Mohon tunggu...
Nadia Wahyu Lurinda
Nadia Wahyu Lurinda Mohon Tunggu... Lainnya - Pengajar lembaga pendidikan non formal

Penikmat karya sastra yang menyukai topik politik, leadership, romance dan pengembangan diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kecuali Cinta

25 Agustus 2024   22:36 Diperbarui: 25 Agustus 2024   22:48 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Karena ini adalah tempat faforitku dari kecil. Dan aku ingin membawamu serta menjalani cerita hidup selanjutnya dimulai dari sini”, begitulah yang ingin diucapkan Gesang. Namun lagi-lagi lidahnya seperti terserang stroke dan tidak mampu berkata-kata. Akhirnya hanya melempar senyum yang bisa dia lakukan dihadapan gadis pujaannya.

Menyadari suasana yang mulai aneh, Sinar memecah keheningan yang sesaat itu.

“Eh, Sang. Kamu kan jurnalis ya, sekarang kita mainan yuk. Aku kasih kamu kata, terus kamu harus bisa membuat sebuah kalimmat berita dari kata itu”.

“Boleh, tapi abis itu gantian. Karena kamu penulis setiap kata yang aku kasih harus jadi kalimat yang indah”, Gesang meantang balik.

“Oke, siapa takut. Aku duluan ya?, Batu”. Sinar memulai permainannya.

“Penyanyi muda itu seperti kena batunya. Akibat keisengannya saat make up akhirnya terpaksa dia perform dengan rambut yang pitak sebelah. Sekarang giliran kamu, kutu”. Gesang yang merasa mampu melakukan tantangan, menyerang balik Sinar dengan kata yang sengaja diilih dengan harapan tidak mungkin tercipta kalimat romantis darinya.

Namun bukan Sinar jika tidak mampu membuat Gesang terpana. Sesaat Sinar diam, dan menatap tajam mata Gesang.

“Seperti kutu aku mencintaimu. Berusaha tak terlihat agar tak kau usir. Berusaha sembunyi agar tak kau dapati. Demi untuk tetap bersamamu”.

Entah mengapa, Sinarpun seperti tulus mengucapkan itu. Gesang hanya bengong, melepas senyum. Dalam hatinya dia membulatkan tekat untuk mengungkapkan perasaan pada gadis ini. Dia tak mau kehilangan moment lagi.

“Permisi, ini pesanannya”, suara pelayan rumah makan yang mengacaukan suasana.

Sinar dan Gesang pun kembali hidup dari stroke perasaan masing-masing. Menikmati makanan dalam hangatnya canda. Dan sesungguhnya, mereka mulai merasakan peraaan itu satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun