Mohon tunggu...
Nadien Auliya Putri
Nadien Auliya Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswi

Hobi saya mendengar lagu, saya ambivert.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Recehan di Saku Celana

18 Maret 2024   11:01 Diperbarui: 18 Maret 2024   11:26 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, ditemani teriknya matahari Ibukota, aku menginjakkan kakiku dengan lesu di trotoar sembari memegang surat yang berisi permohonan Pemutusan Hubungan Kerja.

Aku menghela nafas panjang, sungguh berat rasanya ketika mengetahui hal buruk yang cukup fatal menimpa pabrik industri tempat ku bekerja, hingga kini tak bisa membiayai satu karyawan pun.

Setelah sekitar lima menit menempuh perjalanan di pinggir jalan, aku memutuskan untuk singgah di Halte Bus terdekat.

Seorang pria sebaya yang sepertinya sudah lebih dulu singgah disana, tanpa aba-aba dia menegurku "Eh, kamu yang waktu itu, 'kan?"

Ekspresi wajahku mengatakan aku sedang bingung sekarang. Memoriku mengingat tahun-tahun sebelumnya, mungkin sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Waktu itu..

Bel sekolahku berdering nyaring, murid-murid berhamburan keluar dari beberapa kelas, tak sedikit juga murid yang masih didalam kelas bagai terjebak didalam kandang monster, contohnya aku dan kawan-kawan ku yang berharap Pak Toni segera meninggalkan kelas.

Selang beberapa detik, Pak Toni yang masih menjelaskan salah satu materi Fisika itu pun berjalan menuju meja guru, lalu meraih ponsel nya yang berdering, dan menempelkan nya ditelinga seraya berbicara dengan seseorang diseberang sana.

"Maaf anak-anak, ternyata Bapak ada tamu, udah nunggu di Ruang Guru. Ingat ya, PR nya halaman 89. Ketua kelas tolong bantu Bapak bawa barang Bapak ke Ruang Guru ya. Kalau gitu Bapak duluan, Assalamulaikum." Penutupan dari Pak Toni yang terburu-buru mematikan ponsel nya dan segera meninggalkan kelas.

Bima menyeletuk, "Yehh si Bapak, bukannya daritadi.. Bel nya 'kan udah dari seabad lalu," Aku dan Rendi hanya bisa cengengesan sambil menggelengkan kepala.

Bima dan Rendi adalah temanku sejak aku masih berada di kelas 1 SMP. Jarak rumah kami pun tidak terlalu jauh, itu yang membuat kami semakin dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun