Mohon tunggu...
Nadira Maulidya Affany
Nadira Maulidya Affany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

I am a person who can work together in a team, have enthusiasm and motivation high in completion duties and responsibilities.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kasus Pembunuhan Ayah-Nenek oleh Remaja di Lebak Bulus: Pentingnya Deteksi Gangguan Mental pada Anak

3 Januari 2025   19:31 Diperbarui: 3 Januari 2025   20:03 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tempat Kejadian Perkara (Sumber: Syahrul Yunizar/JawaPos.com)

Kasus pembunuhan oleh remaja terhadap ayah dan neneknya di Perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada 30 November 2024 menjadi perhatian publik. Remaja berinisial MAS yang berusia 14 tahun tega membunuh ayahnya, APW (40), dan neneknya, RM (69), dengan cara ditusuk dengan pisau. Remaja itu juga berupaya membunuh ibunya, AP (40), yang berhasil selamat melarikan diri meski mengalami luka berat.

Kronologi kejadian

Kejadian ini bermula ketika MAS (14) turun ke lantai satu rumahnya dan mengambil pisau di dapur sekitar pukul 01.00 (30/11). Kemudian, ia kembali ke atas, menuju kamar orang tuanya, lalu menusuk keduanya yang sedang tidur. MAS menusuk ayahnya terlebih dahulu, lalu menusuk ibunya, AP, yang terbangun. Sang ibu lari berteriak menuju lantai dasar dan MAS, yang mengejar AP, bertemu neneknya, RM. Sehingga RM menjadi target penusukan selanjutnya hingga tewas. AP berhasil melarikan diri dengan melompat pagar dan meminta pertolongan kepada tetangga. Kemudian AP dibawa ke RS Fatmawati untuk penanganan lebih lanjut.

Setelah MAS melakukan aksinya, ia membuang pisau di jalanan dan terlihat berjalan cepat di taman Blok A Perumahan Bona Indah oleh petugas keamanan. Akhirnya petugas keamanan menangkap MAS yang tampak kedua tangannya berlumuran darah. Dari kejadian ini, ayah dan neneknya tewas di tempat. Sementara ibunya, AP, mengalami luka berat di punggung, lengan, dan pipi.

Motif yang masih menjadi misteri

Saat ini belum ada informasi yang pasti mengenai motif MAS melakukan aksi pembunuhan terhadap keluarganya sendiri. Dilansir dari kompasTV (30/11), Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung mengatakan MAS mendapatkan "bisikan" yang "meresahkan". Pihak kepolisian juga mengatakan telah melakukan tes urine dan menunjukkan hasil yang negatif.

Hingga kini muncul banyak dugaan mengenai motif pelaku. Terdapat dugaan bahwa pembunuhan dipicu oleh tekanan akademik. Namun, MAS menjelaskan kepada penyidik bahwa ia tidak merasa terbebani atau ditekan oleh orang tuanya dan orang tuanya sangat sayang kepada MAS. MAS juga menambahkan bahwa jika ingin pintar, maka ia harus belajar. Selain itu, ditemukan informasi baru yang muncul bahwa MAS pernah dibawa ke psikiater 4 kali oleh ibunya. Hal ini mendorong adanya dugaan gangguan mental pada pelaku. Namun, saat ini pemeriksaan kejiwaan  pelaku masih dalam proses. Polisi melibatkan tim Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR) untuk menganalisis kondisi kejiwaan pelaku.

Apa itu parricide?

Novita Tandry selaku psikolog anak dan remaja mengatakan kasus pembunuhan ini termasuk dalam parricide, yaitu tindakan pembunuhan oleh seorang anak kepada salah satu orang tua atau kepada keduanya. Dalam parricide terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi baik dari faktor sosiologi ataupun faktor lingkungan. Hal yang perlu diperhatikan adalah ada atau tidaknya pelecehan seksual baik fisik maupun verbal, gangguan kesehatan mental, konflik berkepanjangan dengan keluarga, paparan kekerasan pada sosial dan media, pengaruh pertemanan, perekonomian keluarga, dan penyalahgunaan NAPZA. Kombinasi dari tujuh hal tersebut sangat memungkinkan menjadi latar belakang adanya parricide.

Adanya gangguan mental pada anak dapat berupa neurosis seperti kecemasan dan kepanikan dan psikosis seperti halusinasi dan delusi. Dari kasus ini, pelaku mengaku mendapat bisikan aneh dan diketahui sebelum kejadian pelaku mengalami kesulitan tidur yang kemungkinan menyebabkan halusinasi auditorik. Halusinasi auditorik adalah gejala skizofrenia dan suatu kondisi ketika seseorang mendengar suara yang sebenarnya tidak ada. Namun, memang hal ini tidak dapat disimpulkan langsung dan perlu pendalaman lebih lanjut. Selain itu, perlu analisis mengenai faktor lain yang dapat menjadi latar belakang tindakan kekerasan karena tindakan ini tidak bisa disebabkan oleh faktor tunggal. Jika memang terdapat gangguan mental pada pelaku, seharusnya terdapat tanda-tanda atau adanya perubahan dari diri pelaku yang mungkin tidak disadari oleh orang tua atau orang sekitar. Hal ini bisa saja terjadi karena kurangnya komunikasi orang tua dengan anak.

