Mohon tunggu...
Nadine ArzitaSalim
Nadine ArzitaSalim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

43221010092 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A-403; TB2 _Pencegahan Korupsi dan Kejahatan Pendekatan Paideia

13 November 2022   01:09 Diperbarui: 13 November 2022   01:17 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5. Mubrayanto

Korupsi yaitu suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik, dan para pegawai pada umumnya. Akibat yang muncul dari korupsi ini berupa berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat provinsi dan kabupaten.

Penyebab Faktor Korupsi di Indonesia

  • 1. Perilaku individu 

Jika dilihat dari sudut pandang pelaku korupsi, karena koruptor melakukan tindakan korupsi dapat berupa dorongan internal dalam bentuk keinginan atau niat dan melakukannya dengan kesadaran penuh. Seseorang termotivasi untuk melakukan korupsi, antara lain karena sifat rakus manusia, gaya hidup konsumtif, kurangnya agama, lemahnya moralitas dalam menghadapi godaan korupsi, dan kurangnya etika sebagai pejabat. Menurut UndangUndang No. 20 Tahun 2001 jo Undang Undang No. 31 Tahun 1999 korupsi dilakukan karena dipaksakan karena tidak memiliki uang untuk memenuhi kehidupan sehingga korupsi menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tetapi, sangat irasional jika pejabat negara tidak memiliki uang karena pada kenyataannya pejabat pemerintah dibayar oleh negara dengan nilai yang cukup tinggi sekitar puluhan juta rupiah dan bahkan ratusan juta rupiah setiap bulan. Penyebab sebenarnya adalah kepuasan dengan gaji, kepuasan gaji didasarkan pada gagasan bahwa seseorang akan puas dengan gajinya ketika persepsi gaji dan apa yang mereka anggap tepat.

  • 2. Faktor keluarga 

Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi karena tuntutan isteri atau memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang menjadikan posisi dia duduk sebagai ladang untuk memuaskan kepentingan pribadi keluarganya. Keluarga harus menjadi benteng tindakan korupsi, tetapi kadang-kadang penyebab korupsi sebenarnya berasal dari keluarga. Jadi, keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh suami atau kepala rumah tangga. Karena itu, keluarga sebenarnya ada di dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Jika keluarga adalah pendorong korupsi, keluarga berada di sisi negatif, sedangkan jika keluarga menjadi benteng tindakan korupsi, keluarga berada di sisi positif dan ini merupakan faktor yang sangat penting dalam mencegah korupsi. 

  • 3. Pendidikan 

Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat ratarata yang terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, pendidikan tinggi seharusnya membuat mereka tidak melakukan korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa peran akademisi tampaknya masih paradoks. Memang pada kenyataannya para pelaku tindak pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum melakukan tindakannya telah melakukan persiapan dan perhitungan yang cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum sehingga kejahatan tersebut tidak terdeteksi.

 Meskipun dalam konteks universal, pendidikan bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Oleh karena itu, rendahnya tingkat pemahaman tentang pendidikan sebagai langkah untuk memanusiakan manusia, pada kenyataannya lebih jauh melahirkan para kerdil yang berpikiran kecil dan mereka sibuk mencari keuntungan sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa. Karena alasan ini, pendidikan moral sangat dibutuhkan sejak dini untuk meningkatkan moral generasi bangsa ini. 

  • 4. Sikap kerja

 Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan pandangan bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang. Biasanya yang ada dalam pikiran mereka sebelum melakukan pekerjaan adalah apakah mereka akan mendapat untung atau tidak, untung atau rugi dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat yang menggunakan perhitungan ekonomi semacam itu pasti tidak akan menyatukan manfaat. Sebenarnya yang terjadi adalah bagaimana masingmasing pekerjaan bertujuan menghasilkan keuntungan sendiri.

  • 5. Hukum dan peraturan 

Tindakan korupsi akan dengan mudah muncul karena undang-undang dan peraturan memiliki kelemahan, yang meliputi sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan sembarangan, lemahnya bidang revisi dan evaluasi legislasi. Untuk mengatasi kelemahan ini di bidang revisi dan evaluasi, pemerintah mendorong para pembuat undang-undang untuk sebelumnya mengevaluasi efektivitas undang-undang sebelum undang-undang dibuat. Sikap solidaritas dan kebiasaan memberi hadiah juga merupakan faktor penyebab korupsi. Dalam birokrasi, pemberian hadiah bahkan telah dilembaga kan, meskipun pada awalnya itu tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan. Lembaga eksekutif seperti bupati/ walikota dan jajarannya dalam melakukan tindak korupsi tidak melakukannya sendiri, tetapi ada persekongkolan dengan pengusaha atau kelompok kepentingan lain, seperti dalam menentukan tender pengembangan wirausaha ini. Walikota, setelah terpilih kemudian mereka bersama dengan DPRD, bupati/walikota membuat kebijakan yang hanya mengun-tungkan kolega, keluarga atau kelompok mereka. 

  • 6. Faktor pengawasan 

Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal yang dilakukan langsung oleh pimpinan dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh instansi terkait, publik dan media. Pengawasan oleh lembaga terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor, termasuk pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di berbagai lembaga, kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang tidak patuh pada etika hukum atau etika pemerintah. Hal ini menyebabkan pengawas sering terlibat dalam praktik korupsi. Padahal pengawasan eksternal oleh masyarakat dan media juga masih lemah. Untuk alasan ini, diperlukan reformasi hukum dan peradilan serta dorongan dari masyarakat untuk memberantas korupsi dari pemerintah. Semakin efektif sistem pengawasan, semakin kecil kemungkinan korupsi akan terjadi. Sebaliknya, jika korupsi benar-benar meningkat, itu berarti ada sesuatu yang salah dengan sistem pemantauan.

  • 7. Faktor politik 

Praktik korupsi di Indonesia dilakukan di semua bidang, tetapi yang paling umum adalah korupsi di bidang politik dan pemerintahan. Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi yang dominan. Penyalahgunaan kekuasaan publik juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan kelas, etnis, teman, dan sebagainya. Bahkan, di banyak negara beberapa hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun