan di Indonesia khususnya masalah learning loss yang dialami oleh siswa. Beberapa kebijakan telah ditetapkan salah satunya adalah dengan menetapkan kurikulum baru yaitu kurikulum merdeka belajar. Dengan kurikulum merdeka belajar diharapkan segala kegiatan atau aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada siswa ini mampu mengembalikan minat atau motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Tidak hanya dalam pembuatan kebijakan, tetapi implementasi dari terbentuknya kurikulum merdeka belajar juga penting untuk memulihkan masalah learning loss ini. Salah satunya dengan mengintervensi tenaga pendidik untuk bisa adaptif dalam mengelola proses pembelajaran di dalam kelas. Artinya seluruh elemen pendidikan punya peran aktif dalam rangka memulihkan masalah learning loss yang dialami oleh siswa akibat dari proses pembelajaran jarak jauh selama pandemi.

Daftar Pustaka

Surachman. (2016). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Labsos UNJ

Surachman. (2017). Manajemen Pendidikan. Jakarta: Labsos UNJ

Maulyda, dkk. (2021). Analisis Situasi Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19 Di Sdn Senurus: Kemungkinan Terjadinya Learning Loss. Journal of Elementary Education. Vol.4 No.3. Hlm.328-336.

Muthmainnah dan Rohmah. (2022). Learning Loss: Analisis Pembelajaran Jarak Jauh. Jurnal Kewarganegaraan. Vol.6. No. 1. Hlm. 969-975.

Ardhana, Mita. (2022). Teori Struktural Fungsional. Diakses melalui https://www.academia.edu/44462748/TEORI_STRUKTURAL_FUNGSIONAL.

Pratiwi. (2021). Dinamika Learning Loss: Guru dan Orangtua. Jurnal Edukasi Nonformal. Vol.2 No.1. Hlm. 147-153.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun