Padahal, keluarga tidak pernah melakukan hal lain selain menyayangi dan mengurus Anda. Ternyata, Anda tidak mengidap depresi. Anda hanya iri dengan keluarga lain yang lebih beruntung secara material. Oleh sebab itu, Anda kehilangan keluarga satu-satunya yang secara tulus menyayangi Anda. Di sisi lain, bisa saja Anda betul mengalami depresi karena keluarga. Namun ingat, kalimat tersebut hanya valid setelah melakukan konsultasi kepada orang yang profesional di bidang tersebut. Melakukan self-diagnose akan merusak kesehatan mental mereka yang sebenarnya baik-baik saja, hanya hanyut dengan omongan media sosial.
Secara tidak langsung, self-diagnose juga merugikan para pengidap penyakit mental yang sesungguhnya. Mereka yang telah konsultasi berulang kali, rutin melakukan pengobatan, bahkan ada beberapa yang kerap mengalami episode manik, mendapatkan perhatian yang sama dengan Anda hanya karena Anda merasa sulit tidur, sulit membuat keputusan, sensitif, dan lainnya.Â
Apalagi, jika Anda secara terbuka mengumbarkan klaim penyakit mental Anda di media sosial untuk meminta empati orang lain. Orang-orang yang betul mengidap ini akan merasa diremehkan karena Anda tidak mengalami setengah hal yang mereka lalui, tetapi sudah meminta perasaan iba dari orang lain saja.Â
Kesimpulan
Tidak ada salahnya jika Anda mencari informasi akan penyakit mental beserta gejalanya lewat media sosial. Hal yang salah adalah ketika melakukan self-diagnose. Pembuat konten harus lebih peka terhadap konten yang dibuat sehingga tidak merugikan orang lain. Penonton harus lebih bijak dalam menyerap informasi sehingga tidak jatuh ke jalan yang salah.Â
Jika Anda merasa bahwa Anda memiliki gejala-gejala suatu penyakit mental, segera lakukan konsultasi ke psikolog. Kesehatan mental Anda sangat penting dan bukan sesuatu yang dapat dimain-mainkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H