Mohon tunggu...
nadira zahira
nadira zahira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

people leave you, Allah doesn't

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Demokrasi Pendidikan dalam Rancangan Kurikulum Prototipe Tahun 2022

29 Desember 2021   20:12 Diperbarui: 29 Desember 2021   20:18 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini ramai perbincangan mengenai pergantian Kurikulum tahun 2022 yang diusung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya Nadiem Makarim menegaskan bahwa tidak akan ada perubahan kurikulum nasional di tahun 2022. 

Namun dengan sudah diterapkannya rancangan kurikulum ini sebagai bahan uji coba di beberapa sekolah penggerak, muncul berbagai spekulasi bahwa Kurikulum Prototipe akan menjadi pengganti Kurikulum 2013. Adanya rancangan kurikulum prototipe ini disinyalir agar proses pembelajaran di sekolah bisa lebih fleksibel.

Rancangan kebijakan Kurikulum Prototipe yang rencananya akan diterapkan di tahun 2022 merupakan kurikulum pilihan yang melanjutkan arah kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2013). Dalam penerapannya, kurikulum ini lebih berfokus pada materi yang esensial dan tidak terlalu padat materi. 

Saat ini kurikulum tersebut sedang diterapkan secara terbatas di 2500-an sekolah di seluruh Indonesia melalui Program Sekolah Penggerak. Terdapat beberapa poin penting yang ditawarkan oleh rancangan kurikulum prototipe ini. 

Pertama, adanya pembelajaran yang di rancang berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter (iman, taqwa, dan akhlak mulia; gotong royong; kebinekaan global; kemandirian; nalar kritis; kreativitas). 

Kedua, fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. 

Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Dilansir dari laman Kemendikbud Ristek Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Zulfikri Anas menerangkan bahwa Kurikulum Prototipe akan menjadi salah satu opsi atau pilihan untuk membantu pemulihan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran di masa pandemi.

Ia menerangkan bahwa "Kurikulum Prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran, antara lain pengembangan soft skills dan karakter, fokus pada materi esensial, dan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid atau teach at the right level," kata Zulkifri selaku Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran.

Kurikulum Prototipe ini menjadi perbincangan menarik di satuan pendidikan karena rencananya program peminatan atau penjurusan mata pelajaran IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas tidak akan diberlakukan. 

Di kelas 10 pelajar menyiapkan diri untuk menentukan mata pelajaran di kelas 11 yang sesuai dengan minat dan potensi yang masing-masing siswa miliki. Jadi setelah lulus dari SMP dan masuk ke jenjang SMA, peserta didik tidak lagi memilih jurusan IPA, IPS, atau Bahasa sebagai jurusan peminatan di SMA. 

Penjurusan akan di berlakukan di kelas 11 dan 12 itupun bukan memilih jurusan peminatan tetapi memilih mata pelajaran mana yang sesuai dengan minat dan potensi masing-masing siswa.

Siswa hanya diwajibkan mengikuti Kelompok Mata Pelajaran Wajib dan memilih mata pelajaran dari kelompok MIPA, IPS, Bahasa, dan keterampilan Vokasi sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.

Rancangan Kurikulum Prototipe ini jika dianalisa menggunakan teori Sosial dan Pendidikan sejalan dengan pandangan John Dewey tentang penerapan demokrasi pendidikan. 

Dalam Setiyadi (2010), pandangan John Dewey tentang pendidikan mecakup dua hal yaitu metode pendidikan dan kurikulum. Pemikirannya tentang kurikulum tergantung pada definisinya tentang pendidikan dan pandangannya tentang tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah meningkatkan lembaga-lembaga yang membentuk masyarakat. Sedangkan isi pendidikan adalah mata pelajaran yang memberikan impulse kepada anak didik. Isi tersebut meliputi manajemen dan pelaksanaan semua materi pelajaran.

Konsep demokrasi pendidikan juga dikemukakan oleh John Dewey tentang bagaimana seharusnya pendidikan diterapkan. Penerapan proses pendidikan harus terdapat pengalaman dan kebebasan di dalamnya karena individu lebih didominasi oleh hasrat alamiah. 

Hasrat yang tinggi ini mampu memunculkan rasa kasih sayang, keramahan, serta beberapa watak yang menonjol. Hasrat alami akan membuat individu menjadi sosok warga negara yang baik yang akan menjadi pembela bagi negaranya. 

Tapi keterbatasan mereka dalam berhubungan dengan kekurangan-kekurangan yang merupakan sebuah kapasitas yang digenggam secara universal telah menjadikan mereka jauh akan nilai-nilai tersebut. Pengalaman dan kebebasan merupakan alat emosional dalam menumbuhkan hasrat dalam diri manusia. 

