Mohon tunggu...
Nadila putri
Nadila putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg

18 Januari 2025   20:01 Diperbarui: 18 Januari 2025   20:01 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lawrence Kohlberg, seorang psikolog Amerika, mengembangkan teori perkembangan moral yang terkenal dan berpengaruh dalam bidang psikologi perkembangan. Teorinya merupakan pengembangan dari gagasan Jean Piaget, namun Kohlberg memperluasnya untuk mengeksplorasi bagaimana individu membuat keputusan moral sepanjang hidup mereka. Teori ini dibangun melalui studi longitudinal yang dilakukan Kohlberg, di mana ia mewawancarai anak-anak, remaja, dan orang dewasa dengan menghadirkan dilema moral, seperti "Dilema Heinz."

Tiga Tingkat Perkembangan Moral

Kohlberg mengelompokkan perkembangan moral menjadi tiga tingkat utama, yang masing-masing terdiri dari dua tahap. Tingkat ini mencerminkan kompleksitas pemikiran moral seseorang dari sederhana hingga lebih abstrak.

1. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini, individu cenderung memandang moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dari tindakan mereka, seperti hukuman atau keuntungan pribadi. Tingkat ini biasanya ditemukan pada anak-anak, tetapi juga bisa terjadi pada orang dewasa dalam situasi tertentu.

Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan

Individu menaati aturan untuk menghindari hukuman. Moralitas didasarkan pada otoritas eksternal, dan ketaatan dilakukan tanpa mempertimbangkan motivasi atau konsekuensi yang lebih luas.

Contoh: Anak tidak mencuri mainan karena takut dimarahi oleh orang tua.

Tahap 2: Orientasi Relativisme Instrumental

Moralitas dilihat sebagai pertukaran yang saling menguntungkan. Keputusan moral dibuat berdasarkan apa yang dianggap menguntungkan diri sendiri, meskipun mungkin ada kesadaran akan kebutuhan orang lain.

Contoh: Anak membantu temannya dengan harapan akan mendapatkan bantuan di masa depan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini, individu mulai mempertimbangkan norma sosial dan ekspektasi masyarakat. Mereka memandang moralitas sebagai cara untuk mempertahankan hubungan baik dengan orang lain dan memastikan keteraturan sosial.

Tahap 3: Orientasi "Anak yang Baik"

Moralitas berfokus pada persetujuan sosial dan menjaga hubungan interpersonal. Individu ingin dianggap baik oleh orang lain dan bertindak sesuai dengan norma sosial.

Contoh: Seseorang mematuhi aturan karena ingin dihormati dan disukai oleh komunitasnya.

Tahap 4: Orientasi Hukum dan Keteraturan

Moralitas dilihat sebagai kewajiban untuk mematuhi hukum dan menjaga ketertiban sosial. Individu percaya bahwa aturan harus diikuti demi kestabilan masyarakat.

Contoh: Orang dewasa membayar pajak karena merasa itu adalah tanggung jawab mereka sebagai warga negara.

3. Tingkat Pascakonvensional

Tingkat ini mencerminkan pemikiran moral yang lebih abstrak dan universal, melampaui hukum dan norma sosial. Individu pada tingkat ini mempertimbangkan prinsip-prinsip etika universal dalam membuat keputusan moral.

Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial

Moralitas didasarkan pada pengakuan bahwa hukum dan aturan bersifat fleksibel dan dapat diubah untuk kepentingan bersama. Individu menghargai hak asasi manusia dan nilai-nilai demokratis.

Contoh: Seseorang mungkin melawan hukum yang tidak adil karena mereka percaya bahwa keadilan lebih penting daripada ketaatan buta pada aturan.

Tahap 6: Prinsip Etika Universal

Tahap ini melibatkan pemikiran moral yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang universal, seperti keadilan, martabat manusia, dan kesetaraan. Orang pada tahap ini bersedia menentang hukum atau norma sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.

Contoh: Tokoh seperti Mahatma Gandhi atau Martin Luther King Jr., yang berjuang untuk keadilan meskipun melawan aturan yang ada.

Kritik terhadap Teori Kohlberg

Meskipun teori Kohlberg memiliki pengaruh besar, ada beberapa kritik yang ditujukan padanya:

1. Bias Gender: Carol Gilligan, seorang psikolog feminis, mengkritik bahwa teori ini bias terhadap perspektif laki-laki karena lebih menekankan pada keadilan daripada hubungan interpersonal dan perhatian terhadap orang lain.

2. Cultural Bias: Beberapa peneliti berpendapat bahwa teori ini terlalu berpusat pada budaya Barat dan kurang relevan untuk masyarakat dengan norma kolektivis.

3. Kesenjangan antara Pemikiran dan Tindakan: Kritik lain menyatakan bahwa pemikiran moral seseorang tidak selalu mencerminkan tindakan nyata mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Relevansi Teori Kohlberg

Teori Kohlberg tetap relevan dalam pendidikan, psikologi, dan pengembangan karakter. Dengan memahami tahapan ini, pendidik dan orang tua dapat membantu individu untuk berkembang secara moral. Misalnya, memfasilitasi diskusi etika atau memberikan tantangan moral dapat mendorong seseorang naik ke tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, teori perkembangan moral Kohlberg memberikan wawasan penting tentang bagaimana manusia memandang moralitas dan membuat keputusan etis sepanjang hidup. Meskipun tidak sempurna, teori

 ini tetap menjadi landasan penting dalam memahami perilaku manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun