Hal yang paling tepat dilakukan adalah sikap preventif yaitu lebih bijak saat membuat konten dan meyakinkan para penonton untuk konsultasi terlebih dahulu. Jangan hanya mementingkan views dan likes, karena penyakit mental bukan sesuatu yang sepele.
Dari Sisi Penonton Konten
Tidak Menyaring Informasi dengan Bijak
Salah satu keunggulan dari media sosial adalah aksesibilitas. Anda dapat membuka media sosial kapanpun dan dimanapun asalkan ada jaringan internet. Akan lebih mudah untuk Anda mencari informasi mengenai penyakit mental melalui media sosial dibandingkan pergi ke psikolog yang tentunya memungut biaya. Kemudian, konten media sosial banyak. Misalkan Anda ingin mengecek kesesuaian kondisi Anda dengan gejala suatu penyakit mental. Anda pasti tidak melihat satu konten saja.Â
Jari Anda akan terus menggeser layar hingga melihat cukup konten yang bersesuaian dengan konten pertama. Pada saat inilah Anda membuat keputusan: langsung menyatakan diri bahwa Anda mengidap penyakit mental tersebut atau mencari layanan konsultasi psikolog terdekat.
Mencari Validitas di Tempat yang Salah
Saat sakit, Anda pasti akan pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mencari dokter. Tidak mungkin Anda pergi ke kantor polisi dan meminta mereka untuk mengecek kondisi kesehatan Anda. Terkecuali, posisi Anda sudah sangat kritis dan tempat terdekat yang dapat dijangkau adalah kantor polisi. Ujungnya, polisi tersebut juga tetap akan mencari cara untuk menghubungi dokter. Saat Anda merasa bahwa Anda memiliki probabilitas yang tinggi mengidap suatu penyakit mental, datang ke psikolog, bukan ke media sosial.Â
Terkecuali, jika Anda hanya penasaran mengenai gejala-gejala penyakit mental tertentu. Media sosial adalah jalan pintasnya. Poin pentingnya adalah jangan mencari validitas di tempat yang salah. Media sosial bukan tempat untuk Anda melakukan diagnosis. Media sosial adalah tempat untuk mencari informasi, hiburan, dan lainnya. Bukan ruangan konsultasi dengan psikolog. Kecuali memang Anda melakukan konsultasi dengan psikolog secara daring dan melakukan komunikasi dua arah.
Mengapa Tidak Boleh Self-Diagnose?
Self-diagnose tidak hanya memberikan dampak negatif bagi diri sendiri, tetapi juga mereka di luar sana yang telah dibuktikan secara psikis sebagai pengidap suatu penyakit mental.
Misalnya, Anda mengeklaim sebagai pengidap depresi. Anda pasti akan membuat batas-batas untuk diri sendiri agar tidak memperburuk kondisi mental. Anda memutuskan untuk tinggal terpisah dengan keluarga karena merasa bahwa mereka sumber utama kondisi Anda.Â