Dengan pemberlakuan The Indians' Relief Act, Gandhi merasa bahwa pekerjaannya tidak lagi di Afrika Selatan tapi di India. Tugas kemudian ia alihkan pada Mansukhlal Nazaar dan Khan. Pada bulan Juli 1914, sebelum kembali ke India, Gandhi mendapat gelar kehormatan Deshabhaktha Mahatma (yang berarti jiwa agung atau orang suci). Di India pun, Indian National Congress memberi penghormatan kepahlawanan bagi Gandhi dan pengikutnya karena telah berkorban dan menderita demi kehormatan India. (Krishnaswamy 1994: 207).
Pejuang Kemerdekaan dan Guru Bangsa India
Gandhi tiba di India pada tahun 1915 dan atas saran Gokhale (mentor politik Gandhi), ia berkeliling tanah India untuk mendapatkan pengalaman sebelum terjun dalam politik. Setidaknya Gandhi memerlukan waktu lima tahun untuk memulai satyagraha bagi kemerdekaan India.
Selama lima tahun itu, Gandhi menjelajah dan menemukan kesulitan masyarakat di segala aspek seperti mulai dari masalah transportasi, kebiasaan kotor, kebodohan, kemiskinan, pajak tinggi, kesehatan dan sebagainya. Perjalanan ini juga diwarnai dengan peziarahan ke kuil-kuil suci dan berdialog dengan para mahatma.
Dari catatan sejarah, perjalanan selama lima tahun tersebut sesungguhnya merupakan langkah politik informal karena sebagian kegiatan-kegiatan Gandhi dapat dikategorikan ke dalam kegiatan politik. Di Bombay, Karachi, Lahore, dan Calcutta, Gandhi melakukan agitasi untuk mendidik rakyat tentang perlunya penghapusan buruh kontrak. Di Champaran, Bihar, ia melakukan reformasi sosial untuk menghapus sistem Tinkathia (kewajiban petani penggarap untuk menanam nila pada tiga petak dari 20 petak tanah miliknya). Setelah itu, di Kheda ia melakukan reformasi di bidang hukum melalui upayanya menghapus sistem pajak yang mencekik rakyat dan di Ahmedabad ia pernah menjadi mediator konflik perburuhan.
Hal lain yang didapat Gandhi dari perjalanannya adalah pandangan nasionalisme yang semakin mewujud seperti terlihat dengan usahanya untuk mengangkat bahasa Hindi dan Urdu sebagai bahasa lingua franka India. Ia juga menggagas keterkaitan antara kemerdekaan dan pengentasan kemiskinan yang nantinya tampil dalam konsep-konsep swaraj dan ekonomi khadi. Nasionalisme Gandhi juga menyangkut kesatuan bangsa India. Dia menentang gagasan Moh. Ali Jinnah bahwa India terdiri dari dua bangsa yaitu bangsa Hindu dan Muslim. Bagi Gandhi, keduanya adalah satu bangsa karena diikat oleh peradaban yang sama. Dengan konsep ini Gandhi tidak pernah menyetujui partisi India -- Pakistan.
Pada tahun 1919 kepemimpinan Gandhi mulai menonjol yakni dengan kemampuannya menggerakkan rakyat India untuk melakukan Hartal (pembersihan diri dan puasa ) sebagai langkah awal menentang Rencana Undang-Undang Rowlatt, sebuah RUU kewarganegaraan. Hartal merupakan persiapan satyagraha di mana rakyat diajak untuk melakukan perlawanan tanpa kekerasan dalam wujud pembangkangan sipil (Gandhi 1985: 409). Gerakan satyagraha ini gagal karena kerusuhan meletus di Ahmedabad. Gandhi segera menangguhkannya hingga rakyat menangkap makna damai, suatu makna yang hanya bisa dipahami bila rakyat sudah dapat bertindak menurut Ahimsa.
Pada tahun 1920, Gandhi terpilih sebagai pucuk pimpinan Congress. Ketokohannya tidak tertandingi oleh tokoh-tokoh lain seperti Bal Gangadhar Tilak, Bipin Chandra Pal dan Moh. Ali Jinnah (pendiri Liga Muslim). Sementara itu tokoh-tokoh seperti Pandit Nehru, Sardar Patel, Maulana Azad, Jayendra Prasad, dan C. Rajagopalachari adalah para tokoh pejuang yang menganut garis pemikiran Gandhi (Guha 1986: 2--4).
Di bawah Gandhi, Congress yang semula dikenal sebagai organisasi politik, atau tepatnya partai politik elitis dan berorientasi pada reformasi konstitusi kini berorientasi pada rakyat. Gandhi segera mereformasi konstitusi dan menjadikannya sebagai sarana efektif untuk memobilisasi rakyat. Satyagraha yang merupakan prinsip perjuangan Gandhi kini ditetapkan sebagai prinsip gerakan Congress untuk mencapai kemerdekaan India.
Prinsip Mahatma Gandhi "Satyagraha" !