Pentingnya kesehatan mental pada anak

Kasus pembunuhan di Lebak Bulus ini membuktikan bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh remaja merupakan masalah yang serius dan tidak bisa dianggap remeh. Perlu diketahui latar belakang dari adanya perlakuan itu dan mengambil pembelajaran penting yang dapat diambil.

Dari kasus ini dapat dilihat bahwa kesehatan mental pada anak sangatlah penting. Sebagai orang tua, kita perlu menjadi bagian terdepan dalam menjaga kesehatan mental pada anak. Bahkan menjaga kesehatan mental pada anak perlu dilakukan sejak anak baru dilahirkan. Kesehatan mental pada anak akan sangat memengaruhi perkembangan anak. Terjaganya kesehatan mental dapat membuat anak memiliki kualitas kehidupan yang baik. Anak dapat berkonsentrasi, mampu bersosialisasi, berpikir jernih, mempunyai kemampuan problem solving, dan mudah mempelajari hal baru. Mental yang sehat mendorong anak berkarakter baik, tidak rendah diri, dan mampu mengatur emosi.

Selain berperan dalam menjaga kesehatan mental anak, orang tua juga berperan dalam menjaga komunikasi dan menjalin relasi yang baik dengan anak. Sebaliknya anak juga perlu menjaga komunikasinya dengan orang tua. Adanya komunikasi yang baik antar orang tua dengan anak dapat membuat anak terbuka dan mampu mengutarakan apa yang dirasakan kepada orang tuanya. Hal ini menutup kemungkinan anak memendam perasaannya. Anak yang terbiasa memendam perasaan dan tidak adanya bantuan profesional (psikolog atau psikiater) dapat memunculkan dampak negatif, seperti munculnya gangguan emosi. Anak dapat mengalami cemas, depresi, dan menjadi kasar atau agresif. Oleh karena itu, orang tua berperan dalam menjaga komunikasi dengan anak.

Pentingnya deteksi dini gangguan mental

Dari kasus ini juga dapat diambil pembelajaran bahwa deteksi dini gangguan mental pada anak sangatlah penting. Deteksi dini gangguan mental pada anak sama halnya dengan mendiagnosis penyakit fisik tahap awal. Semakin cepat penyakit terdeteksi, semakin besar penyakit dapat disembuhkan. Begitu pula dengan gangguan mental, semakin dini kita mengetahui adanya masalah pada anak, semakin efektif penanganan yang dapat diberikan. Adanya penanganan dini yang tepat dan efektif dapat mencegah kondisi anak memburuk.  Dengan penanganan yang tepat, anak-anak dengan gangguan mental dapat hidup lebih baik, memiliki hubungan sosial yang lebih sehat, dan mencapai potensi penuh mereka.

Banyak kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja memiliki akar pada masalah kesehatan mental yang tidak tertangani. Deteksi dini dapat membantu mencegah tindakan impulsif yang membahayakan diri sendiri atau orang lain. Deteksi dini dapat diketahui dengan melihat gejala  atau tanda-tanda gangguan mental pada anak. Anak yang mengalami gangguan mental biasanya menunjukkan gejala seperti adanya perubahan perilaku, perubahan suasana hati, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, mengurung diri, dan lainnya. Oleh karena itu, orang tua berperan penting dalam mengamati perilaku anak dan peka terhadap perubahan pada anak. Komunikasi yang baik juga berperan dalam mendorong orang tua mengetahui adanya perubahan pada anak. Dengan begitu, orang tua dapat mendeteksi dini apakah anak mengalami gangguan mental. Namun, perlu diketahui tanda-tanda adanya gangguan mental pada setiap anak berbeda-beda. Jika dirasa anak mengalami gejala gangguan mental, segera bawa anak kepada psikolog atau psikiater untuk mendapatkan penanganan dini yang tepat. Membawa anak ke psikolog atau psikiater bukanlah hal yang tabu atau aib. Sangat disayangkan sekarang ini masih banyak masyarakat yang berpikir demikian dan mengabaikan gangguan mental pada anak. Padahal, dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat, banyak anak yang dapat tumbuh dengan baik, sehat, dan produktif. 

Kasus pembunuhan anak terhadap ayah-nenek di Lebak Bulus menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih peduli dengan kesehatan mental pada anak. Dengan meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan yang tepat, kita dapat menciptakan masa depan yang cerah bagi anak. Mari kita mulai dari diri sendiri dengan belajar mengenali tanda-tanda gangguan mental pada anak dan jangan ragu meminta bantuan profesional. Dengan demikian, gangguan mental pada anak dapat terdeteksi lebih awal dan tertangani dengan baik.

Nadira Maulidya Affany, Mahasiswa Universitas Airlangga 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun