Praktik politik kotor tentu menghasilkan banyak masalah baru bagi kegagalan memberantas korupsi. Karena politik yang kotor ini adalah penyebab tindak korupsi baik yang rendah, sedang maupun besar. Tentu saja, bagaimana hal itu akan melahirkan negara yang beradab, sementara praktik politik yang kotor telah menyebar di mana-mana, baik di atas maupun di bawah telah memberikan kontribusi buruk bagi bangsa-bangsa.Â
Bagaimana Cara Mencegah Tindakan Korupsi
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.Â
BPKP dalam buku SPKN yang telah disebut di muka, telah menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut :Â
1. Strategi PreventifÂ
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan:Â
- 1) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;Â
- 2) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnyaÂ
- 3) Membangun kode etik di sektor publik ;Â
- 4) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis.Â
- 5) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.Â
- 6) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ;Â
- 7) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah;Â
- 8) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;Â
- 9) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)Â
- 10) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;Â
- 11) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;Â
2. Strategi DetektifÂ
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :Â
- 1) Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat;Â
- 2) Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;Â
- 3) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;Â
- 4) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional ;Â
- 5) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;Â
- 6) Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.Â
3. Strategi RepresifÂ
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :Â
- 1) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ;Â
- 2) Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes);Â
- 3) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas ;Â
- 4) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;Â
- 5) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus ;Â
- 6) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu ;Â
- 7) Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya;Â
- 8) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum.Â
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg).Â