Tindakan-tindakan individu serta pola-pola interaksinya dibimbing oleh definisi bersama yang dikonstruksikan melalui proses interaksi[12]
Kemudian Paradigma perilaku sosial memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat realitas. Paradigma ini menekankan pendekatan objektif empiris terhadap kenyataan sosial. Dalam pandangan paradigma ini, respon yang dikeluarkan individu berada di bawah kendali stimulus yang menjadi dasar dari perilakunya[13]
Namun disini individu hanya dilihat sebagai manusia yang memberi respon dari stimulus. Sementara realitas virtual memperoleh statusnya karena diakui oleh struktur kesadaran manusia sebagai realitas. Hal inilah yang memungkinkan realitas virtual dapat menciptakan sense of presence atau sensation of being elsewhere.
Jika aspek kesadaran ini hendak dihilangkan dalam analisis terhadap perilaku manusia di dunia cyber, maka realitas virtual akan menjadi sekedar realitas yang tak berkaitan dengan kesadaran kemanusiaan, padahal realitas virtual menjadi penting justru karena kaitannya dengan kesadaran manusia. Realitas virtual dipelihara sebagai nyata oleh pikiran manusia.[14]
Â
SIMPULAN
Dunia baru inilah yang kini menjadi tantangan bagi ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Perubahan realitas ini akan berdampak langsung pada metodologi dan teori-teori dalam ilmu sosial yang secara langsung berurusan dengan realitas kehidupan manusia, tak terkecuali sosiologi.Â
Sosiologi dipersiapkan sebagai ilmu yang mempelajari realitas hidup masyarakat. Persoalannya, realitas itu kini sudah berubah. Apa yang disebut sebagai realitas tidak lagi sama dengan definisi realitas yang secara tradisional menjadi objek kajian sosiologi.Â
Sosiologi yang disiapkan untuk menghadapi realitas "lama" kini harus siap menghadapi realitas baru, sebuah realitas yang dimediasi oleh teknologi (technology mediated reality), atau lebih tepatnya virtual reality.
Kenyataan ini mengharuskan dilakukannya perubahan fundamental dalam sosiologi. Menjelaskan realitas baru dengan cara dan definisi-definisi lama tentunya sama sekali tidak memadai. Sosiologi dituntut untuk melakukan rekonstruksi metodologi dan teori-teorinya untuk menyesuaikan dengan perkembangan baru dunia cyber.Â
Rekonstruksi itu dapat diawali dengan melakukan redefinisi atas realitas. Redefinisi ini amat penting untuk dilakukan, mengingat karakter realitas cyber yang akan dikaji oleh sosiologi ini amat berbeda dengan karakter realitas di dunia nyata.