Salah satu bentuk kebebasan yang tetap penting adalah kebebasan intelegensi yaitu kebebasan observasi dan pertimbangan yang dilakukan atas nama sejumlah tujuan yang hakekatnya berharga. 

Kekeliruan yang paling sering dilakukan terhadap kebebasan adalah menyamakannya dengan kebebasan bergerak atau sisi dengan sisi eksternal atau fisik dari kegiatan.

Dalam kritik Dewey tentang sekolah tradisional dijelaskan bahwa sistem tradisional dianggap tidak mampu menyentuh aspek-aspek pendidikan yang meliputi ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Kritikannya tersebut diantarannya mengenai bahan pengajaran, cara guru mengajar, cara murid belajar, dan cara menyelenggarakan sekolah. 

Disekolah dengan penerapan sistem pendidikan tradisional menurutnya terlalu banyak mata pelajaran yang diajarkan, karena tujuan sekolah kuno ialah agar para siswa dapat menduduki jabatan intelektual dan sangat kental dengan sistem materio sentris. 

Mata pelajaran yang banyak jumlahnya dan menimbulkan pendidikan intelektualitas saja perlu dikurangi dan diganti dengan pengajaran dan latihan-latihan kerja. 

Disamping itu pengetahuan yang diberikan di sekolah tradisional kepada muridnya merupakan pengetahuan yang telah diolah, disiapkan, dan dipecahkan kesulitannya terlebih dahulu oleh orang dewasa. 

Hal ini menurut John Dewey tidak ada gunanya karena anak secara alami mengalami proses berfikir sendiri dari permulaan hingga akhir sesuai dengan tingkat kemajuannya sendiri.

Kurikulum Prototipe bisa dikatakan sebagai bentuk implementasi dari Demokrasi Pendidikan di Indonesia. Di samping banyaknya pro kontra di masyarakat tentang penerapan Kurikulum ini nantinya, beberapa program yang diusung dalam kurikulum ini nyatanya tidak bisa diabaikan begitu saja. 

Misalnya tidak diberlakukannya program peminatan atau penjurusan yang menandai awal dari kebebasan peserta didik dalam mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. 

Hal ini sejalan dengan Demokrasi Pendidikan yang diusung oleh John Dewey. Kritik John Dewey terhadap sekolah dengan sistem tradisional yang dalam penerapannya terlalu mengekang siswa dalam proses pembelajaran membuat Dewey mengusungkan program belajar yang lebih demokratis. 

Dimana selain mengurangi mata pelajaran yang diajarkan dan cara guru dalam mengajar yang harus lebih fleksibel, kebebasan peserta didik dalam memilih mata pelajaran yang diminatinya juga menjadi penting. Karena hal itu dapat memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.

Kurikulum Prototipe yang disebut juga sebagai kurikulum paradigma baru juga menguntungkan bagi guru. Keuntungan dari kurikulum prototipe bagi guru adalah guru tidak dikejar-kejar target materi pembelajaran yang padat, guru lebih fokus pada materi esensial yang berorientasi pada kebutuhan dan penguatan karakter siswa, metode pembelajarannya lebih bervariasi, situasi belajar lebih menyenangkan bagi guru dan siswa, serta guru diberi kesempatan untuk mengeksplor potensi siswa lewat berbagai inovasi pembelajaran.

Dilansir dari laman Kemendikbud Ristek Zulkifli menjelaskan bahwa "Kurikulum prototipe berbasis kompetensi statusnya semacam model. Model untuk pilihan di mana guru dan murid tidak merasa terlalu terbebani. Penyempurnaan dari kurikulum darurat, di kurikulum prototipe ini (strukturnya) lebih ditata selain disedehanakan juga," ujar Zulfikri.

Dalam penerapan kurikulum prototipe ini juga tidak memaksa. Setiap sekolah diberikan kebebasan untuk memilih secara mandiri dalam penggunaan kurikulum tersebut. Setiap satuan pendidikan diberikan 3 (tiga) opsi kurikulum untuk dipilih, yakni Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan), dan Kurikulum Prototipe. 

Bagi satuan pendidikan yang tertarik dengan kurikulum prototipe akan diberikan pemahaman tentang paradigma kurikulum ini terlebih dahulu. Lalu, sekolah diberi kebebasan untuk memilih apakah ingin langsung belajar sambil praktik, atau ingin mempelajari dulu konsepnya selama satu tahun untuk kemudian baru diimplementasikan di tahun berikutnya. Kemudian, guru dan siswa diberi kesempatan untuk memberi umpan balik terkait pengalaman mereka selama menjalankan kurikulum ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun